Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seblang, Ritual Tari Mistis Berusia Ratusan Tahun di Banyuwangi

Kompas.com - 12/09/2017, 17:04 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sejak tahun 1639, masyarakat di wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Bakungan sudah menggelar tradisi Seblang. Ini adalah tarian yang dibawakan perempuan tua dalam keadaan kerasukan.

Tarian yang digelar pada malam hari tersebut rutin dilakukan setahun sekali pada bulan Dzulhijjah dalam penanggalan Islam. Tujuannya adalah untuk bersih desa agar desa terhindar dari marabahaya.

Penari berusia tua dipilih karena dianggap suci. Acara dimulai sejak Minggu (10/9/2017) sore hari, ketika "Sang Penari" dan puluhan warga berduyun-duyun ke sumber mata air desa untuk mengambil air suci dan menggelar selamatan.

BACA: Hari Ini, Garuda Indonesia Resmi Layani Penerbangan Langsung Jakarta - Banyuwangi

 

Lalu menjelang malam, listrik di daerah yang masuk wilayah Kecamatan Bakungan, Glagah, dimatikan. Dengan menggunakan obor, sebagian masyarakat berkeliling desa dan mengumandangkan azan disetiap perempatan desa lalu mereka menuju masjid desa untuk berdoa. Sedangkan sebagian masyarakat lainnya mempersiapkan tumpeng dan makanan di jalan depan rumah mereka.

Dengan menggunakan pengeras suara dari masjid desa, tokoh agama memimpin doa dan saat selesai, seluruh warga langsung menyantap tumpeng yang sudah disediakan didepan rumahnya masing-masing bersama keluarga dan kerabat. Selepas shalat isya, masyarakat berbondong-bondong menuju ke Sanggar Seblang yang berada di tengah desa untuk menyaksikan ritual Tari Seblang.

Penari Seblang menggendong boneka dan menari dalam keadaan kesurupanKOMPAS.COM/Ira Rachmawati Penari Seblang menggendong boneka dan menari dalam keadaan kesurupan

 

Sejak 2014, penari yang dipilih bernama Supani yang berusia 66 tahun. Supani menggantikan Bohana yang meninggal dunia setelah menjadi Seblang selama 3 tahun berturut turut sejak tahun 2011 hingga 2013.

Perempuan yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah senja tersebut adalah keturunan langsung dari penari Seblang pertama yang menari pada tahun 1639 yaitu Agung Nyoman Dewi atau dikenal dengan nama Mbah Dewi.

Penari Seblang baru akan dipilih jika penari Seblang sebelumnya telah meninggal dunia. Sudah ada 11 penari Seblang yaitu Agung Nyoman Dewi (1639-1698), Gondo (1699-1757), Witri (1758-1832), Sukanto (1833-1887), Dewi (1888-1947), Winasi (1948-1965), Anjani (1966-1986), Misnah (1987-2002), Suhyati (2003-2010), Bohana (2011-2013) dan Supani (2014-sekarang).

BACA: Tradisi Unik di Banyuwangi, Membersihkan Desa Lewat Silat

Supani sendiri tidak lagi tingal di Bakungan sejak menikah dan menetap bersama suaminya. Hanya saja, setiap tradisi Seblang digelar dia akan datang ke Bakungan untuk pulang dan menari. Dengan menggunakan pakaian khas yang didominasi warna merah, Supani diarak menuju Sanggar Seblang yang berada dtepat ditengah kampung. Lalu ada atraksi adu ayam yang menjadi simbol pengorbanan.

Saat dupa dibakar, Supani memejamkan mata dan mulai kerasukan. Dipandu seorang Ruslan, lelaki tua sebagai pawang, Supani menari diringi dengan musik yang dimainkan secara langsung serta melakukan adegan demi adegan salah satunya adalah mengiringi proses seperti membajak sawah yang dilakukan oleh dua orang yang diibaratkan kerbau serta menggendong boneka sambil terus menari dengan mata terpejam.

Kembang Telon yang akan dibagikan kepada penonton Seblang. Mereka meyakini jika kembang telon membawa kebaikan dan rejeki serta jodoh bagi yang memiliki nyaKOMPAS.COM/Ira Rachmawati Kembang Telon yang akan dibagikan kepada penonton Seblang. Mereka meyakini jika kembang telon membawa kebaikan dan rejeki serta jodoh bagi yang memiliki nya

 

Ruslan (90), pawang Seblang Senin (11/9/2017) kepada Kompas.com bercerita tari Seblang pertama kali muncul pada tahun 1639. Saat itu, wilayah Bakungan masih berupa hutan yang dikenal dengan "Babat Wono" yang dipenuhi dengan bunga bakung.

Karena akan dibangun pemukiman, prajurit kerajaan membersihkan bunga bakung yang memenuhi wilayah tersebut sehingga wilayah tersebut terkenal dengan nama Bakungan.

"Ketika bunga bakung sudah dibersihkan, ada satu pohon besar yang tersisa yang dikenal dengan nama pohon Nogosari. Tempat berdirinya ya disini di sanggar Seblang. Tidak ada yang bisa menebangnya sehingga ada satu tokoh sakti bernama Mbah Joyo. Dia bersemedi dan akhirnya mengetahui jika ada sembilan danyang atau penunggu yang membuat pohon Nogoasari tidak bia ditebang," jelas Ruslan yang ditemui Kompas.com di Sanggar Seblang Bakungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com