Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Warganet Keluhkan Mahalnya Nasi Goreng Kaki Lima di Yogyakarta

Kompas.com - 09/11/2017, 19:15 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com — Beberapa hari belakangan, sebuah unggahan media sosial pada Selasa (7/11/2017) sempat viral. Isi unggahan tersebut merupakan pendapat penulis soal harga makanan yang dijual pedagang kaki lima di sekitar wilayah Malioboro, Yogyakarta.

Seorang pria bernama Muhammad Dwiki Bagaskara mengunggah tulisan ke sebuah akun media sosial Facebook bernama Info Cegatan Jogja. Di dalamnya, Dwiki mengatakan telah membayar Rp 88.000 untuk tiga porsi nasi goreng dan tiga minuman.

Dari tulisan tersebut, Dwiki merasa makanan yang dipilihnya terlampau lebih mahal jika dibandingkan dengan harga makanan di daerahnya, yaitu Sumatera.

Berikut isi unggahan Dwiki.

“Malamm sedulurr... mau nanya... kami bukan orang asli jogja.. kami dijogja beberapa hari... kami sedang ada urusan kerja di jogja.. tadi kami barusan makan di tempat makan emperan gerobak.. menunya nasi goreng telur dengan suwiran ayam sedikit 3 porsi.. esteh 1... teh anget tawar 1.. teh anget manis 1... total harga 88 ribu.. jujur kami sebagai bukan orang jogja asli kaget sekali karena saya yg berasal dari sumatera yg dominan harga sembako lebih mahal.. tapi harga dan menu yg kami pilih tidak semahal disini ( lebih murah di daerah saya) ... karena yang kami ketahui.. jogja relatif lebih murah harga makanannya...Harga standar cafe pun tidak ada semahal ini.. dengan porsi yg disajikan dan kualitasnya.. kami tidak menanyakan harga karena kami menyesuaikan dengan kondisi lapak penjual yg bukan bangunan permanen.. ini yang membuat kami bingung dan kurang nyaman.. semalam hujan dan berniat cari makan di sekitar penginapan..lokasi jalan dagen malioboro.. mohon maaf lur mengganggu waktunya #butuhinfo. #janganbibully #hanyabutuhinfo”

KompasTravel sudah mencoba menghubungi Dwiki untuk mengklarifikasi. Namun, sampai berita ini ditayangkan, Dwiki belum juga merespons.

Baca juga: Inilah 13 Titik Wi-Fi Gratis di Sepanjang Malioboro

Tidak hanya Dwiki, wisatawan asal Bekasi, Arie Ridwan (29), juga pernah mengalami hal serupa. Ia sempat kaget saat membayar makanan di sebuah warung lesehan. Memang letaknya bukan di wilayah Malioboro, tetapi di sekitar Alun-alun Selatan.

Arie mengatakan, ketika itu dia dan istrinya berkunjung ke Yogyakarta sekitar pertengahan Agustus 2017. Malam terakhir menginap di Yogya, Arie sempat berkunjung ke Alun-alun Selatan Yogyakarta. Setelah itu, Arie pun diantar oleh seorang pengemudi becak ke sebuah tempat makan gudeg di dekat alun-alun.

“Dari alun-alun, saya diantar tukang becak ke tempat makan gudeg. Pokonya dekat alun-alun tapi masuk ke gang, lupa saya nama tempat makannya apa. Tempatnya lesehan, bukan restoran, dan kaya prasmanan gitu semuanya ada. Nah kaget aja pas bayar tau-tau biayanya Rp 250.000,” ujar Arie kepada KompasTravel, Kamis (9/11/2017).

Padahal, kata Arie, ia dan istrinya hanya makan dua porsi gudeg, satu jus jeruk, dan satu es teh manis. Ketika itu, Arie bercerita dirinya tak mau ambil pusing, walaupun dia sendiri bertanya-tanya mengapa makanan tersebut tergolong mahal.

“Awalnya pingin coba aja makan lesehan, kaki lima gitu, eh tau-taunya mahal. Terus, nggak ada daftar harganya juga. Kalau lesehan nggak masuk akal segitu (harganya). Semahal-mahalnya Rp 100-150 ribu. Kalau misalnya restoran sih ya wajar gitu mahal, karena kan ada fasilitas dan pasti terjamin,” kata Arie.

Baca juga : Car Free Night Malioboro Bakal Jadi Daya Tarik Baru Wisatawan

Melihat hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sudiyanto angkat bicara.

“Sebetulnya saya sangat menyayangkan kalau (terjadi) seperti itu ya. Memang pembinaan (untuk pedagang) itu tidak berhenti sekali, harus berkali-kali. Jangan sekali (lalu) berhenti. Dan perlu kesadaran dari masing-masing penjual akan adanya peraturan yang telah disepakati,” ujar Sudiyanto saat dihubungi KompasTravel.

Sudiyanto melanjutkan, selain membuat aturan, para pedagang juga harus menyepakati sanksi yang akan mereka terima jika terbukti melanggar. Kemungkinan besar, kata dia, jika membuat aturan sendiri tidak akan ada pedagang yang melanggar.

Dengan demikian, Sudiyanto berharap adanya standar yang ditentukan. Jika harga makanan mahal tentu seimbang dengan kualitasnya. Kemudian juga adil untuk konsumen dan para pedagang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com