Dingin-dingin begini memang paling bener bergandengan tangan supaya hangat.
(Baca juga: Setengah Hari di Greenwich, Menapak Garis Meridian dan Menyeruput "Afternoon Tea")
Usai foto-foto di ice rink, kami melangkah masuk ke Natural History Museum. Baru masuk saja saya sudah kembali terperangah. Wow!
Baru masuk saja, saya langsung melihat sebuah fosil tergantung di langit-langit ruangan besar yang disebut Central Hall. Belakangan saya tahu itu adalah kerangka paus biru raksasa.
Kerangka ini baru saja menggantikan replika fosil Diplodocus, dinosaurus jenis Brontoasuarus sepanjang 32 meter yang selama ini berada di Central Hall.
Di balik kerangka paus biru yang tergantung, di langit-langit Central Hall terukir gambar berbagai jenis tumbuhan dari seluruh dunia.
Sementara itu, tepat di atas tangga, ada patung Charles Darwin, ilmuwan yang terkenal karena teori evolusinya. Memang di museum ini juga terdapat Darwin Centre yang menjadi galeri sekaligus pusat riset paleontologi.
Natural History Museum adalah museum sejarah alam di London yang memiliki 80 juta spesimen dari lima koleksi utama, yaitu botany (tumbuhan), entomology (serangga), mineralogy (mineral), paleontology (fosil hewan dan tumbuhan) serta zoology (hewan).
Saking banyaknya koleksi yang dimiliki, museum ini kerap disebut A Cathedral of Nature (Katedral Alam). Dulunya, museum ini merupakan bagian dari British Museum. Namun karena koleksinya bertambah banyak dan membutuhkan ruang yang lebih banyak pula, museum ini diputuskan memisahkan diri pada 1866 dengan nama British Museum (Natural History). Namanya baru berubah menjadi Natural History Museum pada tahun 1992.
Dalam waktu singkat yang tersedia, saya memutuskan untuk mengunjungi ruang koleksi dinosaurus, Dinosaurs Hall, di blue zone. Baru masuk ruang ini saja, pengunjung langsung disambut fosil dinosaurus yang digantung. Setiap fosil atau replikanya dilengkapi dengan media interaktif yang menunjukkan informasi masing-masing dinosaurus.
Ada pula media informasi lain yang membuka wawasan tentang dinosaurus mulai dari mana datangnya dinosaurus hingga kematian dinosaurus serta layar permainan untuk menguji pengetahuan pengunjung tentang dinosaurus.
Pada saat kami datang, sedang ada pameran khusus tentang Tyrannosaurus rex atau T-rex. Di sebuah ruangan di hall ini, sebuah replika T-rex menggeram dan mengaum berulang kali. Ukuran dan bentuknya dibuat menyerupai T-rex yang sudah diteliti secara ilmiah. Oleh karena itu, di ruangan ini, pengunjung akan mendapatkan sensasi berjumpa dengan T-rex.
Kalau saya tatap dalam-dalam wajah dan wujudnya, rasakan suasana gelap yang mencekam serta mendengar auman serta geramannya, saya jadi bergidik juga.
(Baca juga: ''Berangkat ke Hogwarts'' di Platform 9 3/4 King's Cross Station London)
Namun, orang-orang yang mengunjungi hall ini tampaknya tidak ingin seserius saya. Mereka asyik ber-selfie ria dengan si T-rex. Tentu saja tanpa tongkat selfie karena hampir seluruh museum di London sudah melarang penggunaan selfie stick untuk alasan keamanan.
Di hall ini pula saya bertemu dengan replika fosil “Dippy” Diplodocus yang tadinya berada di Central Hall. Saking besarnya, kamera ponsel saya tidak bisa menangkapnya dalam satu jepretan. Dippy dipajang hampir dekat pintu keluar. Menurut media informasi di dekatnya, beratnya bisa mencapai 25 ton. Wew.
Hall lain yang juga harus dikunjungi adalah Mammals Hall dengan koleksi fosil paus biru raksasa dan gajah dari berbagai masa serta Darwin Centre dengan koleksi cumi-cumi raksasa sepanjang 8,62 meter bernama Archie. Archie ditangkap di kedalaman 220 meter lalu diawetkan di dalam campuran cairan formalin dan larutan garam.
Natural History Museum terbagi dalam 4 zona, yaitu blue, orange, green dan red. Di zona red, misalnya, pengunjung bisa mengunjungi Volcanos and Earthquakes Hall yang memamerkan koleksi bebatuan dari lapisan atas tanah sampai perut bumi serta informasi gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Museum ini termasuk dalam jajaran museum bergengsi di London yang tidak memungut biaya untuk pengunjungnya alias gratis, sebut saja yang lain seperti Science Museum dan Victoria and Albert Museum. Hanya sejumlah pameran khusus saja yang mengharuskan pengunjung untuk membayar.
Pengelola menyediakan kotak donasi di depan pintu masuk dan pintu keluar untuk para pengunjung yang terpanggil untuk merawat koleksi dengan memberikan donasi. Selain itu, pengelola juga menjual buku panduan dan informasi untuk menjelajah museum. Saat saya menanyakan di meja informasi, buku itu dijual seharga 1 pounds saja.
Sepanjang pengamatan saya, mayoritas yang datang ke museum ini adalah anak muda dan anak-anak usia sekolah. Saya melihat pula ada serombongan remaja yang datang dengan berseragam dipandu oleh dua gurunya di depan Earth’s Treasury hall.
Sementara itu, sebelum masuk museum tadi, saya melihat serombongan siswa usia sekolah dasar baru saja keluar dari museum bersama 3 gurunya menuju halte bus di depan museum. Sekilas, saya dengar, ada seorang anak yang sudah dua kali datang ke museum ini dan dia tetap seru bertukar cerita tentang dinosaurus dengan teman di sebelahnya.
Kalau saja punya waktu lebih lama, saya pasti akan melanjutkan keliling museum ini. Sayangnya jam sudah hampir menunjukkan pukul 17.50, museum sudah harus tutup, sedangkan kami harus melanjutkan perjalanan ke Harrods.
Meski memuat cerita dari ribuan tahun lalu, Natural History Museum tidak terkesan kuno dan kumuh, malah justru terlihat keren.
Saya teringat anak-anak SD yang saya temui saat masuk museum tadi. Mata mereka berbinar-binar, seperti terpuaskan, merdeka.
Pantas saja mereka tidak bosan keluar masuk museum...
“A country that has few museums is both materially poor and spiritually poor. Museums, like theaters and libraries, are a means to freedom.” - Wendy Beckett (suster Katolik sekaligus kritikus seni asal Inggris)
BERSAMBUNG: Apa Kabar London Hari Ini? (3)