Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar London Hari Ini? (2)

Kompas.com - 19/11/2017, 17:36 WIB
Caroline Damanik

Penulis

LONDON, KOMPAS.com

6 November 2017

Suasana kamar pagi ini terasa lebih dingin dibanding hari kemarin. Saya masih bersembunyi di balik selimut padahal saya sudah mengenakan long john, pakaian dalam dari bahan wol atau bahan berbulu lain yang lembut dan hangat yang biasa dipakai kala musim dingin, kaus plus sweater dan tak lupa kaus kaki wol favorit saya yang selalu saya bawa selama bepergian ke luar negeri.

Bisa jadi karena udara hari ini bakal lebih dingin. Bisa jadi karena badan saya kurang enak karena saya kurang tidur karena masih mengalami “jetlag”. Malam sebelumnya saya tidur jam 00.00 waktu setempat lalu bangun jam 02.30 dan tak bisa tidur lagi.

Saya bergegas mandi dengan air hangat supaya saya merdeka dari rasa kantuk dan belenggu dingin. Saya lalu mengenakan atasan lurik hitam putih berlengan pendek, plus kaus wol lengan pendek sebagai lapisan di dalamnya, dan bawahan hitam plus celana long john.

Pagi ini saya berencana sarapan lebih cepat. Di tengah udara dingin di negeri orang, bagi saya, makan secukup-cukupnya adalah pelarian terbaik. Toh, sebagai traveller di negeri orang, kami mengandalkan jalan kaki dan naik turun tube, kereta bawah tanah kebanggaan London. Kalori yang masuk dan keluar bakal impas.

“Enggak bakal kedinginan nanti?” tanya Bianka Syarief, staf Kedutaan Besar Inggris di Jakarta yang mendampingi kami dalam perjalanan ke London, ketika melihat kostum saya.

“Sepertinya enggak. Bawa coat juga,” jawab saya sebelum dia keluar dari The Grosvenor Arm, restoran di The Grosvenor Hotel, tempat kami menginap di 101 Buckingham Palace Rd, London.

Di sela menikmati english breakfast pagi itu, Bianka kembali mengingatkan bahwa pagi ini udara di London lebih dingin dari kemarin. Sekitar 3 derajat pada pagi hari sekitar jam 05.00. Hah?

(Baca dulu: Apa Kabar London Hari Ini? (1))

 

Jika berkunjung ke negara empat musim dalam suasana musim gugur dan dingin, pastikan membawa sepaket pakaian ini, yaitu jaket tebal atau coat, sweater atau pakaian berbahan tebal, long johns, beanie atau topi hangat semacam kupluk dan biasanya berupa rajutan, syal, sarung tangan, penutup telinga, kaus kaki tebal dan sepatu boot atau sneakers.KOMPAS.com/Caroline Damanik Jika berkunjung ke negara empat musim dalam suasana musim gugur dan dingin, pastikan membawa sepaket pakaian ini, yaitu jaket tebal atau coat, sweater atau pakaian berbahan tebal, long johns, beanie atau topi hangat semacam kupluk dan biasanya berupa rajutan, syal, sarung tangan, penutup telinga, kaus kaki tebal dan sepatu boot atau sneakers.

Saya pun memutuskan kembali ke kamar, mengganti kostum hari ini, mengenakan kembali long john lalu sweater sebagai luaran dan tidak lupa membawa coat.

Untuk menghadapi cuaca dingin di negeri orang, saya kerap disarankan untuk mengenakan pakaian berlapis-lapis daripada satu pakaian tebal yang biasanya dipikir bakal membuat tubuh hangat terus-menerus.

Jika berkunjung ke negara empat musim dalam suasana musim gugur dan dingin, pastikan membawa sepaket pakaian ini:
- jaket tebal atau coat
- sweater atau pakaian berbahan tebal
- long johns (is a must!)
- beanie atau topi hangat semacam kupluk dan biasanya berupa rajutan
- syal
- sarung tangan
- penutup telinga
- kaus kaki tebal dan sepatu boot atau sneakers

Akan lebih baik jika semua berbahan wol. Niscaya perjalanan Anda aman sentosa, merdeka dari sensasi membeku.

***

Stand on the right. Ada kebiasaan di London, di mana pun naik dan turun eskalator, biasanya di stasiun tube, berdirilah di sisi kanan jika tak ingin berjalan. Karena pergerakan warga London sangat cepat, sisi kiri biasanya digunakan orang-orang yang buru-buru ingin tiba di atas atau di bawah dengan berjalan meski eskalator tetap bergerak. KOMPAS.com/Caroline Damanik Stand on the right. Ada kebiasaan di London, di mana pun naik dan turun eskalator, biasanya di stasiun tube, berdirilah di sisi kanan jika tak ingin berjalan. Karena pergerakan warga London sangat cepat, sisi kiri biasanya digunakan orang-orang yang buru-buru ingin tiba di atas atau di bawah dengan berjalan meski eskalator tetap bergerak.
Kami berjalan menuju Victoria Underground Station, stasiun tube terdekat dari hotel kami pagi itu. Saya sudah mulai terbiasa naik dan turun di eskalator-eskalator panjang di stasiun tube di London. Saya juga sudah mulai terbiasa pula berdiri di sisi kanan jika ingin diam menunggu mesin membawa saya sampai atas atau bawah.

Ya, ada kebiasaan di London, di mana pun naik dan turun eskalator, berdirilah di sisi kanan jika tak ingin berjalan. Karena pergerakan warga London sangat cepat, sisi kiri biasanya digunakan orang-orang yang buru-buru ingin tiba di atas atau di bawah dengan berjalan meski eskalator tetap bergerak.

Di sisi kanan atau kiri eskalator biasanya ada tulisan “stand on the right” bersamaan dengan peringatan “no smoking”, dilarang merokok, untuk mengingatkan para pendatang menghormati kebiasaan itu.

Menuju Buckingham Palace

Kami memilih jalur District and Circle lines karena berencana menuju Westminster Underground Station. Ada beberapa pintu gerbang di stasiun ini, antara lain pintu keluar yang paling dekat ke Sungai Thames dan yang paling dekat ke Great George Street. Begitu keluar dari kedua gerbang ini, Anda bisa sama-sama langsung melihat kemegahan Big Ben.

Sayang saat kami datang; saya, Erna Mardiana, Sarah Azka dan Nino Fernandez yang datang ke London atas undangan Garuda Indonesia dan British Embassy; Big Ben sedang menjalani renovasi. Kemegahan wujud jam raksasa dan kerangka menaranya tidak tampak lagi tertutup peralatan konstruksi.

(Baca juga: 14,5 Jam Terbang Langsung dari Hangatnya Jakarta ke Romantisnya London)

Renovasi baru saja dimulai pada Agustus 2017. Lonceng Big Ben yang seberat 14 ton itu tidak lagi berdentang seperti biasanya, meski ada wacana tetap akan berbunyi pada acara-acara besar, seperti perayaan Tahun Baru. Renovasi sendiri direncanakan baru akan rampung pada tahun 2021.

Namun, tujuan kami sebenarnya bukan Big Ben. Kemarin kami sudah mampir ke tempat ini dan sudah foto-foto dari berbagai sudut, termasuk di depan red telephone box, salah satu ikon Kota London yang wujudnya masih terpelihara dengan baik, terutama di kawasan Westminster.

Hari ini kami ingin menyaksikan upacara changing of the guard, upacara pergantian pasukan pengawal di Buckingham Palace, kediaman resmi Ratu Inggris, Queen Elisabeth II. Upacara pergantian biasanya berlangsung setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu, sekitar pukul 11.00 WIB.

Pintu hitam jauh di balik gerbang besar ini terdapat pintu bernomor 10 atau yang dikenal dengan nama 10 Downing Street, kantor Perdana Menteri Inggris. Kantor dan tempat tinggal yang sudah dibangun sejak tahun 1735 ini merupakan tempat perdana menteri dari masa ke masa mengendalikan urusan negara dan menghasilkan berbagai keputusan yang menentukan nasib Inggris. KOMPAS.com/Caroline Damanik Pintu hitam jauh di balik gerbang besar ini terdapat pintu bernomor 10 atau yang dikenal dengan nama 10 Downing Street, kantor Perdana Menteri Inggris. Kantor dan tempat tinggal yang sudah dibangun sejak tahun 1735 ini merupakan tempat perdana menteri dari masa ke masa mengendalikan urusan negara dan menghasilkan berbagai keputusan yang menentukan nasib Inggris.

Kami menyusuri Parliament Street dan melewati gerbang besar yang di dalamnya terdapat pintu bernomor 10 atau yang dikenal dengan nama 10 Downing Street, kantor Perdana Menteri Inggris, tempatnya mengendalikan urusan negara.

Tempat ini sangat penting karena dari kantor yang sudah dibangun sejak tahun 1735 inilah muncul berbagai keputusan yang menentukan nasib Inggris. Sejumlah tokoh politik Inggris pernah tinggal dan berkantor di 10 Downing Street, sebut saja Robert Walpole, Pitt the Younger, Benjamin Disraeli, William Gladstone, David Lloyd George, Winston Churchill hingga Margaret Thatcher.

Kami lalu memacu langkah lebih cepat karena 20 menit lagi adalah pukul 11.00, sedangkan Buckingham Palace masih sekitar 1,3 kilometer lagi. Menurut Google Maps, dengan berjalan kaki, kami bisa mencapai Istana dalam waktu 16 menit via The Mall dan Horse Guard Road.

The Mall adalah jalan kerajaan yang membentang lurus dari Admiralty Arch di seberang Trafalgar Square hingga bundaran di halaman depan Buckingham Palace.

Jalan yang dicat berwarna merah kecoklatan ini didesain oleh Sir Aston Wb sebagai bagian dari peringatan terhadap Ratu Victoria, berikut monumen Ratu Victoria di tengah bundaran di depan Buckingham Palace dan halaman depan istana. Sisi kanan dan kiri jalan ditumbuhi pepohonan.

Jalan ini ditutup untuk lalu lintas dan tidak ada yang boleh melintas pada hari Minggu, hari libur dan saat upacara kerajaan, mulai dari acara pernikahan kerajaan, parade hingga kunjungan kenegaraan.

The Mall adalah jalan kerajaan yang membentang lurus dari Admiralty Arch di seberang Trafalgar Square hingga bundaran di halaman depan Buckingham Palace.KOMPAS.com/Caroline Damanik The Mall adalah jalan kerajaan yang membentang lurus dari Admiralty Arch di seberang Trafalgar Square hingga bundaran di halaman depan Buckingham Palace.

 

Salah satu prosesi dalam upacara changing of the guard, upacara pergantian pasukan pengawal di Buckingham Palace, kediaman resmi Ratu Inggris, Queen Elisabeth II, Senin (6/11/2017). Upacara pergantian biasanya berlangsung setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu, sekitar pukul 11.00 WIB.KOMPAS.com/Caroline Damanik Salah satu prosesi dalam upacara changing of the guard, upacara pergantian pasukan pengawal di Buckingham Palace, kediaman resmi Ratu Inggris, Queen Elisabeth II, Senin (6/11/2017). Upacara pergantian biasanya berlangsung setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu, sekitar pukul 11.00 WIB.

Kini kami setengah berlari menuju Buckingham Palace. Kami pun terpisah. Pelataran di luar gerbang Buckingham Palace saat itu sudah ramai, dipenuhi para pengunjung yang sama penasarannya dengan kami. Ya, saya sudah pernah menyaksikannya ketika datang ke London pada 2014 lalu, tetapi antusias yang sama masih muncul ketika datang lagi ke tempat ini saat ini.

Saya bersama teman saya, Raindy, berlari menuju arah suara drum pasukan kerajaan yang sudah mulai menggema. Beruntung kami masih bisa menyeberang mendekat ke arah Istana sebelum pasukan kerajaan yang bermain musik melintas.

Pasukan yang bermain musik, sama dengan pasukan yang mengangkat senjata, mengenakan jubah mantel berwarna abu-abu dan topi bulu beruang berwarna hitam khas pasukan pengawal Kerajaan Inggris. Kostum berwarna abu-abu ini biasanya digunakan pada musim gugur dan dingin, menggantikan jubah mantel berwarna merah yang biasa digunakan pada musim semi dan panas.

Seluruh pengunjung hanya boleh menonton, memotret dan merekam dari balik pagar pembatas jalan dan pelataran. Jika melanggarnya, ada petugas polisi yang akan menegur dan memastikan pengunjung kembali pada tempatnya.

Dan sepanjang pagar pembatas sudah dipenuhi oleh turis yang ingin menyaksikan upacara ini, bahkan sudah sampai dua lapis. Pun barisan di sepanjang pagar Buckingham Palace yang menjulang, bahkan sudah sampai tiga lapis. Hampir semua pengunjung yang menonton mengangkat ponsel dan kameranya merekam dan memotret setiap detail upacara pergantian pasukan ini.

Pengunjung memadari sepanjang pagar Buckingham Palace untuk menyaksikan upacara changing of the guard, upacara pergantian pasukan pengawal di Buckingham Palace, kediaman resmi Ratu Inggris, Queen Elisabeth II, Senin (6/11/2017). Upacara pergantian biasanya berlangsung setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu, sekitar pukul 11.00 WIB.KOMPAS.com/Caroline Damanik Pengunjung memadari sepanjang pagar Buckingham Palace untuk menyaksikan upacara changing of the guard, upacara pergantian pasukan pengawal di Buckingham Palace, kediaman resmi Ratu Inggris, Queen Elisabeth II, Senin (6/11/2017). Upacara pergantian biasanya berlangsung setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu, sekitar pukul 11.00 WIB.

 

Suasana di halaman Buckingham Palace setelah upacara changing of the guard, upacara pergantian pasukan pengawal kerajaan berlangsung, Senin (6/11/2017). Upacara pergantian biasanya berlangsung setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu, sekitar pukul 11.00 WIB.KOMPAS.com/Caroline Damanik Suasana di halaman Buckingham Palace setelah upacara changing of the guard, upacara pergantian pasukan pengawal kerajaan berlangsung, Senin (6/11/2017). Upacara pergantian biasanya berlangsung setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu, sekitar pukul 11.00 WIB.

Musik terus bergema hingga prosesi pergantian pasukan dimulai. Mata kami pun hanya kebagian melihat topi bulu beruang berwarna pasukan yang berada di halaman Istana Buckingham. Itu pun saya sudah menjinjit. Nasib... Hahaha.

Jadi kalau niat banget nonton upacara ini, pastikan tiba di depan Buckingham Palace 1 jam sebelum jadwal mulainya. Jangan mepet...

Upacara ini berlangsung kira-kira 45 menit hingga pasukan berkuda dengan jubah merah dan topi kerucut meninggalkan Buckingham Palace. Akses penyeberangan baru bisa dibuka setelah mereka pergi. Itu sekitar 10 menit setelah saya dihubungi oleh teman-teman yang sudah berkumpul di sisi kanan monumen Ratu Victoria.

Tak lupa saya mengagumi megah dan klasiknya Buckingham Palace sebelum benar-benar beranjak. Istana ini memiliki 775 kamar, termasuk 19 kamar tipe State, 52 kamar Royal dan untuk tamu, 188 kamar tidur, 92 kantor dan 78 kamar mandi. Bangunan ini memiliki panjang 108 meter di bagian depan dan lebar 120 meter serta tinggi 24 meter.

Biasanya, Buckingham Palace dibuka untuk pengunjung umum pada jadwal tertentu di musim panas.

Piknik di St James Park

Bagi para pengunjung Buckingham Palace, ritual menonton upacara pergantian pasukan pengawal ini harus diikuti dengan piknik di St James Park, taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham.

St James Park merupakan royal park tertua dengan berbagai pohon dan bunga. Ada pula sebuah danau yang terbentang di taman ini dimana angsa dan berbagai burung, mulai dari merpati hingga pelikan beterbangan dan bermain di atasnya.

Jalan tamannya mulus dengan kursi-kursi kayu hampir di sepanjang jalan. Di kursi-kursi ini, para pengunjung bisa melakukan berbagai hal, mulai dari hanya duduk memandangi keindahan alam di taman ini, bengong, baca buku bahkan tidur.

Selain itu, karena taman ini terletak di pusat kota dan pemerintahan, kursi-kursi di taman kerap diisi pula oleh para pegawai kantor pemerintahan dan swasta untuk makan siang. Kami melihat sendiri, para pegawai pemerintahan berpakaian rapi dengan kemeja dan jas membuka kotak bekalnya dan makan sambil sesekali ngobrol dengan rekannya. Nikmat sekali...

St James Park adalah taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham. Taman ini juga meliputi danau yang membentang dengan angsa, pelikan dan berbagai burung lainnya yang beterbangan dan bermain di atasnya. Pengunjung juga bisa melihat tupai berlarian dan memanjat pohon. Banyak hal yang bisa dilakukan mulai duduk-duduk di bangku taman, makan siang, hingga piknik di atas rumput.KOMPAS.com/Caroline Damanik St James Park adalah taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham. Taman ini juga meliputi danau yang membentang dengan angsa, pelikan dan berbagai burung lainnya yang beterbangan dan bermain di atasnya. Pengunjung juga bisa melihat tupai berlarian dan memanjat pohon. Banyak hal yang bisa dilakukan mulai duduk-duduk di bangku taman, makan siang, hingga piknik di atas rumput.

Karena hari sudah siang, kami masuk ke Inn The Park/St James's Cafe yang berada di dalam taman ini dan memesan makan siang. Saya memesan "half roast free range chicken" dengan salad dan kentang serta hot chocolate.

Teman yang lain memesan "Inn the Park fish and chips" dengan kacang polong tumbuk dan saus tartar homemade. Di tempat ini, harga makanan utama berkisar mulai dari 12 pounds hingga 17,9 pounds.

Sekali lagi, penting untuk kenyang di tengah udara dingin.

Setelah makan, kami lanjut berjalan menuju sisi St James Park yang terbuka untuk piknik. Teh Erna menggelar tikar piknik ala “mamah-mamah cantik” yang sengaja dibawanya dari Jakarta untuk piknik dan kami pun mulai duduk, tiduran, atau sekadar ngobrol.

Lalu Sarah dan Nino mulai memotret dengan latar belakang taman, pohon hingga rumput. Bisa dibilang, daun-daun maple dan birch yang berguguran di London pada musim ini membuat foto-foto di segala sudut taman ini menjadi “instagramable”.

Selain piknik dan foto-foto, para pengunjung di sekitar kami juga melakukan aktivitas lain, seperti duduk baca buku dengan didampingi anjing peliharaan, anak-anak berlarian atau sekadar bermain dengan tupai serta berbagai jenis burung, seperti merpati dan pelikan, di rerumputan. Burung-burung di taman ini bisa dibilang sangat ramah kepada manusia. Didekati pun tidak akan kabur.

Segar rasanya bisa piknik di alam terbuka. Meski udaranya dingin, matahari dengan sangat baik mencurahkan kehangatan sinarnya sore itu.

Karena waktu terus berputar, kami lalu beranjak menuju destinasi selanjutnya.

 

St James Park adalah taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham. Taman ini juga meliputi danau yang membentang dengan angsa, pelikan dan berbagai burung lainnya yang beterbangan dan bermain di atasnya. Pengunjung juga bisa melihat tupai berlarian dan memanjat pohon. Banyak hal yang bisa dilakukan mulai duduk-duduk di bangku taman, makan siang, hingga piknik di atas rumput.KOMPAS.com/Caroline Damanik St James Park adalah taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham. Taman ini juga meliputi danau yang membentang dengan angsa, pelikan dan berbagai burung lainnya yang beterbangan dan bermain di atasnya. Pengunjung juga bisa melihat tupai berlarian dan memanjat pohon. Banyak hal yang bisa dilakukan mulai duduk-duduk di bangku taman, makan siang, hingga piknik di atas rumput.

 

St James Park adalah taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham. Taman ini juga meliputi danau yang membentang dengan angsa, pelikan dan berbagai burung lainnya yang beterbangan dan bermain di atasnya. Pengunjung juga bisa melihat tupai berlarian dan memanjat pohon. Banyak hal yang bisa dilakukan mulai duduk-duduk di bangku taman, makan siang, hingga piknik di atas rumput.KOMPAS.com/Caroline Damanik St James Park adalah taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham. Taman ini juga meliputi danau yang membentang dengan angsa, pelikan dan berbagai burung lainnya yang beterbangan dan bermain di atasnya. Pengunjung juga bisa melihat tupai berlarian dan memanjat pohon. Banyak hal yang bisa dilakukan mulai duduk-duduk di bangku taman, makan siang, hingga piknik di atas rumput.

 

Bertemu fosil dinosaurus

Saat menyusuri trotoar di Cromwell Road, dari arah South Kensington Station, saya sudah dibuat takjub memandangi bangunan klasik Natural History Museum yang menjulang megah.

Bangunan yang juga dikenal dengan nama Waterhouse Building ini didesain oleh Alfred Waterhouse. Dia memodifikasi desain karya Captain Francis Fowke yang meninggal sebelum bisa mewujudkan rancangannya.

Kami tiba di gerbang masuk dan menemukan gelanggang ice skating di halaman museum dengan pohon natal lengkap dengan hiasan di bagian tengahnya. Ya, Christmas vibes sudah mulai hadir di berbagai sudut kota London, padahal baru awal November.

 

Gelanggang ice skating yang ada di halaman National History Museum di Cromwell Road, London, Senin (6/11/2017). Ice rink ini sengaja dibuat menyambut perayaan Natal lebih awal.


Sejumlah orang sudah asyik bermain ice skating. Sejumlah orang, hmmm, sebenarnya menurut saya lebih tepat sejumlah pasangan sih. Karena mereka yang bermain kebanyakan pria dan wanita yang bergandengan tangan. Dingin-dingin begini memang paling bener bergandengan tangan supaya hangat.

Usai foto-foto di ice rink, kami melangkah masuk ke Natural History Museum. Baru masuk saja saya sudah kembali terperangah. Wow, keren sekali.KOMPAS.com/Caroline Damanik Gelanggang ice skating yang ada di halaman National History Museum di Cromwell Road, London, Senin (6/11/2017). Ice rink ini sengaja dibuat menyambut perayaan Natal lebih awal. Sejumlah orang sudah asyik bermain ice skating. Sejumlah orang, hmmm, sebenarnya menurut saya lebih tepat sejumlah pasangan sih. Karena mereka yang bermain kebanyakan pria dan wanita yang bergandengan tangan. Dingin-dingin begini memang paling bener bergandengan tangan supaya hangat. Usai foto-foto di ice rink, kami melangkah masuk ke Natural History Museum. Baru masuk saja saya sudah kembali terperangah. Wow, keren sekali.

Sejumlah orang sudah asyik bermain ice skating. Sejumlah orang, hmmm, sebenarnya menurut saya lebih tepat sejumlah pasangan. Karena mereka yang bermain kebanyakan pria dan wanita yang bergandengan tangan.

Dingin-dingin begini memang paling bener bergandengan tangan supaya hangat.

(Baca juga: Setengah Hari di Greenwich, Menapak Garis Meridian dan Menyeruput "Afternoon Tea")

Usai foto-foto di ice rink, kami melangkah masuk ke Natural History Museum. Baru masuk saja saya sudah kembali terperangah. Wow!

Baru masuk saja, saya langsung melihat sebuah fosil tergantung di langit-langit ruangan besar yang disebut Central Hall. Belakangan saya tahu itu adalah kerangka paus biru raksasa.

Kerangka ini baru saja menggantikan replika fosil Diplodocus, dinosaurus jenis Brontoasuarus sepanjang 32 meter yang selama ini berada di Central Hall.

Di balik kerangka paus biru yang tergantung, di langit-langit Central Hall terukir gambar berbagai jenis tumbuhan dari seluruh dunia.

Sementara itu, tepat di atas tangga, ada patung Charles Darwin, ilmuwan yang terkenal karena teori evolusinya. Memang di museum ini juga terdapat Darwin Centre yang menjadi galeri sekaligus pusat riset paleontologi.

Natural History Museum adalah museum sejarah alam di London yang memiliki 80 juta spesimen dari lima koleksi utama, yaitu botany (tumbuhan), entomology (serangga), mineralogy (mineral), paleontology (fosil hewan dan tumbuhan) serta zoology (hewan).

Saking banyaknya koleksi yang dimiliki, museum ini kerap disebut A Cathedral of Nature (Katedral Alam). Dulunya, museum ini merupakan bagian dari British Museum. Namun karena koleksinya bertambah banyak dan membutuhkan ruang yang lebih banyak pula, museum ini diputuskan memisahkan diri pada 1866 dengan nama British Museum (Natural History). Namanya baru berubah menjadi Natural History Museum pada tahun 1992.

Natural History Museum di London, Inggris, merupakan museum sejarah alam yang memiliki 80 juta spesimen dari lima koleksi utama, yaitu botany (tumbuhan), entomology (serangga), mineralogy (mineral), paleontology (fosil hewan dan tumbuhan) serta zoology (hewan).KOMPAS.com/Caroline Damanik Natural History Museum di London, Inggris, merupakan museum sejarah alam yang memiliki 80 juta spesimen dari lima koleksi utama, yaitu botany (tumbuhan), entomology (serangga), mineralogy (mineral), paleontology (fosil hewan dan tumbuhan) serta zoology (hewan).

 

Fosil paus biru raksasa digantung di langit-langit Central Hall di Natural History Museum, Senin (6/11/2017). Di belakangnya, tepat di atas tangga, terdapat patung Charles Darwin, ilmuwan yang terkenal karena teori evolusinya. KOMPAS.com/Caroline Damanik Fosil paus biru raksasa digantung di langit-langit Central Hall di Natural History Museum, Senin (6/11/2017). Di belakangnya, tepat di atas tangga, terdapat patung Charles Darwin, ilmuwan yang terkenal karena teori evolusinya.

Dalam waktu singkat yang tersedia, saya memutuskan untuk mengunjungi ruang koleksi dinosaurus, Dinosaurs Hall, di blue zone. Baru masuk ruang ini saja, pengunjung langsung disambut fosil dinosaurus yang digantung. Setiap fosil atau replikanya dilengkapi dengan media interaktif yang menunjukkan informasi masing-masing dinosaurus.

Ada pula media informasi lain yang membuka wawasan tentang dinosaurus mulai dari mana datangnya dinosaurus hingga kematian dinosaurus serta layar permainan untuk menguji pengetahuan pengunjung tentang dinosaurus.

Pada saat kami datang, sedang ada pameran khusus tentang Tyrannosaurus rex atau T-rex. Di sebuah ruangan di hall ini, sebuah replika T-rex menggeram dan mengaum berulang kali. Ukuran dan bentuknya dibuat menyerupai T-rex yang sudah diteliti secara ilmiah. Oleh karena itu, di ruangan ini, pengunjung akan mendapatkan sensasi berjumpa dengan T-rex.

Kalau saya tatap dalam-dalam wajah dan wujudnya, rasakan suasana gelap yang mencekam serta mendengar auman serta geramannya, saya jadi bergidik juga.

(Baca juga: ''Berangkat ke Hogwarts'' di Platform 9 3/4 King's Cross Station London)

Namun, orang-orang yang mengunjungi hall ini tampaknya tidak ingin seserius saya. Mereka asyik ber-selfie ria dengan si T-rex. Tentu saja tanpa tongkat selfie karena hampir seluruh museum di London sudah melarang penggunaan selfie stick untuk alasan keamanan.

Di hall ini pula saya bertemu dengan replika fosil “Dippy” Diplodocus yang tadinya berada di Central Hall. Saking besarnya, kamera ponsel saya tidak bisa menangkapnya dalam satu jepretan. Dippy dipajang hampir dekat pintu keluar. Menurut media informasi di dekatnya, beratnya bisa mencapai 25 ton. Wew.

Hall lain yang juga harus dikunjungi adalah Mammals Hall dengan koleksi fosil paus biru raksasa dan gajah dari berbagai masa serta Darwin Centre dengan koleksi cumi-cumi raksasa sepanjang 8,62 meter bernama Archie. Archie ditangkap di kedalaman 220 meter lalu diawetkan di dalam campuran cairan formalin dan larutan garam.

Suasana di Dinosaurs Hall di Natural History Museum di London, Senin (6/11/2017). Di tempat ini tersimpan berbagai fosil maupun replikanya dari berbagai jenis dinosaurus yang pernah ditemukan. KOMPAS.com/Caroline Damanik Suasana di Dinosaurs Hall di Natural History Museum di London, Senin (6/11/2017). Di tempat ini tersimpan berbagai fosil maupun replikanya dari berbagai jenis dinosaurus yang pernah ditemukan.

 

Replika Tyrannosaurus rex atau T-rex di Dinosaurs Hall di Natural History Museum London, Senin (6/11/2017). Replika ini memberikan sensasi berjumpa dengan T-rex kepada pengunjung.KOMPAS.com/Caroline Damanik Replika Tyrannosaurus rex atau T-rex di Dinosaurs Hall di Natural History Museum London, Senin (6/11/2017). Replika ini memberikan sensasi berjumpa dengan T-rex kepada pengunjung.

Natural History Museum terbagi dalam 4 zona, yaitu blue, orange, green dan red. Di zona red, misalnya, pengunjung bisa mengunjungi Volcanos and Earthquakes Hall yang memamerkan koleksi bebatuan dari lapisan atas tanah sampai perut bumi serta informasi gempa bumi dan letusan gunung berapi.

Museum ini termasuk dalam jajaran museum bergengsi di London yang tidak memungut biaya untuk pengunjungnya alias gratis, sebut saja yang lain seperti Science Museum dan Victoria and Albert Museum. Hanya sejumlah pameran khusus saja yang mengharuskan pengunjung untuk membayar.

Pengelola menyediakan kotak donasi di depan pintu masuk dan pintu keluar untuk para pengunjung yang terpanggil untuk merawat koleksi dengan memberikan donasi. Selain itu, pengelola juga menjual buku panduan dan informasi untuk menjelajah museum. Saat saya menanyakan di meja informasi, buku itu dijual seharga 1 pounds saja.

 

Koleksi Natural History Museum London di Mammals Hall, Senin (6/11/2017).KOMPAS.com/Caroline Damanik Koleksi Natural History Museum London di Mammals Hall, Senin (6/11/2017).

Sepanjang pengamatan saya, mayoritas yang datang ke museum ini adalah anak muda dan anak-anak usia sekolah. Saya melihat pula ada serombongan remaja yang datang dengan berseragam dipandu oleh dua gurunya di depan Earth’s Treasury hall.

Sementara itu, sebelum masuk museum tadi, saya melihat serombongan siswa usia sekolah dasar baru saja keluar dari museum bersama 3 gurunya menuju halte bus di depan museum. Sekilas, saya dengar, ada seorang anak yang sudah dua kali datang ke museum ini dan dia tetap seru bertukar cerita tentang dinosaurus dengan teman di sebelahnya.

Kalau saja punya waktu lebih lama, saya pasti akan melanjutkan keliling museum ini. Sayangnya jam sudah hampir menunjukkan pukul 17.50, museum sudah harus tutup, sedangkan kami harus melanjutkan perjalanan ke Harrods.

Meski memuat cerita dari ribuan tahun lalu, Natural History Museum tidak terkesan kuno dan kumuh, malah justru terlihat keren.

Saya teringat anak-anak SD yang saya temui saat masuk museum tadi. Mata mereka berbinar-binar, seperti terpuaskan, merdeka.

Pantas saja mereka tidak bosan keluar masuk museum...

 

A country that has few museums is both materially poor and spiritually poor. Museums, like theaters and libraries, are a means to freedom.” - Wendy Beckett (suster Katolik sekaligus kritikus seni asal Inggris)

 

 

BERSAMBUNG: Apa Kabar London Hari Ini? (3)

 

 

Kotak donasi yang disediakan pengelola Natural History Museum London untuk para pengunjung yang ingin turut merawat koleksi dengan berdonasi. Cukup 5 pounds saja. Natural History Museum termasuk dalam jajaran museum bergengsi di London yang tidak mengenakan biaya masuk kepada para pengunjungnya.KOMPAS.com/Caroline Damanik Kotak donasi yang disediakan pengelola Natural History Museum London untuk para pengunjung yang ingin turut merawat koleksi dengan berdonasi. Cukup 5 pounds saja. Natural History Museum termasuk dalam jajaran museum bergengsi di London yang tidak mengenakan biaya masuk kepada para pengunjungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com