Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat dari Dekat Kehidupan Suku Dayak di Lamandau Kalteng

Kompas.com - 02/12/2017, 09:40 WIB
Kontributor Pangkalan Bun, Nugroho Budi Baskoro

Penulis

PANGKALAN BUN, KOMPAS.com - Enam orang menari dengan mengenakan busana kulit kayu, topi berbulu burung enggang dengan replika paruh panjangnya, menyambut para tetamu yang datang.

Ditingkahi suara gendang, garantung, gong dan bebunyian dari alat musik tradisional lainnya, para penari itu terlihat tetap lincah, sekalipun rintik hujan sedang turun.

Begitulah cara masyarakat Dayak di Desa Lopus, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah menyambut tamunya. Tapi, itu baru permulaan. Ada potongan-potongan kayu bambu melintang di depan puluhan tamu dari dalam dan luar negeri itu.

(Baca juga : Bapalas Benua Bekasik, Upacara Adat Suku Dayak Usai Panen)

Seorang mantir (kepala) adat, kemudian maju ke depan. Dengan bahasa setempat, ia menanyakan maksud kedatangan para tamu itu. Setelah jelas, perwakilan dari tamu itu harus memotong kayu-kayu yang melintang.

Ritual memotong kayu itu disebut Garung Pantan. Ritual yang sama harus dilalui para tamu di kampung Dayak lainnya, di Kabupaten Lamandau itu. Ini dialami para tamu itu sehari kemudian, ketika berkunjung ke komunitas Dayak di Kelurahan Tapinbini, Kecamatan Lamandau.

(Baca juga : Tarian Pebekatawai, Simbol Persaudaraan Suku Dayak Kenyah)

Para tamu yang datang itu memang spesial. Mereka datang dari Italia, Belanda, Singapura, Jakarta, dan beberapa kota lain di Indonesia dalam agenda famtrip ke destinasi wisata Lamandau dan Tanjung Puting yang diinisiasi Swiss Contact dan Dinas Pariwisata Kabupaten Lamandau, 26-30 November 2017.

Para tamu di Desa Lopus, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, wajib ikut baigal atau menari di acara bagondang, Jumat (30/11/2017).KOMPAS.COM/BUDI BASKORO Para tamu di Desa Lopus, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, wajib ikut baigal atau menari di acara bagondang, Jumat (30/11/2017).

Destinasi Baru

Namun, perlakuan istimewa itu bukan semata karena keistimewaan rombongan besar itu. Lopus dan Tapinbini merupakan destinasi wisata baru, yang dalam dua tahun terakhir mulai biasa menerima wisatawan.

"Sudah ada 120 kunjungan wisatawan sejak tahun lalu ke desa Lopus," ungkap Rasdi Wangsa, Office Manager Swiss Contact untuk kegiatan pariwisata di destinasi Tanjung Puting, pada Kompas.com, di Pangkalan Bun, Jumat (30/11/2017) malam.

Dua desa di pelosok Kalimantan Tengah ini menyuguhkan pertunjukan tradisi dan lifestyle tradisional suku Dayak dan lingkungan hidupnya yang masih alami. Wisatawan bisa melihat dari dekat kehidupan dan tradisi suku Dayak dan alamnya itu.

Masih dalam rangkaian Garung Pantan tadi, para tetamu kemudian disuguhi welcome drink berupa tuak manis di dalam sepotong bambu. Di Tapinbini, welcome drink tuak manis disajikan dalam tanduk kerbau.

Mereka lalu ditunjukkan bagaimana caranya mengupas kulit kayu, dan menjadikannya sebagai bahan untuk membuat pakaian, ikat kepala, dan topi tradisional yang disebut lawung.

Di Tapin Bini, mereka bisa menyaksikan bagaimana masyarakat Dayak memproduksi beras dengan cara ditumbuk. Mereka juga dapat menonton dan mencoba permainan tradisional. Lalu, tentu saja, menyaksikan dan mencoba menggunakan sumpit, senjata tradisional khas Dayak.

Penari Dayak menyambut para tamu di Desa Lopus, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Jumat (30/11/2017). KOMPAS.COM/BUDI BASKORO Penari Dayak menyambut para tamu di Desa Lopus, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Jumat (30/11/2017).

Terlibat

Menyaksikan dari dekat tradisi Dayak, tak berarti menjadikan para tamu sekadar penonton. Sebagai tamu, yang diperlakukan terhormat, mereka juga dilibatkan aktif dalam ritual ikat tongang dan bagondang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com