Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Mitos Tentang Teh yang Anda Harus Tahu

Kompas.com - 06/12/2017, 17:06 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Teh memang merupakan minuman kesehatan. Banyak orang yang juga menyebut teh sebagai minuman pelangsing. Namun ada pula orang yang mengatakan teh sebagai sumber penyakit.

Teh sebagai salah satu minuman favorit cukup banyak menuai kebingungan. Ada yang menyebut teh sebagai obat untuk kesehatan, pelangsing, tetapi ada juga yang bilang teh sebagai sumber penyakit tertentu.

KompasTravel coba menanyakan beberapa mitos seputar teh kepada para ahli teh, praktisi, dan tea sommelier. 

1. Teh tidak bisa larutkan lemak

Tidak sedikit yang beranggapan teh bisa melarutkan lemak, terutama teh hijau yang kerap jadi obat pelangsing kaum hawa. Menurut seorang praktisi teh, Bambang Larensolo, teh hanya sebagai penghambat penyerapan lemak.

“Fungsinya (teh) hanya menghambat penyerapan lemak. Namun itu juga tergantung banyaknya teh yang diminum dan lemak yang dimakan,” terangnya saat Seminar Teh di SIAL Interfood, Kamis (23/11/2017).

Dalam kesempatan yang sama, ahli teh Ratna Soemantri menambahkan bahwa zat dalam teh yang berperan menghampat lemak ialah katekin.

“Katekin itu membantu lemak tidak semua diserap oleh tubuh. Penyerapan lemak dalam tubuh namanya emusifikasi. Nah ketekin dalam teh hanya memecah proses emusifikasi, jadi penyerapan terhambat, tepi tetap ada yang diserap (lemaknya),” jelas Ratna kepada KompasTravel.

Ratna menyarankan untuk tetap melakukan latihan olahraga ringan, agar lemak yang mengendap dalam tubuh terbakar sempurna.

2. Teh dapat menyebabkan batu ginjal

Pada awal tahun 2000 mulai terdengar kabar bahwa minum es teh bisa menyebabkan batu ginjal. Salah satu zat yang berperan dalam teh ialah oksalat, diduga menyebabkan pengendapan pada ginjal.

“Uniknya di daerah produksi dan konsumsi teh tertinggi yaitu Inggris dan China, sangat jarang ada pasien batu ginjal, apalagi gara-gara teh,” ujar Bambang.

Sedangkan yang ia temui di Indonesia, penderita batu ginjal banyak terdapat di Gunungkidul, Yogyakarta. Ternyata karena kandungan kapur yang tinggi dalam airnya.

“Setelah ditanya ke dokter sana, ternyata karena endapan kapur dalam air, jadi tanpa teh juga di sana rawan batu ginjal,” ujarnya.

Dalam penelitian yang dibaca oleh bandung, kandungan kapur dalam air jika bertemu oksalat pada teh bisa menimbulkan batu ginjal. Jadi air seduhan teh jelas menentukan.

3. Teh bisa mengobati diabetes dan kolesterol

Ini yang belum bisa dipastikan. Belum ada pernyataan jelas dari hasil-hasil penelitian menurut Ratna Soemantri dan Bambang Larensolo.

“Hampir semua jurnal penelitian lokal dan internasional tentang ini sangat beragam hasilnya, saling bantah dan saling evaluasi terkait teh dan diabetes, juga kolesterol,” terang Ratna.

Namun sebenarnya, diabetes sangat erat dengan konsumsi gula. ORang Indonesia sangat lazim menggunakan banyak gula dalam konsumsi tehnya. Sedangkan kolesterol, menurut Bambang, logikanya mirip mitos teh yang bisa melarutkan lemak.

4. Kepekatan teh membuat maag kambuh

Banyak yang bilang teh yang pekat akan sensitif terhadap penderita maag. Ini dibenarkan oleh keduanya. Terlebih di Indonesia, terutama Jawa, menyeduh teh hingga berwarna pekat dan terasa pahit sudah merupakan hal yang lumrah.

Padahal yang baik ialah light tea, sepanjang aroma dan warna airnya sudah berubah maka di situlah khasiat zat terbaik dari teh keluar.

“Ada zat-zat dalam teh yang memang bisa membahayakan jika terlalu banyak (dikonsumsi), seperti kafein, sama dengan kopi yang bisa sensitif terhadap maag,” ujar Ratna.

********************

Mau paket wisata gratis ke Thailand bersama 1 (satu) orang teman? Ikuti kuis kerja sama Omega Hotel Management dan Kompas.com dalam CORDELA VACATION pada link INI. Hadiah sudah termasuk tiket pesawat (PP), penginapan, dan paket tur di Bangkok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com