Musik dan gerakan yang dinamis mendominasi hampir sepanjang pertunjukkan. Bahkan di tengah-tengah pertunjukan juga disajikan fragmen"Meras Gandrung", yaitu wisuda penari muda menjadi penari gandrung profesional yang piawai menari dan bernyanyi.
Mereka juga memainkan alat musik tradisinoal, mulai angklung, gamelan yang dimainkan secara langsung oleh musisi-musisi muda di Singojuruh. Pagelaran melibatkan 150 pemain terbang atau rebana yang dikenal oleh masyarakat Banyuwangi sebagai kesenian hadrah.
Baca juga : Perayaan 1 Suro di Banyuwangi...
"Walaupun pagelaran ini diadakan di lapangan terbuka kecamatan namun kita tidak ingin menampilkan sesuatu yang biasa-biasa saja. Pagelaran yang berkualitas juga bisa dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di desa-desa tidak harus mereka yang tinggal di kota," jelas Muhammad Lutfi, Camat Singojuruh kepada Kompas.com, Sabtu (16/12/2017).
Selama kurang dari satu bulan, menurut Lutfi, anak-anak muda di Singojuruh berlatih untuk menampilkan yang terbaik untuk penonton.
Pagelaran melibatkan mahasiswa STKW Surabaya, hampir 50 persen lebih anak muda yang terlibat dalam pementasan tersebut berasal dari wilayah Singojuruh dan sekitarnya.
(Baca juga : Seblang, Ritual Tari Mistis Berusia Ratusan Tahun di Banyuwangi)
"Ini bukan hanya sekedar pagelaran tapi juga sebagai sarana untuk mengenalkan Singojuruh serta menambah kepercayaan diri para pemuda di sini bahwa mereka bisa berkarya. Dan ini akan menjadi wadah untuk anak-anak muda berkarya dalam bentuk seni tari, drama dan musik tradisional," pungkas Lutfi.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan