Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkah Badai di Maladewa...

Kompas.com - 18/01/2018, 07:15 WIB

Usai snorkeling pertama, saya ditantangi pemandu kami yang mengajak saya scuba diving. Diimingi bisa melihat ikan hiu, saya setuju menambah sekitar 50 dollar AS untuk menyelam. Sungguh, saya tak menyesal! Hanya di kedalaman 15 meter saya melihat lima reef sharks mondar-mandir dari arah depan, samping kiri dan di atas kepala saya! Woohoo!

Saking serunya, saya sampai tak berasa hujan deras di atas permukaan air, saya sampai menggigil kedinginan karena tidak memakai wet-suit khusus untuk menyelam.

Ketika naik ke kapal, saya dipelototin orang sekapal karena kelamaan menunggu saya, di atas kapal yang terombang-ambing ombak besar dan hujan. Duh, maaf.

"Mahal"-nya Male

Male adalah ibu kota Maladewa yang di zaman kuno disebut "Mahal", karena dianggap sebagai asal mula "Mahal Dvipa" atau "Maléldvip" atau "kepala pulau".

Bagi wisatawan Asia (khususnya Indonesia), kata "Mahal" bisa diartikan secara harfiah. Harga di negara ini memang tidak murah. Kebanyakan barang diimpor dari Thailand, Sri Lanka, membuat biaya hidup di Maladewa secara keseluruhan semakin mahal.

Dibandingkan 13 tahun yang lalu, Male sekarang tak imut lagi. Banyak pembangunan di mana-mana. Walaupun banyak bagian kota yang ditambah dan diperluas, Male tetaplah sebuah pulau.

Banyak pendatang dari pulau-pulau sekitar yang bekerja dan menetap di Male, membuat pulau ini semakin sesak dan tak lagi bisa menampung penduduknya.

Monumen Tsunami di Male, Maladewa.NOVA DIEN Monumen Tsunami di Male, Maladewa.
Namun, Male di malam hari terlihat cantik, penuh dengan lampu yang bersinar dari setiap gedung perkantoran dan apartemen.

Salah satu situs yang kami kunjungi adalah Monumen Tsunami yang berada di sebuah taman, sebagai pengingat akan kekuatan alam yang lebih dari manusia.

Fakta tertera ada lebih dari 100 pulau lenyap berkat erosi alami dari laut dan naiknya permukaan air sisa badai Tsunami 26 Desember 2004.

Bagi banyak pulau yang tersisa, erosi pantai terus menjadi masalah besar. Jadi jangan heran melihat banyak dinding pantai yang dibangun di sekitar pulau untuk membantu memecahkan gelombang atau pompa di pantai untuk memompa pasir kembali ke daratan.

Seaplane

Saatnya kami pindah ke resort island! Tujuan kami berikutnya adalah sebuah pulau pribadi yang berlokasi di bagian selatan Maladewa. Untuk mencapai pulau ini, kami terbang dengan pesawat amfibi atau seaplane.

Ruang kokpit pesawat amfibi (seaplane) Maldivian Airline dalam penerbangan menuju Niyama Private Islands di Maladewa. NOVA DIEN Ruang kokpit pesawat amfibi (seaplane) Maldivian Airline dalam penerbangan menuju Niyama Private Islands di Maladewa.
Ini adalah impian saya, karena terbang dengan seaplane masuk dalam daftar ‘wish-list’ saya. Biaya transportasi pesawat ini adalah sekitar 600 dollar AS per orang dari bandara Male pulang-pergi.

Pesawat baling-baling milik Maldivian Airline (ww.maldivian.aero) yang kami naiki ini berkapasitas 18 tempat duduk. Kami mendapat kursi paling depan, dibelakang kokpit.

Terus-terang, saya sedikit takut karena ukuran pesawatnya yang kecil. Saya gugup melihat kedua pilot yang masih muda, kurus dengan kaki telanjang di belakang kemudi. Kami kemudian diberikan earplug untuk menutupi suara bising saat pesawat terbang.

Namun, ternyata ketakutan saya tidak beralasan. Selain pesawat Twin Otter ini sangat aman, karena dalam keadaan darurat bisa kapan saja mendarat di air.

Disambut tim saat tiba di Niyama Private Island di Maladewa.NOVA DIEN Disambut tim saat tiba di Niyama Private Island di Maladewa.
Saat lepas landas pun sangat halus, wush... kami menanjak naik bagaikan burung di atas laguna pirus yang berkilau di bawah sinar matahari. Ini mungkin adalah pemandangan terindah dalam hidup saya.

Bak seekor burung dari atas, kami melihat birunya air laut, hijaunya terumbu karang dan betapa putihnya pasir yang mengelilingi laguna.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com