Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal Usul Kampung Pulo Garut, Kampung dengan 7 Bangunan

Kompas.com - Diperbarui 03/09/2021, 14:23 WIB
Anggita Muslimah Maulidya Prahara Senja,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

 


Aturan larangan di Kampung Pulo

Beberapa aturannya soal atap rumah seperti tidak boleh menabuh gong besar, dan tidak diperkenankan beternak binatang besar berkaki empat.

Lalu, tidak boleh datang ke makam keramat pada hari Rabu dan malam Rabu. Kemudian, tidak boleh menambah bangunan pokok, menambah kepala keluarga, dan mencari nafkah di luar wilayah desa.

Baca juga: Situ Bagendit di Garut Bakal Punya 6 Zona Wisata, Apa Saja?

“Atap rumah harus memanjang. Kalau soal menabuh gong besar ada kaitannya dengan anak Eyang. Waktu beliau mau menyunat anak beliau,” kata Umar.

Rumah Adat Kampung Pulo yang berada di sekitar Candi Cangkuang, Garut, Jawa Barat.ERISTO SUBYANDONO Rumah Adat Kampung Pulo yang berada di sekitar Candi Cangkuang, Garut, Jawa Barat.

Umar lanjut bercerita, ketika anak laki-laki tersebut disunat, diadakan pesta besar. Acara tersebut dilengkapi dengan arak-arak sisingaan yang diiringi musik gamelan menggunakan gong besar.

Namun, saat itu ada angin badai yang menima anak tersebut. Lalu terjatuh dari tandu, sehingga menyebabkan anak laki-laki itu meninggal dunia.

“Maka dari itu agar tidak terulang lagi dijadikan sebuah larangan dan nggak boleh dilakukan oleh keturunannya yang tinggal di Kampung Pulo,” ujar Umar.

Baca juga: Liburan ke Garut? Ini Tipsnya..

Sementara itu, masyarakat boleh memakan atau menyebelih hewan besar berkaki empat seperti kambing, kerbau, dan sapi. Namun tidak diperkenankan untuk beternak.

Alasannya karena masyarakat Kampung Pulo mencari nafkah dengan bertani dan berkebun, sehingga takut hewan tersebut merusak sawah juga kebun mereka.

Selain itu juga, di daerah desa tersebut banyak terdapat makam keramat, sehingga ditakutkan hewan-hewan mengotori makam. Masyarakat Kampung Pulo boleh beternak asalkan tidak membawa hewan tersebut ke Pulau Panjang atau Kampung Pulo.

Sementara soal larangan ziarah pada hari Rabu dan malam Rabu, kata Umar, pada masa agama Hindu, hari terbaik menyembah patung pada hari Rabu dan malam Rabu. Sementara saat almarhum Embah Dalem, hari tersebut digunakan untuk memperdalam ajaran agama Islam.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com