Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjelajahi Desa Tenun di Manggarai Timur, Flores (1)

Kompas.com - 10/02/2018, 10:06 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

Berawal dari melihat cara menenun ibu sejak usia dini, melihat cara-cara memasukkan benang dengan peralatan tenun. Merajut benang-benang itu untuk membentuk sebuah kain. Ketika seorang perempuan beranjak dewasa, seorang ibu mulai melatihnya dan mempraktikkannya.

Seorang ibu setia melatih dan memberikan dorongan kepada anak perempuan agar bisa menenun sendiri kain tenun untuk kebutuhan dirinya maupun untuk kebutuhan keluarga.

Perempuan yang tersebar di pelosok-pelosok Manggarai Timur bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka sangat setia, tekun dan merawat warisan leluhur.
Sesungguhnya perempuan yang tersebar di pelosok-pelosojk itu sungguh sangat hebat. Namun, kadang-kadang tidak dihargai karyanya. Namun, mereka tetap bekerja tanpa kenal lelah.

Mereka sering memanfaatkan waktu luang pada malam hari apabila urusan domestik dalam keluarga untuk melayani suami dan anak-anak selesai dilaksanakan. Mereka biasanya menenun di sudut dapur bersebelahan dengan tungku api. Sehari-hari seorang perempuan yang sudah berkeluarga harus bekerja ekstra keras di dalam rumah, seperti memasak, menimba air, bekerja di ladang serta melayani kebutuhan suaminya.

Sesungguhnya yang bekerja sangat total di kampung-kampung adalah kaum perempuan. Namun, sistem patrilineal membuat kaum perempuan kadang-kadang tidak diperhitungkan.

Penopang Hidup Keluarga

Selain penghasilan suami dari kerja harian di kampung-kampung, perempuan juga mencari cara untuk menambahkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Hasil tenun yang dirajutnya dijual ke pasar dan pelanggan yang datang langsung di rumahnya.

Penenun di FloresKOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Penenun di Flores
Selain itu ada juga diberikan secara cuma-cuma kepada famili dan anggota keluarga yang sangat membutuhkannya. Nilai sosialnya juga sangat tinggi walaupun untuk menghasilkan satu kain tenun membutuhkan waktu sebulan atau dua bulan, apabila tidak sibuk dengan pekerjaan lainnya.

Kebutuhan hidup keluarga tak cukup dengan penghasilan suami, juga menjual hasi bumi seperti padi, jagung, vanili, kakao, cengkeh, kopi dan lain sebagainya. Apalagi di era sekarang dengan kebutuhan hidup keluarga yang semakin tinggi.

Penjualan hasil bumi untuk membiayai pendidikan anak-anak dan biaya adat membuat kaum perempuan bekerja ekstra keras dengan menenun kain.

Selain memenuhi kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk berkomunikasi juga semakin meningkat karena teknologi yang memudahkan untuk berkomunikasi dari sudut negeri untuk sesama saudara atau anak-anak yang sedang sekolah di tempat jauh.

Kebutuhan untuk membeli pulsa bagi handphone juga tidak bisa dibendung lagi. Bahkan, membeli handphone untuk memudahkan berkomunikasi menjadi sebuah kebutuhan primer dalam diri warga di seluruh pelosok-pelosok negeri ini.

Jelajah Desa Tenun

Sejak Minggu (28/1/2018), Kompas.com bersama dengan Benediktus Adeni (sopir) dan Levi Betaya melaksanakan perjalanan dari Kota Borong menuju ke wilayah Elar. Kompas.com sudah mengumpulkan banyak informasi yang berkaitan dengan keunikan-keunikan di wilayah itu. Salah satunya adalah informasi tentang kain tenun khas Rembong dan Biting.

Kami berangkat pukul 13.00 Wita melintasi kawasan hutan konservasi Banggarangga, kawasan kopi colol di Kecamatan Pocoranaka Timur, selanjutnya ke wilayah Watunggong, Kecamatan Sambirampas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com