Setelah selesai minum kopi, kami bergegas menuju ke Desa Gololebo, di mana tujuan utama kami hari itu adalah tembus Kampung Marabola untuk mengumpulkan bahan liputan tentang pohon cendana yang diceritakan sebelumnya.
Mobil Estrada yang cocok melintasi jalan rusak akhirnya berhenti di tengah jalan karena tidak mampu melintasi jalan berlubang yang terbawa banjir akibat hujan deras di wilayah itu dalam beberapa bulan terakhir.
Sebelum tiba di kampung itu, kami menyeberangi dua kali besar. Beruntung kali belum banjir. Apabila kalinya banjir maka kami memutuskan untuk kembali ke Elar.
Jalan dari Desa Kaju Wangi menuju wilayah Desa Gololebo sudah dipasang batu. Setiba di tengah jalan, kami melintasi jalan tanah dan berlumpur. Sopir yang memiliki nyali besar mengingatkan kami agar tidak meneruskan perjalanan dengan kendaraan. Kami sepakat kendaraan diparkir, lalu kami jalan kaki menuju kampung Marabola. Kami tiba pukul 15.30 Wita.
“Hari itu kami cukup beruntung bahwa tuan rumah yang akan kami kunjungi berjumpa di tengah jalan. Nama tuan rumah yang akan kami kunjungi adalah Valentinus D Nangi. Dia hendak ke kebunnya. Akhirnya dia kembali bersama kami menuju rumahnya di kampung Marabola, Desa Legurlai, Kecamatan Elar.
Setiba di rumahnya, kami disambut dengan penuh hangat sebagai sesama saudara. Selanjutnya, dilangsungkan ritual adat untuk meminta izin masuk di wilayah perkampungan Marabola. Tak lama kemudian, kami disuguhkan kopi marabola.
Selesai minum kopi, saya mulai mengumpulkan bahan liputan tentang informasi pohon cendana.
Saat itu, warga dibawa oleh Romo Simon Nama, Pr. Lalu, sejak 1995, Ibu Maria Mue dari Bajawa memperkenalkan bibit pohon cendana kepada warga transmigrasi. Akhirnya, sejak 1995, warga menanam pohon cendana yang sangat terbatas.
Dalam perjalanannya, pohon cendana terus berkembang dan tumbuh subur di wilayah Kampung Marabola. Pohon Cendana menjadi penopang kehidupan keluarga selain tanaman holtikultura lainnya.
Nangi menjelaskan, pohon cendana berkembang biak melalui perantaraan burung sehingga pertumbuhan pohon itu semakin tahun semakin banyak.
“Kami bersyukur dan berterima kasih kepada Romo Simon Nama yang membawa kami ke tempat subur ini juga kepada Ibu Maria Mue yang memperkenalkan pohon cendana kepada warga transmigrasi lokal di Kampung Marabola. Dua tokoh ini selalu ada di hati warga Kampung Marabola. Selanjutnya warga Desa Legurlai menanam pohon cendana di lahan masing-masing,” ungkapnya.
“Kami menjual kepada para tengkulak yang datang langsung di kampung ini. Harga satu pohon berkisar Rp 800.000 sampai Rp 1.000.000. Itu pun para tengkulak sendiri yang menebang pohon itu. Pohon cendana sebagai sumber pendapatan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membiayai anak sekolah sampai tingkat perguruan tinggi,” jelasnya.
Syukur dan Paka menjelaskan, ada 115 kepala keluarga serta 400 jiwa warga Kampung Marabola.