Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Kulon Progo, Yuk Mampir ke Spot Instagramable di Watu Tekek

Kompas.com - 12/03/2018, 19:30 WIB
Dani Julius Zebua,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Batu menonjol pada sebuah hutan di Dusun Madigondo, Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta ini punya masa lalu yaitu tempat orang berburu hewan tokek. Konon reptil itu obat mujarab sakit kulit.

Lama berselang, seiring berkembangnya berbagai obyek wisata di Pegunungan Menoreh di Kulon Progo, batu itu kembali mengundang orang datang. Kali ini bukan untuk berburu, melainkan piknik.

Penamaan sebagai Watu Tekek memang mengambil sebutan yang sejak lama akrab di antara warga. Watu Tekek dalam Bahasa Jawa berarti batu (watu) dan tokek (tekek).

“Kisah dari simbah-simbah (bahasa Jawa: orang tua) dulu sudah menamai Watu Tekek ini, karena banyak tekek di antara batu-batu,” kata Suap Minah, warga yang tinggal tepat di depan pintu masuk obyek wisata ini.

Destinasi ini menyajikan panorama dari ketinggian berupa hamparan hijau hutan, dinding Perbukitan Menoreh yang tertutup pohon lebat, dan jurang tak terukur kedalamannya. Selain panorama, lokasinya hening dan berhawa sejuk.

Seperti obyek panorama di ketinggian pada umumnya, lokasi ini dilengkapi setidaknya beberapa jembatan dan gardu pandang untuk melihat keindahan alam maupun swafoto instagramable dengan latar Menoreh.

Pintu masuk obyek wisata Watu TekekKOMPAS.com/Dani J Pintu masuk obyek wisata Watu Tekek
Ada beberapa spot instagramable di Watu Tekek. Wisatawan hanya perlu jeli menentukan sudut pandang foto.

Ada gardu dan jembatan berdiri pada tonggak-tonggak bekas kayu pohon cengkeh. Lantai jembatan dan gardu kebanyakan dari kayu mahoni.

Beberapa gardu pandang lain juga berdiri pada pohon-pohon jati yang berada di sekeliling tempat itu. Beberapa lagi di pohon akasia.  

Luas obyek ini diperkirakan kurang dari setengah lapangan sepak bola dengan kontur membukit. Pada puncaknya terdapat batu sebesar badan truk yang menyembul keluar yang menjadi obyek utama.

“Untuk naik memang ada dua tangga curam ini. Tapi, untuk ibu-ibu, anak, dan pengunjung yang tidak berani, ada jalan lebih aman keliling batu,” kata Nuryati, warga yang ikut mengelola lokasi itu.

Dengan kondisi ini memang terasa agak sempit. Tentu akan semakin sempit bila banyak orang berduyun datang. Pengunjung juga harus sabar mengantre kalau ingin swafoto di gardu pandang, jembatan, merasakan sensasi di jembatan gantung, ataulah di gardu-gardu pohon yang bergoyang.

Destinasi ini muncul di 2016. Kisah para pemburu tokek kini berganti sebagai tempat piknik. Suap Minah menceritakan bahwa anak muda sekitar kampung sering datang ke sana dan memamerkan keindahan panorama.

Warga pun menangkap peluang wisata. Mereka membangun lokasi yang melewati lahan milik lima warga. Semula hanya 6 orang yang bekerja di sana, kini ada 20 orang warga.

Panorama hutan di pegunungan jadi andalan. Waktu yang paling tepat untuk wisata ke tempat ini adalah pagi dan sore sambil menikmati sapuan warna lembayung di langit karena matahari terbit ataulah tenggelam.KOMPAS.com/Dani J Panorama hutan di pegunungan jadi andalan. Waktu yang paling tepat untuk wisata ke tempat ini adalah pagi dan sore sambil menikmati sapuan warna lembayung di langit karena matahari terbit ataulah tenggelam.
Untuk terus menarik wisatawan, Watu Tekek terus berkembang dan mempercantik diri. Bunga warna-warni tumbuh dan bermekaran di sana. Memang belum ada bunga unik, tetapi warna-warninya enak dipandang dan tidak membosankan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com