Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Konyol Belanja di Thamel, Nepal

Kompas.com - 17/03/2018, 19:00 WIB
Wisnubrata,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

Toko itu dijaga sepasang suami istri bersama anaknya yang masih kecil. Sambil memilih syal dan mematut-matut, kami berulangkali minta tambahan diskon karena beli cukup banyak. Namun, penjual itu mengatakan sudah memberi harga terbaik.

Ya sudahlah, toh barangnya bagus dan harganya jauh di bawah toko di bagian depan Thamel. Apalagi penjual itu wajahnya polos, ditambah muka anaknya yang lucu, membuat kami menghabiskan banyak waktu (dan uang) di toko tersebut.

Lepas dari toko itu, beberapa teman masih mencari pernak-pernik dan barang-barang lain seperti teh Nepal, magnet kulkas bergambar Nepal, juga sandal-sandal rajutan yang cantik. Saya hanya ikut saja, kehabisan uang.

Sebenarnya beberapa dari kami juga sudah merasa cukup belanja, saat salah seorang kemudian masuk sebuah toko dan menjajal sendal. Kami yang lain ikut-ikutan saja masuk. Ternyata di bagian dalam toko banyak dipajang berbagai syal dan kain khas Nepal.

Iseng kami bertanya berapa harga syal serupa yang kami beli di toko sebelumnya. Pemilik toko, pria bernama Santosh yang berwajah mirip bintang film India mengatakan, "Ini barang bagus. Untuk Indonesia saya kasih 1.000 rupee saja."

Hah seribu rupee? Kami melongo karena harga itu belum ditawar. Maka segera kami tanya harga pas-nya. Tawar menawar pun terjadi dan dia berkata setengah berbisik. "OK untuk kalian 600 rupee tapi jangan bilang ke pembeli lainnya."

Kami rasanya lemas tapi sekaligus ingin mentertawakan kekonyolan sebelumnya. Saat uang menipis, malah ketemu toko yang paling murah.

"Jangan-jangan semakin ke ujung, harganya makin murah," seloroh saya ke Santosh.

Dia menjawab menggeleng-geleng sambil tersenyum, "Tidak, tidak. Di sini yang paling murah. Kamu bisa membandingkannya. Mereka semua mengambil dari saya."

Santosh pun dengan lihai mengeluarkan berbagai koleksinya, walau kita hanya menanyakan satu barang. "Yang ini berbeda, lebih halus, harganya lebih mahal sedikit. Yang ini kualitas premium, harganya beda lagi," ujarnya mengeluarkan banyak syal.

Melihat kami terpaku, dia melanjutkan, "Kalau ini the best, kamu tidak akan mendapat di toko lain," ujarnya.

Ia juga menerangkan bagaimana syal itu dibuat, dari bulu kambing gunung bagian mana. "Karena setiap bagian bulu beda kualitas. Yang terbaik adalah bulu leher, seperti yang ini," lanjutnya.

Kelihaian Santosh menawarkan barang dan bercerita membuat kami pun tak segan bergurau dengannya, sampai-sampai kami memanggilnya "Masbro". Niat belanja pun muncul lagi, dan kali ini yang dirogoh adalah kartu kredit.

Sayang menurut Masbro Santosh, alat pembayaran kartunya rusak.

"Tapi masbro, kamu bilang toko ini pemasok, kanapa kami nggak bisa bayar pakai kartu? Sementara di toko lain kami bisa gesek. Kurang meyakinkan nih," gurau kami.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com