Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembul Bujana, Tradisi Makan Bersama di Kulon Progo

Kompas.com - 18/04/2018, 13:16 WIB
Dani Julius Zebua,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Ribuan orang yang tersebar dalam kelompok-kelompok kecil memadati tengah Lapangan Deksa di Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta.

Mereka masing-masing berkerumun untuk menyantap nasi tumpang, sayur mayur, dan ingkung ayam utuh. Tidak sedikit di antara mereka juga sambil membawa sendiri nasi, sayur, dan lauk, yang juga disantap bersama.

Mereka menggunakan tatakan seadanya, seperti daun pisang ataulah kertas sebagai alas untuk makanan santap. Tampak beberapa warga juga membawa piring plastik hingga sendok plastik.

Baca juga : Nawu Sendang, Tradisi Turun-temurun di Kulon Progo

Warga menamai makan bersama ini sebagai Kembul Bujana sebagai bagian dari tradisi peringatan hadeging atau hari ulang tahun desa mereka.

Festival Penjor juga jadi salah satu rangkaian acara dalam peringatan HUT ke-71 Desa Banjararum di Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta, Selasa (17/4/2018). Festival yang berlangsung untuk meningkatkan potensi desa ini baru berlangsung kali kedua. KOMPAS.com/DANI J Festival Penjor juga jadi salah satu rangkaian acara dalam peringatan HUT ke-71 Desa Banjararum di Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta, Selasa (17/4/2018). Festival yang berlangsung untuk meningkatkan potensi desa ini baru berlangsung kali kedua.
“Setelah didongani (didoakan) oleh Rois Desa makan bersama. Banyak tumpengnya. Tidak hanya orang yang ikut upacara, tetapi masyarakat yang hadir juga boleh ikut makan bersama. Banyaknya tumpeng cukup untuk warga masyarakat yang hadir untuk makan bersama,” kata Sunaryo, Sekretaris Desa Banjararum, di HUT ke-71 Banjararum yang digelar di Lapangan Deksa, Selasa (17/4/2018).

Semua dusun, terdiri 26 pedukuhan, terlibat dalam Kembul Bujana ini. Antusiasme mereka ditunjukkan lewat persembahan nasi tumpeng yang nantinya dimakan secara beramai-ramai.

Baca juga : Black Hole River Tubing, Wisata Ngeri-ngeri Sedap di Kulon Progo

“Bisa ada 50-an nasi tumpeng baik dari 26 pedukuhan maupun lembaga-lembaga yang ada di tingkat desa, seperti PKK hingga karang taruna,” kata Warudi, Kepala Desa Banjararum.

Sebelum tradisi makan bersama ini digelar, mereka mengarak semua tumpeng dalam sebuah kirab atau barisan bregada (pasukan kraton bersenjata tombak). Semua orang yang terlibat di dalamnya mengenakan pakaian tradisional Jawa.

Para pria bersurjan (baju), jarit (lilitan kain untuk bawahan), dan kaki yang dibungkus sandal slop. Pinggang mereka juga terselib keris. Sedangkan para wanita berdandan cantik dalam balutan kebaya.

“Tumpeng mereka merupakan simbol masing-masing (dusun) dan ada tumpeng besar ikut diarak sebagai simbol persatuan desa,” kata Sunaryo.

Semua berawal dari sebuah Maklumat Pemerintah Provinsi Yogyakarta di masa silam agar 5 kelurahan, yakni Dekso, Ngipikrejo, Kedondong, Semaken, dan Degan menjadi satu desa dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri secara otonom untuk mewujudkan kemajuan desa. Banjararum pun terbentuk pada 17 April 1947.

Warga datang dari berbagai dusun di tiap peringatan 17 April. Diawali dengan kirab bregada, diikuti warga yang membawa nasi tumpeng dan mempertontonkan hasil bumi.

Ribuan warga makan bersama usai upacara peringatan HUT ke-71 Desa Banjararum di Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta, Selasa (17/4/2018).KOMPAS.com/DANI J Ribuan warga makan bersama usai upacara peringatan HUT ke-71 Desa Banjararum di Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta, Selasa (17/4/2018).
Mereka selanjutnya berkumpul di sebuah lapangan untuk melaksanakan upacara. Seluruh peserta kirab dan upacara itu mengenakan pakaian adat jawa. Seluruh rangkaian acara juga menggunakan pengantar bahasa jawa.  

Dalam upacara itu, berlangsung pembacaan maklumat bersatunya 5 kelurahan dilanjutkan dengan ikrar bersama atas bersatunya desa.

Dalam perkembangannya, Banjararum tumbuh cepat. Penduduknya kini lebih dari 3.000 kepala keluarga atau lebih dari 10.700 jiwa yang tersebar dalam 26 dusun. Mayoritas petani padi dan palawija, sebagian lagi bekerja di sektor jasa, dan sedikit PNS. Warga desa di sini hidup rukun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com