Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mbok Temu Misti, Maestro Tari Gandrung, Sekarang Pelihara Ayam

Kompas.com - 21/04/2018, 19:10 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi


BANYUWANGI, KOMPAS.com - Temu Misti (65), warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur, adalah maestro tari Gandrung yang tetap melestarikan tari Gandrung selama 50 tahun lebih.

Perempuan sederhana tersebut sudah menjadi Gandrung sejak tahun 1968 ketika berusia 15 tahun.

Kepada Kompas.com, Jumat (21/4/2018), perempuan yang terkenal dengan panggilan Gandrung Temu tersebut bercerita jika dia terlahir dengan nama Misti dan dibesarkan oleh Khatijah, bibinya yang tidak memiliki anak.

Saat usianya 1 tahun, Misti menderita sakit panas dan dibawa ke rumah seorang dukun untuk disembuhkan. Sepulang dari dukun, Misti kecil dan ibu angkatnya mampir ke rumah Mak Tiah, seorang juragan Gandrung dan saat itu memberi makan Misti dengan nasi panas.

Baca juga : Ke Banyuwangi, Didik Nini Thowok Belajar Tari Gandrung

"Saat itu Mak Tiah bilang kalau saya sembuh harus diganti nama dengan Temu dan jika besar akan jadi penari Gandrung. Karena sembuh, akhirnya nama saya menjadi Temu Misti. Saat saya kelas 5 SD, Mak Tiah datang ke rumah untuk meminta saya menjadi penari Gandrung. Tapi ibu menolak karena saya masih kecil," kata Gandrung Temu.

Perempuan kelahiran 20 April 1953 tersebut pertama kali tampil sebagai Gandrung ketika Sutris, seorang juragan Gandrung memintanya untuk bergabung.

Maestro tari, Temu Misti (berbaju hijau) melatih pelajar menari Gandrung di kediamannya Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur, 18-29 Juli 2016.KOMPAS.com/IRA RACHMAWATI Maestro tari, Temu Misti (berbaju hijau) melatih pelajar menari Gandrung di kediamannya Desa Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur, 18-29 Juli 2016.
Temu pun akhirnya luluh setelah dibujuk oleh Mak Tijah, kakak ipar ibunya yang juga tukang rias Gandrung.

Baca juga : Hari Sumpah Pemuda, Gandrung Banyuwangi Tampil di Istana

Temu yang selama ini belajar secara otodidak dengan memperhatikan penari Gandrung di dekat rumahnya akhirnya tampil di hadapan penonton sebagai Gandrung profesional untuk pertama kalinya.

"Saat itu saya nari tanpa pamitan ke ibu," ceritanya sambil tertawa.

Pada tahun 1970-an, menurut Gandrung Temu, adalah puncak kejayaan kesenian Gandrung. Hampir tiap malam, dia selalu tampil untuk menghibur para penonton. Bahkan pernah hampir dua bulan lamanya dia tidak pulang dan berkeliling menari bersama grup Gandrung-nya.

Bukan hanya di sekitar rumahnya, bahkan hingga ke wilayah Banyuwangi Selatan dan luar kota Banyuwangi. Dalam satu bulan, jadwal menari Gandrung Temu minimal 20 malam.

"Waktu itu dikenal dengan grup Gandrung Temu. Ya itu namanya. Belum ada nama kayak sekarang. Saya pernah tampil sampai ke selatan sana. Jalan kaki terus naik perahu. Ya alat-alatnya dibawa. Dulu kan masih sederhana alatnya dan nggak banyak kayak sekarang," ceritanya.

Baca juga : Gandrung Sewu yang Berjaya di Tanahnya Sendiri

Bahkan pada zaman dulu, Gandrung Temu saat menyanyi tidak menggunakan pengeras suara, hingga dia memaksimalkan suaranya. Bahkan untuk melatih napas, dia berendam dan tenggelamkan kepala dalam beberapa menit.

"Jika nggak dilatih gitu, suara saya ya kalah sama panjak atau pemain musik dan penontonnya nggak akan dengar. Pertama nyanyi, besoknya suaranya habis," kenangnya sambil tertawa.

Pada tahun 1980-an, suara emas Gandrung Temu direkam oleh Smithsonian Folkways, Amerika Serikat dan album "Song before Dawn" yang berisi suara Gandrung Temu dirilis pada tahun 1991.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com