Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Peting Ghan Nalun Weru", Ritual Sakral Suku Nggai di Flores

Kompas.com - 23/04/2018, 06:42 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com - Saat senja tiba di ujung Barat Pulau Flores, saya beranjak dari rumah di Kota Waelengga menuju ke Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur, Selasa (3/4/2018).

Sebelum melanjutkan perjalanan ke Kota Borong, saya mampir ke rumah keluarga di Kampung Munde, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba.

Saya mampir di rumah keluarga, Stefanus Anggal untuk mengambil sesuatu yang hendak dibawa ke Borong. Saya tiba di rumah itu sudah pukul 17.30 Wita. Saya masuk dalam rumah keluarga itu.

Keluarga Stefanus merupakan keluarga dekat dari istri saya, dalam bahasa lokalnya, khususnya bahasa kolor “Anak Ranar” (pemberi perempuan sesuai struktur budaya orang Manggarai Timur).

Seperti biasanya sesuai budaya orang Manggarai Timur, khususnya dan orang Manggarai Raya pada umumnya, tamu yang sedang berkunjung disuguhkan kopi flores.

Tua adat suku Nggai, Kampung Munde, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/4/2018), melaksanakan ritual Peting Ghan Nalun Weru.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tua adat suku Nggai, Kampung Munde, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/4/2018), melaksanakan ritual Peting Ghan Nalun Weru.
Saya menikmati hidangan kopi flores bersama dengan seluruh keluarga yang sedang berkumpul di bagian dapur.

Saat sedang menikmati hidangan kopi flores jenis robusta, saya diberi informasi bahwa malam ini ada ritual adat tahunan "Peting Ghan Nalun Weru" Suku Nggai. Keluarga Stefanus menahan saya untuk menunda perjalanan ke Kota Borong.

Sebagai seorang jurnalis yang memiliki kepekaan dalam budaya, maka saya urungkan niat untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Borong malam itu dan memutuskan untuk mengikuti ritual yang sangat langka bagi saya.

Selama ini saya sering mendengar cerita tentang ritual itu. Kesempatan ini tak di sia-siakan karena ini merupakan ritual tahunan. Jika tidak melihat dan menyaksikan kali ini maka akan disaksikan tahun depan lagi.

Beruntung di Kota Borong urusannya tidak terlalu mendesak. Akhirnya, saya menunggu ritual itu dilangsungkan. Saat menikmati hidangan kopi flores. Satu persatu keluarga berdatangan untuk mengikuti ritual ini.

Peting Ghan Nalun Weru bisa diterjemahkan secara harafiah, di mana "peting" artinya syukuran, "ghan" artinya makan, "nalun" artinya nasi dan "weru" artinya baru.

Jadi apabila "Peting Ghan Nalun Weru" diterjemahkan berarti "Syukuran tahunan untuk makan nasi baru pasca panen padi".

Sesungguhnya ritual ini memiliki makna menghormati alam semesta yang sudah memberi rezeki kehidupan berupa padi yang ditanam di ladang serta leluhur yang ikut menjaga ladang serta Sang Pencipta Kehidupan yang memberikan hasil panen padi yang berlimpah.

Tua adat suku Nggai, Kampung Munde, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/4/2018), melaksanakan ritual Peting Ghan Nalun Weru.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tua adat suku Nggai, Kampung Munde, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Selasa (3/4/2018), melaksanakan ritual Peting Ghan Nalun Weru.

Persembahan Telur Ayam Kampung

Sebelum ritual berlangsung, keluarga Suku Nggai menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai warisan leluhur. Bahan-bahan yang disiapkan adalah sebutir telur ayam kampung, ayam kampung berbulu putih, daun sirih, buah pinang, parang dan benda-benda adat lainnya.

Setelah semua bahan itu disiapkan, tua adat Suku Nggai, Stefanus Anggal didampingi anggota sukunya, Martinus Timur melangkah menuju tumpukan watu Naga Tana di ujung kampung. Sementara Yohanes Ariyanto Anggal berada dalam rumah juga keluarga lainnya.

Watu Naga Tana adalah batu penjaga kampung adat Suku Nggai. Saat tiba di tempat itu, tua adat itu mengeluarkan sebutir telur dari saku bajunya dan moke (alkohol lokal).

Selanjutnya tua adat melantunkan tuturan-tuturan adat untuk mengundang leluhur Suku Nggai ikut dan hadir dalam ritual tersebut di rumah.

Telur dipecahkan dan kuningnya disajikan diatas batu bulat disertakan dengan menuang moke di batu bulat tersebut. Ini merupakan ritual pertama yang dilangsungkan sebelum ritual peting ghan nalun weru di dalam rumah.

Setelah ritual adat di Watu Naga Tana selesai, selanjutnya tua adat itu melangsungkan ritual adat di pintu masuk rumah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com