Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gua Cokro, Menikmati Hutan Stalaktit dan Kamar Pengantin di Perut Bumi

Kompas.com - 02/05/2018, 12:07 WIB
Markus Yuwono,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gua Cokro di Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata minat khusus yang belum banyak diketahui wisatawan.

Padahal obyek wisata yang dikelola mandiri oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) 'mekars' ini menyuguhkan keindahan gua vertikal yang tak kalah dengan Gua Jomblang di kawasan Semanu.

Untuk masuk ke Gua Cokro membutuhkan nyali yang tinggi, karena untuk masuk ke dalam goa harus menggunakan tali, dengan menuruni kedalam yang mencapai 18 meter.

Baca juga : Menikmati 5 Goa dan Sungai, Hanya Ada di Goa Kiskendo

Lubang goa vertikal yang memiliki diameter 1 meter dengan panjang 1,5 meter mirip sumur. Sebelum masuk gua, pengelola melakukan briefing kepada pengunjung tentang apa saja yang perlu diikuti saat masuk ke dalam gua. 

Pengunjung diarahkan mengenakan wearpack khusus, helm dan sepatu. Setelah semua selesai, maka pengunjung diajak memasuki gua.

Di mulut gua sudah menunggu dua orang pemandu. Yang satu memasang karabiner, dan yang lain menyiapkan tali.

Tak perlu takut turun, mereka sudah dilatih khusus. Setelah semua siap, pengunjung diturunkan, saat turun merasakan sensasi tersendiri karena lubang cukup sempit dan masuk ke ruangan cukup luas.

Baca juga : Memasuki Gua Purba hingga Bertemu Anjing Laut di Semenanjung Tasman

Di bawah sudah menunggu dua orang pemandu lainnya yang sudah turun terlebih dahulu. 

Jika cuaca cerah maka saat masuk akan disambut cahaya sinar matahari yang masuk dari lubang lainnya berada 50 meter dari lubang masuk atau sering disebut cahaya surga.

Pengelola menunjukkan stalaktit aktif di dalam Goa Cokro, Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.KOMPAS.com/MARKUS YUWONO Pengelola menunjukkan stalaktit aktif di dalam Goa Cokro, Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Dinding gua yang terpahat alami dari air yang menetes membawa sensasi tersendiri, di mana ukiran mineral di batuan karst.

Setelah seluruh rombongan masuk ke dalam gua, maka pengunjung diajak menyusuri masuk ke dalam. Pertama masuk ke arah kanan, dengan menyusuri tanah becek dan ruangan gelap, dengan udara dingin pengunjung diajak menyusuri perut bumi.

Memang menurut Ketua Pokdarwis Purwanto, untuk bisa masuk harus rombongan. Tidak bisa satu orang, minimal 10 orang dengan biaya Rp 1.000.000 seluruhnya.

Baca juga : Tips Berwisata ke Gua Batu Cermin di Labuan Bajo

Saat menyusuri gua harus melalui pinggir, tidak boleh melewati tengah karena dikhawatirkan ada batuan stalakmit jatuh.

Setelah berjalan beberapa saat pengunjung diajak berhenti kebatuan yang membentuk kepala singa.

Lalu masuk lagi ke dalam terdapat hamparan stalakmit dan stalaktit yang cukup indah. Salah satu ruangan diberi nama kamar pengantin.

Baca juga : Kaum Jomblo! Coba Liburan ke Gua Kontamale, Konon Bikin Enteng Jodoh  

Lalu kembali ke ruangan tengah dan masuk ke ruangan kiri yang dikenal dengan hutan stalaktit.

"Sebenarnya goa ini memiliki keindahan lainnya yang tidak dimiliki tempat lain, salah satunya keindahan stalaktit," kata Purwanto saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (30/4/2018).

Purwanto bersama 17 orang warga sekitar mengelola destinasi wisata minat khusus tersebut.

Diakuinya meski sudah dikelola sejak 2010, namun gua ini belum banyak dikunjungi wisatawan.

Pengunjung memasuki Goa Cokro di Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.KOMPAS.com/MARKUS YUWONO Pengunjung memasuki Goa Cokro di Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Setiap bulan gua ini rata-rata dikunjungi sebanyak 20 orang. "Tidak hanya dalam negeri namun banyak wisatawan dari luar negeri, seperti Korea," kata Purwanto.

Kendala yang dihadapi selain kurangnya peralatan, juga infrastruktur yang ada belum memenuhi standar. Seperti jalan masik cor rabat, dan jalan bebatuan. "Kami juga belum memiliki parkir yang representatif," katanya.

Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi mengatakan, pihaknya melalui dinas pariwisata berkomitmen untuk mendorong masyarakat mengembangkan potensi di wilayahnya masing-masing.

Untuk Gua Cokro diharapkan pengunjung dan masyarakat tidak merusak kondisi goa.

"Gua ini sebagai salah salah satu destinasi konservasi, artinya yang datang dibatasi dan harus sesuai protap," katanya.

"Yang tak kalah penting harus siap lahir dan batin. Lahir itu mengikuti protap seperti menggunakan pakaian, dan batin tidak merusak gua. Sebab, jika rusak terbentuknya lama hingga ratusan tahun, itupun jika masih diberikan kesempatan memperolehnya lagi," sambung Wahyudi.

Pengunjung sedang berbincang di cahaya surga Goa Cokro, Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.KOMPAS.com/MARKUS YUWONO Pengunjung sedang berbincang di cahaya surga Goa Cokro, Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Sebagai salah satu dari 13 geosite Gunung Sewu Unesco Gobal Geopark yang ada di Gunungkidul, hendaknya pengelola terus menjaga ekosistem di dalamnya. "Harus dijaga untuk konservasi, jangan sampai rusak hanya karena bisnis," ucapnya.

Manager Georpark Gunungsewu Unesco Gobal Geopark, Budi Martono mengatakan, pengembangan Gua Cokro akan meniru pengembangan Gunung Api Purba Nglanggeran, di mana pemanfaatannya tidak merusak alam dengan memaksimalkan potensi yang di dalamnya.

Dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan Bupati Gunungkidul terkait pengembangan Geosite Gua Cokro.

"Di dalam Gua Cokro ada spesies jangkrik, sungutnya panjang, berwarna putih karena tidak pernah terkena sinar, kalau beruntung bisa bertemu," katanya

Selain itu, pihaknya berharap kepada pengelola agar menjaga Gua Cokro dari tangan jahil wisatawan. Sebab, beberapa stalaktit rusak karena ada pengunjung yang masuk sendiri tanpa melalui pengelola.

"Gua Cokro dikenal oleh para geolog sebagai hutan stalaktit. Harus dijaga, karena beberapa waktu lalu ada kerusakan karena ada pengunjung yang masuk tetapi malah merusaknya," pungkas Budi Martono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com