Sementara setelan yang dipakai kaum adam juga cukup beragam, mulai dari seragam tentara belanda, hingga safari putih ciri pejuang kemerdekaan.
Tak hanya mata yang dimanjakan, para pengunjung juga dibawa berwisata lidah dengan mencicipi kembali menu kuliner dan kudapan lawas. Jajanan seperti jender, grontol atau oyek dengan cepat ludes diserbu pengunjung.
Banyak dari mereka merasa rindu dengan panganan yang mungkin sudah jarang ditemui, sekalipun berkeliling di pasar-pasar tradisional.
“Di Fesloka tidak bisa bayar belanja pakai uang biasa, harus pakai uang lama. Mata uang khusus ini bisa ditukar pengunjung di loket, ada pecahan Rp 5.000 dan Rp 10.000,” ujar Wiwid yang juga seorang pegiat cagar budaya di Banjarnegara.
Baca juga : Agustus, Pawai Budaya Sampai Jambore Akik di Festival Serayu Banjarnegara
Hal lain yang bisa didapati di Feskola adalah nostalgia dolanan atau permainan tradisional.
Anak-anak yang berkunjung kesana tidak lagi sibuk dengan gawai, melainkan mencoba permainan tradisional seperti sunda-manda, gobak sodor, hingga wayang golek mini.
“Ada juga kerajinan khas Klampok yang sudah ada sejak zaman Belanda seperti membuat keramik mandala dan menggambar batik susukan dengan malam canthing,” ujarnya.
Wiwid menuturkan, Feskola yang perdana digelar itu berlangsung selama dua hari.
Rangkaian kegiatan yakni parade busana lawas, upacara pocong pari, pesta dansa klasik, teater kolosal, konvoi sepeda tua, hingga tumplek-templek yang diikuti oleh ribuan pengunjung.
Salah satu peserta parade busana lawas, Ibras Ayu Shakira mengaku sangat antusias dengan gelaran Feskola.
Ibras yang memilih tema busana petani di negara kincir angin itu nampak menikmati perannya, dan tidak segan melayani pengunjung lain ketika ingin berswafoto.
“Ini unik ya, karena temanya jadul, dan saya jadi baru tahu kalau di Klampok ternyata banyak bangunan kuno zaman Belanda,” katanya.
Nasib Cagar Budaya
Klampok pada masa pemerintahan Hindia Belanda merupakan kota satelit berstatus Kawedanan.
Ditambah keberadaan industri tebu raksasa, kota lama Klampok pun menjadi magnet bagi para pemodal dan tuan tanah, baik dari kalangan pribumi priyayi maupun dari kaum bangsawan feodal.