Mereka membangun bisnis sekaligus hunian megah berciri arsitektur indische empire yang khas dengan pilar menjulang, lantai marmer dan bingkai jendela lapang.
Letak Kota Klampok yang jauh dari pusat pemerintahan adminstratif Karesidenan Banyumas, membuat peninggalan budaya era kolonial cenderung selamat dari kerusakan parah saat masa peperangan.
Meski demikian, bangunan-bangunan yang menjadi saksi bisu sejarah masa kelam bangsa itu tak berarti luput sama sekali dari tindak vandalisme.
“Selain gedung perkantoran, hampir sebagian besar bangunan yang berpotensi menjadi cagar budaya di Klampok, termasuk bangunan utama pabrik gula, saat ini berstatus milik perseorangan,” kata Kepala Seksi Pelayanan Informasi Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara, Khaerudin.
Pasca kemerdekaan, gedung pabrik gula di Klampok sempat menjadi milik Perum Perhutani, hingga kemudian berpindah tangan menjadi milik perseorangan.
Kini nasib bangunan bersejarah itu difungsikan sebagai gudang penyimpanan semen dan bahan bangunan.
Tak jauh berbeda dengan nasib perumahan pegawai di kompleks BLKP. Dari enam bangunan, lima diantaranya telah bersalin rupa.
Perwajahan fasad bangunan telah banyak mengalami renovasi oleh sang pemilik, entah karena rusak, maupun karena keinginan pribadi semata.
“Di sepanjang Jalan Raya Klampok juga hampir semuanya bangunan Belanda, ruko-ruko kalau dibongkar itu belakangnya bangunan lama,” ujarnya.
Khaerudin mengaku kesulitan untuk melakukan perlindungan karena selama ini belum pernah ada upaya inventarisasi mendalam terkait keberadaan potensi cagar budaya itu.
Bahkan, situs peninggalan era kolonial yang digunakan untuk kantor-kantor pemkab pun belum satupun yang terdaftar sebagai cagar budaya.
“Salah satu tujuan kami mengelar Feskola salah satunya untuk menarik antusiasme masyarakat untuk mengenal dan peduli terhadap cagar budaya, sehingga upaya untuk melestarikannya kedepan mendapat banyak dukungan,” ujarnya.
Terlebih, dengan dimulainya pembangunan Bandara Jenderal Besar Sudirman di Purbalingga, diprediksi jumlah pelancong baik domestik maupun mancanegara akan meningkat tajam.
Khaerudin berkeinginan, sebelum gejolak itu terjadi, Klampok sudah lebih dulu berbenah dengan konsep wisata sejarah yang akan membawa turis seolah menjadi pengalana waktu.
“Sambil terus berbenah, kami berencana untuk menggelar Feskola secara rutin setiap dua pekan,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.