Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uniknya Gunungan Batik dari Desa Lendah, Kulon Progo

Kompas.com - 06/05/2018, 12:25 WIB
Dani Julius Zebua,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Sebanyak 25 gunungan meramaikan Nyadran Agung 2018 yang berlangsung di alun-alun Kota Wates, Kulon Progo, Yogyakarta.

Hampir seluruh gunungan itu terbangun dari palawija, sayur mayur, dan buah. Selain itu, ada juga satu gunungan nasi tumpeng dan satu gunungan kue apem.

Tapi ada satu pemandangan berbeda. Satu gunungan di antaranya berupa susunan kain batik. Dibuat setinggi 2,5 meter dan tampak menyolok di antara gunungan lain.

Gunungan kain batik itu merupakan persembahan warga Kecamatan Lendah. Menurut Agus Faturohman dari Sinar Abadi Batik, gunungan menjadi simbol keberhasilan Kecamatan Lendah yang tumbuh menjadi industri batik bagi Kulon Progo.

Tidak hanya kawasan industri, Lendah bahkan berkembang jadi desa wisata batik.

Itulah mengapa para perajin batik menaikkan syukur atas perkembangan di Lendah melalui gunungan batik yang dipersembahkan bagi warga di Nyadran Agung 2018 kali ini.

“Kami mensyukuri kemajuan Lendah hingga seperti ini. Gunungan batik ini sebagai ungkapan syukur kami,” kata Agus di Nyadran Agung, Sabtu (5/5/2018).

Agus menceritakan, sedikitnya sekarang ada 25 perajin batik aktif di kabupaten ini. Dan setidaknya, 20 perajin di antaranya berada di Lendah. Itulah yang membuat kecamatan ini berkembang menjadi kawasan industri batik seperti sekarang.

Mereka tersebar di seluruh kecamatan. Hampir seluruh warga terlibat mulai dari para buruh atau karyawan hingga memasarkannya.

“Karyawan (tiap perajin) ada yang 20-50 orang. Tiap karyawan itu masih ada lagi sub-sub-nya lagi. Jadi banyak sekali yang terlibat di batik ini," kata Agus.

Industri batik Lendah berkembang sangat cepat. Dulunya, mereka hanyalah buruh batik yang bekerja bagi para juragan di Yogyakarta.

Setiap hari, ramai-ramai warga Lendah bersepeda ke Yogyakarta.

Situasi berubah beberapa tahun setelah krisis moneter 1998. Mereka mulai memilih bekerja mandiri di kampung sendiri. Perajin Lendah berkembang pelan-pelan.

Pertumbuhan batik mulai pesat di era kepemimpinan Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo. Hal ini juga tidak lepas dari semangat pemerintah Kulon Progo untuk memperkuat produksi batik lokal.

“Kami sudah punya keahlian karena bekerja di Yogya,” kata Agus.

Warga benar kalap di ngalap berkah di Nyadran Agung 2018. Bahkan, sebelum prosesi doa selesai, warga sudah menghabiskan sebagian besar gunungan yang ada. Inilah kemeriahan dan kegembiraan di Nyadran Agung di Kulon Progo.KOMPAS.com/Dani J Warga benar kalap di ngalap berkah di Nyadran Agung 2018. Bahkan, sebelum prosesi doa selesai, warga sudah menghabiskan sebagian besar gunungan yang ada. Inilah kemeriahan dan kegembiraan di Nyadran Agung di Kulon Progo.

Batik pun kemudian berkembang sangat pesat di Lendah. Batik mereka bahkan dipesan sampai ke luar Pulau Jawa.

Kampung-kampung di Lendah itu terbangun oleh para pembatik sekarang bahkan dihuni ribuan pembatik. Lendah bahkan kini jadi rujukan bagi wisata batik di Kulon Progo.

Karena semua perkembangan itu, kata Agus, mereka mengungkap rasa syukur itu lewat Nyadran Agung di alun-alun. Mereka pun membuat gunungan batik.

“Ini merupakan kali ke-4 kami ikut seperti ini,” kata Agus.  

Nyadran merupakan tradisi umum bagi masyarakat Jawa yang dilaksanakan di hari-hari menjelang bulan Ramadhan.

Warga Lendah sendiri, utamanya 18 perajin, menyepakati membangun gunungan berisi 30 batik untuk nyadran kali ini.

Mereka menyiapkan perlengkapan hingga jadi sebuah gunungan selama 1 minggu. Semua atas swadaya warga.

Semua batik yang digunakan berbahan kain katun dengan ukuran masing-masing 2 x 1,15 meter. Coraknya beragam, di antaranya Geblek Renteng sampai Galaran.

"Dua corak ini merupakan corak batik Kulon Progo," kata Agus.

Harganya lumayan mahal, kata Agus, rentang Rp 100.000-500.000 per lembar. Di antara puluhan batik itu, ada yang batik cap dan ada pula yang batik tulis.

"Beruntung yang dapat (harga paling mahal). Tapi tidak ada yang tahu yang mana," katanya.

Gunungan batik ini memang menonjol di antara puluhan gunungan lain. Sementara itu, gunungan lain berisi palawija dan sayur mayur.

Sejak semula, warga sudah berjejalan mempertontonkan semangat untuk memperebutkan batik ketika waktu ‘ngalap berkah’ atau berebut isi gunungan.

Karena begitu menariknya gunungan ini, warga seolah kalap tanpa terkendali. Belum waktunya ngalap berkah, warga sudah berebut mengambil batik.

Dalam hitungan detik, puluhan batik ludes. Itu pula yang memancing warga lain segera berebut isi dari puluhan gunungan lain.

“Itulah generasi sekarang. Kalau zaman kami, takut kuwalat (dianggap tidak sopan),” kata Hasto Wardoyo, Bupati Kulon Progo.

Hasto menganggap semuanya sebagai bagian dari rasa syukur dan kegembiraan  bersama.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Nyadran Agung 2018 kembali berlangsung meriah. Ribuan orang terlibat di sana, baik itu warga maupun peserta dari berbagai SKPD maupun PNS.

Mereka tergabung dalam kirab sepanjang 1 kilometer dari kantor halaman DPRD Kulon Progo menuju alun-alun.

Mereka yang berada dalam barisan kirab itu mulai dari perwakilan BUMN, BUMD, perwakilan kecamatan dan desa, perusahaan dan organisasi kemasyarakatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com