Pelajar belia ini merasa ini menunjukkan Angguk dan para penarinya terus digandrungi warga. "Sering sekali ada yang nanya kapan tampil, baik di IG bahkan WA," kata Alsyifa.
Sejarah Angguk
Berdasarkan buku yang berjudul "Kesenian Unggulan Kulon Progo" yang diterbitkan Dinas Kebudayan dan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kulon Progo pada tahun 2015, Angguk diyakini lebih dulu hidup dan berkembang di masyarakat pedesaan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, sejak zaman kolonial Belanda.
Wilayah Kulon Progo yang berbatasan dengan Purworejo mendapat imbas masuknya kesenian ini, seperti di Kecamatan Temon, Kokap, hingga Girimulyo.
Dulunya, warga mengucap syukur atas panen melimpah melalui kesenian dan diiringi syair dan shalawat. Berkembanglah dari waktu ke waktu dalam iringan musik dan syairnya, namun masih kental suasana agamis di dalamnya. Bahkan dibikin pula kostum bagi penarinya.
Dalam perkembangan awal, kesenian ini diikuti para pria penari. Di setiap pementasan, tari ini diiringi penyanyi, bedug, kendang biasa, rebana, saron, hingga tamborin. Penari menggunakan celana pendek, baju seperti kolonial, dan topi pet bulat.
Rata-rata terdapat 16 penari di tiap pementasan itu.
Tim tari juga dilengkapi seseorang sesepuh yang bertugas melaksanakan ritual pentas dan nyuwuk atau mengembalikan kesadaran penari yang mengalami trance atau kerasukan, kemudian ada penyanyi, dan belasan pemain musik. Semua itu berlangsung sampai 1990.
Memasuki 1991, Angguk berubah wajah. Seorang pelatih tari asal Purworejo mengemas Angguk dibawakan para penari perempuan. Mereka pentas di Dusun Pripih, Hargomulyo, Kokap pada sebuah HUT RI.
Penari perempuan pun populer sejak itu dan menggerus penari pria. Penonton semakin banyak dan suka pada pentas perempuan penari ini. Bahkan, banyak di antara penari menjadi idola warga, sampai-sampai mereka tidak pulang kalau belum melihat sang idola menari.
Kalau semula beduk, rebana, hingga kecrek, kini ditambah alat musik organ dan drum. Semua demi menghasilkan musik yang lebih variatif dan lebih disukai penonton.
Kini, kesenian Angguk berkembang di semua kecamatan. Pemerintah pun menjadikan kesenian ini sebagai unggulan Kulon Progo.
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Aris Riyanto mengatakan, MNS bertujuan mengangkat seni budaya Kulon Progo agar nantinya bisa terus menarik wisatawan. Dispar DIY menggelar MNS ini rutin tiap tahun sejak tiga tahun lalu.
"Kulon Progo ini spesial karena semakin bagus mengembangkan daerahnya," kata Aris.
"Sebagai bagian dari wilayah yang bersangkutan, Angguk ditonjolkan karena ikon Kulon Progo," sambung Aris.
Seperti jathilan di Wates, incling di Temon, keroncong di Panjatan, reog di Galur, oglek di Sentolo, hadrah atau shalawat di Lendah, lengger tapeng di Samigaluh, wayang tapeng di Girimulyo.
Kemudian ada panjidor di Nanggulan, krumpyung di Kokap, ketoprak di Pengasih, dan jabur di Kalibawang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.