JAKARTA, KOMPAS.com – Lagi, kejadian hipotermia nyaris merenggut nyawa pendaki. Banyaknya kejadian hipotermia seolah tidak dijadikan pelajaran bagi para pendaki gunung.
Para pendaki kerap salah mengidentifikasi gejala hipotermia, yang berakibat kesalahan pada penanganannya.
Dikutip dari buku Mountaineering-The Freedom of the Hills karangan Edelstein, Li, Silverberg, dan Decker (2009), hipotermia adalah suatu kondisi ketika mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.
Biasanya, suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C (95°F). Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 °C.
Baca juga: Viral, Kisah Pendaki Alami Hipotermia Setelah Ditinggal Temannya Mengejar Puncak
Pada suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis tubuh gagal untuk menjaga panas tubuh (Fauci, 2008).
Dalam buku yang mahsyur di kalangan pendaki tersebut, hipotermia masuk dalam kategori exposure, yaitu kelelahan fisik yang disebabkan oleh keadaan alam atau lingkungan.
Anggota Senior Mountaineering Wanadri, Djukardi ‘Adriana’ Bongkeng, mengatakan selain karena minimnya perencanaan dan persiapan pendakian, banyak pendaki pemula minim pengetahuan terkait hal-hal non teknis seperti hipotermia.
Ia mengatakan hipotermia terbagi ke dalam beberapa fase atau stadium. Gejalanya mulai dari pusing, menggigil, hingga halusinasi seperti kesurupan.
Baca juga: Para Pendaki, Jangan Tinggalkan Temanmu demi Mengejar Puncak
Meski berawal dari gejala ringan, penyakit ini banyak menyebabkan kematian. Simak gejalanya berikut ini.
Stadium Ringan
Terjadi penyempitan pembuluh darah pada permukaan kulit pendaki. Ia akan merasa kedinginan dengan merinding hebat beberapa kali, kemudian semakin sering.
“Mulai terasa pusing di awal, ini juga gejala hipotermia,” ujar pria “kepala lima” yang kerap dipanggil Kang Bongkeng oleh para pendaki.
Stadium Sedang
Setelah mengalami gejala stadium ringan, pendaki akan mulai sulit melakukan gerak tubuh, yang rumit seperti mencengkeram, atau memanjat. Meskipun si pendaki masih bisa berjalan dan berbicara normal.