Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Mendaki Gunung, Perhatikan Tips Manajemen Pendakian dari Ahlinya

Kompas.com - 17/05/2018, 22:29 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Mendaki gunung merupakan aktivitas berat sehingga butuh manajemen perencanaan yang matang.

Manajemen pendakian yang salah membuat banyak pendaki yang jatuh sakit, bahkan berujung kematian. Manajemen pendakian dimulai dari perencanaan sebelum mendaki.

Pendaki sekaligus Anggota Senior Wanadri, Djukardi ‘Bongkeng’ Adriana mengatakan perencanaan pendakian harus detail. Selain perbekalan, juga masalah jarak tempuh.

Ritme jalan

“Kalau tipe gunungnya yang landai, jarak tempuhnya misal 8-12 jam, kita bisa atur ritme jalan dan istirahat setiap berapa jam. Jadi ritme perjalanan itu diatur, tidak serampangan,” tutur Bongkeng pada KompasTravel, Selasa (16/5/2018).

Untuk perjalanan, ia menjelaskan agar mengatur ritme jalan untuk satu rombongan, bukan per individu. Anda bisa merencanakannya dari landai atau tidaknya medan yang ditempuh, dan berapa perkiraan waktu tempuh.

Ilustrasi mendaki gunungkieferpix Ilustrasi mendaki gunung

Jika gunung landai dengan jarah tempuh minimal delapan jam, Anda bisa menentukan waktu istirahat tiap dua jam dengan lama istirahat sekitar tiga menit.

“Kalau untuk gunung terjal dengan jaraknya pendek, bisa tiap kurang dari dua jam istirahatnya, misal tiap satu jam istirahat,” tutur pria ‘kepala lima’ yang kerap dipanggil Kang Bongkeng oleh para pendaki.

Ritme istirahat

Untuk waktu istirahat yang direkomendasikan dua sampai tiga menit saja, sebelum sampai basecamp.

Waktu tersebut biasa dipakai para pendaki senior agar tidak terlampau lelah, dan malas untuk melanjutkan perjalanan.

“Kalau posisi memang ada yang bilang istirahat duduk sebelum di basecamp itu bikin malas, nantinya akan makin kerasa pegal dan lelah kita,” tutur kang Bongkeng.

Ternyata terlalu lama beristirahat juga tidak baik bagi pendaki, bahkan bisa menyebabkan hipotermia.

“Terlalu lama istirahat saat badan berkeringat berdampak terkena angin berlebih tanpa tubuh produksi panas, alhasil bisa memicu hipotermia,” kata pendaki senior yang kini aktif meriset peralatan pendakian salah satu brand ternama itu.

Eksotika Ranu Kumbolo yang dipenuhi kemah para pendaki Gunung Semeru, Sabtu (7/4/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Eksotika Ranu Kumbolo yang dipenuhi kemah para pendaki Gunung Semeru, Sabtu (7/4/2018).

Solusinya saat akan istirahat lama di basecamp, carilah tempat tertutup yang terlindung dari angin. Atau segera ganti baju dan gunakan jaket tahan angin.

Perjalanan dan istirahat yang terencana dan stabil akan membuat badan kita teraklimatisasi dengan sempurna. Sehingga tidak kaget saat bersentuhan dengan suhu lingkungan yang baru.

“Aklimatisasi yang buruk itu jalan seenaknya, serampangan, kalau nemu bonus (jalan landai) lari, temponya tidak teratur. Selain mudah lelah, juga mudah terkena resiko pendakian,” kata kang Bongkeng.

Aklimatisasi sendiri merupakan proses tubuh menyesuaikan diri dengan suhu lingkungan barunya. Hal ini terjadi saat perjalanan pendakian, maupun saat melakukan aktivitas di basecamp.

“Perencanaan inilah yang harus dikomunikasinyan pada tim, agar semuanya juga mengikuti tempo dan menyesuaikan,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com