Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat Karst Lewat Taman Wisata Air Terjun Andalan Kulon Progo

Kompas.com - 21/05/2018, 05:05 WIB
Dani Julius Zebua,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi


KULON PROGO, KOMPAS.com - Air terjun bertingkat di Dusun Banyunganti di Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo di Yogyakarta ini semakin menawan sejak menjadi destinasi wisata alam Taman Sungai Mudal.

Air yang mengalir di tebing dengan kemiringan lebih dari 45 derajat, menciptakan banyak air terjun sampai 200-an meter.

Warga mengelolanya dengan baik. Banyak jembatan bambu menghubungkan antar tubir.

Dari tiap jembatan itu, wisatawan bisa menikmati beragam panorama dan spot swafoto. Kombinasi tangga semen dan tanah keras di kemiringan itu tak bikin lelah dan menghindari kesan becek.

Belum lagi soal sejumlah kedung atau kolam alami yang tercipta dari jatuhan air di bawah jeram. Kedung-kedung itu memiliki kedalamannya beragam, sesuai umur.

Mulai dari yang cuma setinggi lutut, sepinggang, setinggi dada, atau kedung terbawah yang dalamnya bisa lebih dari 2 meter. Tiap kedung punya nama dan bisa digunakan untuk berenang.

Jeram, air terjun, dan kolam memang potensi utama, tetapi hutan di sekelilingnya menjadi kunci di sektor pariwisata.

Warga yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata Ekowisata Sungai Mudal menerapkan aturan main menjaga hutan di sekeliling taman.

Alasannya, menjaga struktur tanah di kemiringan itu agar Mudal tetap lestari.

Mudal merupakan kawasan milik warga dengan luas antara 1-2 hektar. Mudal berada di bawah dinding karst di Gunung Kelir.

Dulunya, sebelum berkembang seindah ini, air dan sungai, juga kedung, hanya dimanfaatkan warga untuk apapun, termasuk persediaan air minum, mencuci, maupun buang air. Belum ada yang melirik potensi wisata alam.

Warga mulai tertarik mengembangkannya di 2015. Berawal dari turunnya dana bina lingkungan perusahaan, masyarakat di sekitar Mudal mulai bergotong royong membersihkan mulai dari keluarnya air dari goa kapur sampai jeram-jeram yang ada.

Mereka sekaligus menatanya dan jadilah taman wisata keluarga.

Kawasan itu sejatinya penuh pohon, dari jenis mahoni, jati, sengon, hingga bambu. Beberapa kayunya dimanfaatkan untuk fasilitas pendukung mulai dari tempat duduk hingga berteduh. Tak jarang, kayunya diambil untuk kepentingan warga.

Namun, mereka menerapkan sistem potong dan tanam agar struktur tanah tetap lestari. Ia memastikan, tidak ada penebangan sembarangan di sana.

Pengelola Taman Sungai Mudal menyediakan fasilitas selengkap mungkin, seperti kamar mandi, kamar ganti, mushola, dan warung makan. Tak lupa gazebo di mana ada Wifi gratis sebagai tempat beristirahat. 
Kompas.com/Dani J Pengelola Taman Sungai Mudal menyediakan fasilitas selengkap mungkin, seperti kamar mandi, kamar ganti, mushola, dan warung makan. Tak lupa gazebo di mana ada Wifi gratis sebagai tempat beristirahat.

"Kami (warga) potong akan kami ganti," kata Mudi, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).

Mereka menerapkan aturan seperti pohon mahoni atau pun sengon yang sudah 5 tahun yang boleh dipotong. Namun, warga akan menggantinya dengan lebih banyak.

Selain itu, mereka mesti mempertahankan pohon tertentu, seperti plupu kethek setinggi 20 meter yang konon sudah langka, gayam, kedoya, beringin.

"Tapi kami ganti lagi. Satu banding 10 (pohon ditanam)," kata Mudi.

Tak hanya itu, warga yang bekerja di destinasi ini terus menanam hingga 1.000 pohon sejak 2015.

"Kami menanam banyak pohon pala. Pohon ini semuanya bisa dimanfaatkan. Banyak di sekitar kali," kata Mudi.

Dengan aturan main itu, warga bisa mempertahankan keasrian destinasi. Mudal bisa terus menjadi tempat nyaman wisatawan, sejuk, sekaligus mempertahankan alam dan mengurangi dampak longsor.

Mudi menyatakan, kelompoknya ingin mempertahankan destinasi selama mungkin lantaran memberi banyak manfaat bagi warga, khususnya pendapatan bagi warga.

Rata-rata antara 100-500 pengunjung per hari. Tiket masuknya hanya Rp 6000 per kepala. Sementara parkir motor dan mobil antara Rp 2.000 - 3.000 per kendaraan.

Banyak manfaat dari penjualan karcis obyek wisata Mudal. Pengelola wisata bisa memberi sumbangan pada kas RW dan dukuh, membantu warga sakit, yatim piatu, hingga pembangunan masjid.

"Belum lagi sekarang bisa mempekerjakan 60 warga dari 1 RW. Warga terbantu," kata Mudi.

Kini, kawasan ini tumbuh sebagai pilihan wisata keluarga yang asyik. Siapapun yang datang mudah mendapatkan tempat duduk dan istirahat. Ada 10 gazebo dengan satu di antaranya berukuran besar semacam pendopo yang mampu 60 orang.

Mudal memang sulit sinyal. Itulah mengapa Pokdarwis menyediakan Wifi gratis di sekitar bumi perkemahan.

Di sana juga ada mushola, 9 toilet, tempat berkemah seluas 400 meter yang bisa menampung 100 orang, hingga air minum gratis di 10 titik.

Taman Sungai Mudal bisa ditempuh dari arah mana saja. Anda bisa berkendara roda dua dari Kota Wates, ibukota Kulon Progo, Mudal bisa ditempuh sekitar 30-40 menit. Sepanjang perjalanan terdapat banyak pilihan destinasi yang juga patut dikunjungi.

Ada camping ground untuk menikmati suasana berbeda di Taman Sungai Mudal. Jadi, main ke taman ini tidak berarti hanya menikmati air terjun dan jernihnya air kedung.

Kompas.com/Dani J Ada camping ground untuk menikmati suasana berbeda di Taman Sungai Mudal. Jadi, main ke taman ini tidak berarti hanya menikmati air terjun dan jernihnya air kedung.

Dukungan Desa

Pengembangan Mudal mendapat dukungan dari pemerintahan di tingkat desa. Dukungan itu dilatari perkembangan banyak tempat wisata yang mengandalkan potensi alam.

Obyek yang menawarkan panorama alam seperti Mudal yaitu Kedung Pedut, Kembang Soka, hingga Grojogan Sewu. Belum lagi wisata lain, seperti susur Goa Kiskendo dan lain-lain.

Pemerintah desa membuat peraturan desa untuk menjaga lingkungan hidup, seperti: Peraturan Desa Sumber Daya Air dan Peraturan Desa Batu Karst.

"Jangan ada eksploitasi berlebihan. Ini perdes inovasi. Kalau tidak diawali dari ini maka pariwisata akan berjalan tanpa arah," kata Anom.

Berkat dukungan dan perkembangan desa, Jatimulyo pun menyandang status Wana Lestari dari Presiden dan Wana Lestari dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Desa ini juga memperoleh penghargaan Citra Lestari Kehati dari Gubernur DIY.

Sekarang, banyak daerah yang menjadikan Jatimulyo sebagai rujukan pengelolaan SDA air dan alam sebagai tempat wisata.

"Karena kami berpihak pada konservasi alam. Lihat saja, ayam alas (hutan) kembali ada. Burung datang. Jadilah wisata minat khusus," kata Anom.

"Kami ada kebun, kami punya kali (sungai), kami punya hutan. Jangan sampai orang keluar masuk begitu saja. Bagaimana kalau tidak dijaga. Kami harus membuat kembali semakin baik," kata Anom.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com