"Setelah (belajar) di sini, tamu sudah bisa memiliki keahlian mulai dari membuat pola, mendesain dan mencanting," kata Subhan.
Semua didukung suasana pedesaan yang cukup kental lantaran warga sepakat mempertahankan keasrian desa, yakni soal bangunan, jalanan desa, kulinernya, hingga warga sehari-hari mengenakan baju beskap dan ikat kepala.
"Kami pakai ikat kepala seperti ini dan sarung begini. Karena seperti inilah nenek moyang kami. Zaman boleh maju, tapi kami ingin tetap mempertahankan konsep ini," kata Ali.
Segajih berkembang seperti ini di tengah tumbuhnya destinasi wisata di Hargotirto dan sekitarnya. Destinasi-destinasi itu banyak yang sudah mendunia, seperti: Kalibiru dan Pulep Payung.
Segajih memang tidak memiliki alam seindah desa lain di sekelilingnya. Namun, untuk bisa ikut berkembang bersama dengan destinasi yang lebih dulu mapan, mereka kreatif mengembangkan konsep desa wisata, menginap dan belajar budaya.
Pemilik homestay di RT 12, Kasmiyem mengatakan, tamu yang pernah menginap di rumahnya benar-benar ikut dalam kehidupannya.
Tamu ikut keliling mencari kayu bakar, membersihkan rumah dan halaman, ikut memasak gula merah, hingga memberi makan ayam maupun mencari rumput untuk kambing peliharaannya.
Setiap hari, tamu yang menginap akan ikut makanan menu rumah, seperti tahu, tempe, sayur bobor, atau bening, hingga sup.
"Sekarang saja masih sering WA-an untuk saling menanyakan kabar," tambah Kasmiyem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.