Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Lebaran Masa Lampau, Mari Bernostalgia ke Tahun 1920-an...

Kompas.com - 08/06/2018, 11:46 WIB
Rosiana Haryanti,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lebaran selalu menyimpan cerita. Perayaan hari kemenangan ini biasanya diwarnai dengan beragam tradisi yang sudah berlangsung menahun di berbagai daerah.

Beda daerah, beda tradisi. Demikian pula cerita yang ditinggalkan, selalu jadi kenangan.

Seperti apa tradisi Lebaran pada masa lalu? Mari bernostalgia!

Lebaran pada 1920-an...

Kisah Lebaran tahun 1920-an diceritakan seorang wanita, seperti dimuat Harian Kompas, 27 Agustus 1979..

Pada 1979, wanita ini berusia 60 tahun. Ia mengenang berbagai kisah Lebaran masa kecilnya.  

Kala itu, suasana Lebaran sudah terasa bahkan pada minggu pertama puasa.

Biasanya, rumah-rumah akan dicat atau dikapur untuk memeriahkan suasana Hari Raya.

Lantai sudah ditutupi tikar dan permadani untuk menyambut tamu yang datang bersilaturahim.

Perabot juga akan dikeluarkan untuk memberi ruang ekstra. Hanya beberapa kursi yang disediakan, khusus untuk tamu-tamu Belanda.

Ketika tamu mulai datang, tuan rumah akan segera mengeluarkan tempat sirih yang terbuat emas dan perak.

Menyirih merupakan kebiasaan wanita pada zaman dulu. Sirih biasanya ditempatkan di bagian yang biasa diduduki kaum wanita.

Sepuluh hari jelang Lebaran, biasanya orang-orang sudah mulai membuat kue-kue kering dan spekoek atau lapis legit sebagai hidangan saat Idul Fitri.

Selain spekoek, ada kue keju, nastar (ananastaart) serta gateau africain (kue berwarna coklat) yang jadi primadona.

Masuk lewat pintu belakang

Masih kisah wanita yang sama, pada tahun 1920-an itu, ada kebiasaan unik saat Lebaran. Para tamu biasanya masuk melalui pintu belakang.

Cara ini dianggap menunjukkan penghormatan dan usaha seorang tamu untuk menghargai tuan rumah.

Meski masuk dari belakang, namun tamu yang datang sudah meninggalkan alas kakinya di depan rumah.

Sementara, pintu depan hanya diperuntukkan bagi tamu yang memiliki kedudukan tinggi.

Orang-orang yang bertamu biasanya hanya berkunjung sebentar, lalu langsung pergi.

Tidak mengenal baju Lebaran

Pada masa itu, tidak ada tradisi membeli atau membuat baju Lebaran. Jika perayaan Lebaran identik dengan baju baru untuk anak-anak, lain halnya pada zaman itu.

Anak-anak tidak memikirkan pakaian baru.

Sebaliknya, memberikan pakaian baru kepada orangtua merupakan hal yang lazim dilakukan.

Cara ini merupakan bentuk penghormatan anak kepada orangtua.

Lazimnya, hadiah yang diberikan berupa pakaian. Jika hadiah yang diberikan menyalahi kebiasaan, maka hal itu akan menjadi gunjingan dan pembicaraan di kalangan keluarga.

Bagaimana dengan parsel? Orang-orang pada masa itu tidak mengenal tradisi saling berkirim bingkisan atau parsel.

Masyarakat biasanya mengirimkan hantaran berupa makanan buatan sendiri, beberapa hari menjelang Lebaran.

Selanjutnya, tradisi Lebaran di berbagai daerah...

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com