Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Solo Societeit", Mereka yang Gelisah dengan Kelangsungan Situs Sejarah dan Budaya...

Kompas.com - 12/06/2018, 09:47 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

SURAKARTA, KOMPAS.com – Solo Societeit. Komunitas Sejarah dan Budaya Solo ini baru terbentuk pada 6 Mei 2018.

Pendirinya adalah Heri Priyatmoko, seorang sejarawan yang juga akademisi Jurusan Sejarah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Solo Societeit terbentuk karena adanya kegelisahan terhadap situs sejarah yang terabaikan di Surakarta, dan minimnya kontribusi masyarakat dalam bidang kebudayaan terutama kalangan generasi muda.

Kini, ada 10 orang penggerak yang tergabung dalam Solo Societeit, dengan latar belakang berbeda, tetapi punya ketertarikan sama terhadap sejarah.

Para peserta napak tilas Kampung Kauman Mangkunegaran, Minggu (10/6/2018).KOMPAS.com/ASWAB NANDA PRATAMA Para peserta napak tilas Kampung Kauman Mangkunegaran, Minggu (10/6/2018).
Mereka yang ingin menghapus kegelisahan dan mengajak untuk mengulik sejarah, melestarikan budaya Solo.

Baca juga: Mengulik Sejarah Kampung Kauman Mangkunegaran...

“Lintas disiplin, sastra Jawa, manajemen, komunikasi, bagaimana lintas keilmuan ini bisa menyatu dalam gerakan yang sama. kita buat wadah Solo Sicieteit. Jadi tidak ada sentrisme di sini, semua bisa berkontribusi,” kata Heri, saat ditemui di sela jelajah situs bersejarah di Kampung Kauman Mangkunegaran, Minggu (10/6/2018).

Meski baru sebulan berdiri, Solo Societeit sudah melakukan beragam kegiatan, seperti diskusi, bincang sejarah, dan napak tilas situs-situs bersejarah.

Heri mengatakan, melalui Solo Societeit, ia ingin mengajak masyarakat mengetahui sejarah yang menjadi asal mula serta identitas masyarakat itu sendiri.

“Sejarah ini kita sampaikan secara santai, lewat dongeng, lagu, mengunjungi situs. Jadi kami outdoor bukan diskusi kelas yang membosankan. Belajar sejarah ini kan mengasyikkan, jangan dibuat tegang,” kata Heri.

Baca juga: Suatu Sore, Napak Tilas Kampung Kauman Mangkunegaran...

Dalam penyampaiannya, Solo Societeit berupaya menghadirkan data dan sumber yang valid. Para peserta juga bisa secara aktif menyampaikan pendapat dalam diskusi jika memiliki data yang berbeda.

“Kami menerima debat, di sini lah terjadi sharing informasi, dialektika, pengetahuannya di situ. Kami memberikan keleluasaan pada peserta untuk aktif. Inilah yang disebut pengayaan pengetahuan,” ujar dia.

Peserta napak tilas sejarah Kampung Kauman Mangkunegaran, Minggu (10/6/2018), mengikuti kegiatan yang digagas oleh komunitas Solo Societeit.KOMPAS.com/LUTFIA AYU AZANELLA Peserta napak tilas sejarah Kampung Kauman Mangkunegaran, Minggu (10/6/2018), mengikuti kegiatan yang digagas oleh komunitas Solo Societeit.

Data-data yang digunakan oleh komunitas ini berupa gabungan dari data tertulis dan folklore dari para tokoh yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas di bidangnya.

Sejak awal Mei lalu, Solo Societeit sudah dua kali mengadakan kegiatan jelajah dan bincang sejarah.

Dalam kegiatan ini, para peserta akan diajak menjelajah dan melihat secara langsung situs-situs sejarah yang ada.

Setelah itu, dilanjutkan dengan berdiskusi mengenai situs yang dikunjungi, dilengkapi dengan pemaparan data dan sumber.

Baca juga: Kauman Solo yang Melintasi Zaman

“Sebelum disampaikan ke publik, sebelumnya kami sudah melakukan riset terlebih dahulu. Dan ketika bincang diskusi, kami hadirkan sumber tertulis yang kami gunakan. Jadi tidak asal ngomong sejarah, Proses bincang itu sekaligus menjadi pertanggungjawaban konten yang kami kemas,” kata Heri.

Menurut Heri, Solo Societeit mengusung idealisme para anggotanya. Dan, segala kegiatan dilakukan secara swadaya oleh para anggota Solo Societeit.  

“Kami tidak ada sumbangan dari siapapun, ini 100 persen uang dari dompet kami masing-masing. Kalau bukan karena idealisme, ya enggak mungkin. Istilahnya, kami kan sudah selesai dengan diri kami masing-masing,” ujar Heri.

Kompas TV Hingga Senin (11/6) malam ini jumlah kendaraan yang melintas di Gerbang Tol Surabaya- Mojokerto lebih dari sepuluh ribu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com