Kedua, tanah yang dia pijaki selama gerilya menjadi haknya.
Ketiga, rumah Dalem Mangkuyudan dan kampungnya menjadi hak Pangeran Sambernyawa atau RM Said.
Dalem Mangkuyudan
Pada 1756, Raden Mas Said kembali ke Surakarta dan mendiami rumah milik Raden Tumenggung Mangkuyuda, Dalem Mangkuyudan.
Hingga saat ini, simbol tersebut masih ada di dalam rumah tersebut.
Condrosengkolo memet berupa kronogram yang berada di rumah Sindurejan, berbentuk ukiran sebagai penanda masuknya RM Said ke rumah ini.
Ada dua ukiran pendeta dan beberapa ekor gajah. Pada bagian tengahnya terdapat jagat yang merupakan bentuk nanasan dari wayang kulit yang berarti simbol bumi.
Di rumah inilah RM Said "ngrelenke ati" atau mengistirahatkan hati setelah 16 tahun bergerilya di hutan.
Setelah Pangeran Sambernyawa mendiami Puro Mangkunegaran, keberadaan rumah ini dikelola oleh KPH Purbonegoro dan keturunan dari Sambernyawa.
KPH Purbonegoro mengelola dan merintis rumah ini, kemudian Kampung Kauman berkembang dengan baik sesuai fungsinya.
Namun, keberadaan rumah tersebut kurang diperhatikan sejak identitas Kauman sebagai pusat kegiatan dakwah Islam luntur setelah pemindahan masjid ke sisi barat Puro Mangkunegaran.
Pada masanya, rumah peninggalan RM Said memiliki pintu gerbang di sisi selatan dengan pintu kecil di kanan-kiri rumah. Pada bagian depan rumah terdapat halaman yang luas.
Kini, gerbang utama dipindahkan ke sisi timur. Sementara, pada bagian depan rumah sudah berdiri sejumlah rumah lainnya.
Akses menuju Dalem Mangkuyudan harus melalui gang kecil di depan Pasar Legi.
Rumah Pangeran Sambernyawa kini dimiliki oleh keluarga Mintorogo sejak 1979. Ia mendapatkan rumah ini dari pendahulunya yang merupakan keturunan demang.
Selain dikenal sebagai rumah penginggalan Mangkunegara 1, rumah ini juga merupakan tempat pembuatan souvenir yang merupakan usaha keluarga Mintorogo.