TAIWAN, KOMPAS.com - Pengemudi bus wisata yang saya tumpangi, menghentikan busnya sejenak di pinggir jalan. Kemudian, ia berteriak lantang dari kursinya, sembari melambaikan uang 100 New Taiwan Dollar atau setara Rp 50.000.
Tak lama seorang perempuan muda berjalan menghampiri. Perempuan ini mengenakan bikini warna merah muda, menyodorkan dua bungkus plastik kecil berisi barang. Tanpa basa basi, transaksi tersebut berjalan cepat. Kurang dari semenit.
Saya keheranan, satu tentu karena si penjual yang berbusana terbuka di area gunung dengan suhu sekitar 20 derajat celcius. Kedua, barang yang dibeli oleh supir bus tersebut. Saya lantas bertanya kepada pemandu perjalanan, apa yang dibeli oleh supir bus.
"Itu buah pinang, kami di sini menyebutnya Bin Lang," kata pemandu dari perjalanan wisata di Taiwan, Vivian, Selasa (10/7/2018).
Vivian menjelaskan perempuan berpakaian minim adalah strategi marketing berjualan buah pinang, karena mayoritas pembeli adalah supir truk dan buruh kasar.
"Mengunyah buah pinang ini efeknya seperti minum kopi tetapi jadi ketagihan," jelasnya.
Di Taiwan sendiri sangat mudah melihat pohon pinang. Bahkan di gunung yang lebat sekalipun, pohon pinang dengan batangnya yang tinggi menjulang dari pohon lain.
"Makan pinang ini bahaya untuk kesehatan. Gigi jadi jelek, bisa menyebabkan kanker mulut pula," kata Vivian.
Selain supir truk dan buruh kasar, jarang warga Taiwan mau mengunyah pinang. Pemerintah Taiwan sendiri saat ini sedang memerangi konsumsi pinang di negaranya.
Sejak 2014, jika ada orang yang terlihat mengunyah pinang di Taipei akan didenda dan diharuskan masuk kelas rehabilitasi.
Strategi berjualan pinang dengan penjual perempuan berbusana minim juga dianggap banyak orang sebagai salah satu bentuk pelecehan jender. Apalagi etalase toko yang terbuat dari kaca bening, sengaja memperlihatkan para penjualnya.
Namun pada akhirnya buah pinang dan strategi berjualan yang tak lazim ini menjadi ciri khas Taiwan sejak 30-40 tahun lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.