Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

22 Jam Menikmati Kota Phnom Penh...

Kompas.com - 17/07/2018, 09:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu saya bersama seorang kawan memutuskan untuk secara spontan melakukan perjalanan dengan ransel ke Bangkok, Thailand. Namun, kami tidak ingin rute penerbangan langsung Jakarta-Bangkok seperti biasanya. 
 
Beruntung ada tiket promo dari sebuah maskapai penerbangan berbiaya murah, Jakarta-Kuala Lumpur-Phnom Penh, Kamboja Rp 300.000 sekali pergi. Tanpa pikir panjang, kami langsung membeli tiket.
 
Lho, kok Phnom Penh? Ya, karena kami ingin menjajal jalur darat Phnom Penh-Bangkok dengan menumpang bus antarnegara.
 
Akhirnya, berangkatlah kami menuju Phnom Penh, ibukota yang belum pernah kami kunjungi sebelumnya. Sekira pukul 08.00 pagi, kami tiba di Phnom Penh.
 
Kami memiliki waktu 22 jam untuk menikmati Kota Phnom Penh sebelum akhirnya berangkat menuju Bangkok keesokan paginya pukul 06.00. Dari Bandara Internasional Phnom Penh, kami menumpang bus kota nomor 3 menuju pusat kota dengan tarif sekitar 1.500 riel.
Central Market di Phnom Penh, Kamboja yang mulai beroperasi pada tahun 1937. KOMPAS.com / SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN Central Market di Phnom Penh, Kamboja yang mulai beroperasi pada tahun 1937.
Kami berhenti di depan Central Market, pasar terbesar di Phnom Penh yang legendaris. Pasar tersebut dibangun oleh pemerintah kolonial Perancis dan mulai beroperasi pada tahun 1937 silam.
 
Dimulailah perjalanan kami di Phnom Penh yang mengesankan. Kami berjalan kaki menuju Happy House Zone, hostel tempat kami bermalam yang berlokasi di Preah Ang Yukanthor Street (19).
 
Selesai meletakkan ransel, kami berjalan kaki menyusuri kota Phnom Penh. Tujuan pertama adalah Central Market yang berbentuk seperti huruf X dengan dinaungi kubah besar.
 
Bangunan berwarna putih tersebut merupakan tempat bernaung ratusan, mungkin ribuan pedagang yang menjual aneka barang. Mulai dari pakaian, cinderamata untuk dibeli para turis, sayuran, daging, hingga perhiasan.
 
Di sana, saya membeli magnet lemari es dan dompet bermotif tradisional khas Kamboja untuk oleh-oleh. Jangan kaget, Anda bisa berbelanja dengan menggunakan mata uang riel Kamboja atau dollar Amerika Serikat di seluruh penjuru negeri Khmer tersebut.
Suasana di Preah Ang Yukanthor Street (19), Phnom Penh, Kamboja. Foto diambil dari Happy House Zone Hostel.KOMPAS.com/SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN Suasana di Preah Ang Yukanthor Street (19), Phnom Penh, Kamboja. Foto diambil dari Happy House Zone Hostel.
Yang mengejutkan, tiba-tiba ada suara "Es kelapa! Segar!" dalam bahasa Indonesia. Wah, ternyata ibu-ibu penjual es kelapa muda di Central Market ada yang bisa berbahasa Indonesia!
 
Kami kemudian beralih ke area pedagang makanan untuk melihat ragam jenis kue dan penganan khas Kamboja. Saya membeli roti berukuran panjang dan besar, hampir separuh ukuran roti baguette seharga 1 dollar AS.
 
Puas keliling Central Market, kami berjalan mencari toko buku karena saya ingin membeli majalah wanita Kamboja. Ya, saya punya kebiasaan membeli majalah wanita di negara manapun yang saya kunjungi.
 
Namun, ternyata sulit mencari toko buku seperti yang ada di Indonesia atau negara lainnya. Toko buku di Kamboja lebih berkonsep toko alat tulis dan kantor. Namun, toh akhirnya kami menemukan toko buku yang juga menjual buku dan majalah sesungguhnya.
 
Akan tetapi, saya dibuat terkejut lantaran tidak ada majalah edisi terbaru. Seluruh majalah yang dijual adalah majalah dari beberapa bulan sebelumnya atau majalah tiga bulanan.
Istana  Kerajaan Kamboja di Phnom Penh. 
KOMPAS.com / SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN Istana Kerajaan Kamboja di Phnom Penh.
 
Akhirnya saya membeli majalah yang saya anggap terkini. Rasa terkejut saya berlanjut, karena majalah wanita berbahasa Khmer yang saya beli lebih menyerupai kumpulan model busana wanita dengan para model yang itu-itu saja.
 
Singkat cerita, kami melanjutkan perjalanan ke Museum Nasional Kamboja yang berlokasi sangat dekat dengan Istana Raja Kamboja. Museum itu menyimpan benda-benda bersejarah bangsa Kamboja dan menarik minat banyak turis asing maupun pelajar Kamboja untuk datang.
 
Kami kemudian menyusur jalan menuju Istana Kerajaan Kamboja. Warga tidak diperbolehkan masuk, sehingga kami hanya "nongkrong" di lapangan persis di depan istana.
 
Istana tersebut sangat megah dengan arstitektur khas Khmer. Foto Raja Norodom Sihamoni berukuran sangat besar di pasang di bangunan istana.
 
Tempat ini layak dijadikan latar belakang foto bagi para turis. Di lapangan itu pun banyak pedagang yang menjajakan mainan, makanan, minuman, hingga pernak-pernik khas Kamboja.
 
Di situ, seorang pedagang menarik perhatian saya. Bagaimana tidak, pedagang itu menjual biskuit Malkist Roma, minuman kopi Kopiko, dan balsem produksi Indonesia!
Museum Nasional Kamboja di Phnom Penh.KOMPAS.com / SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN Museum Nasional Kamboja di Phnom Penh.
 
Tidak terasa, hari sudah petang. Kami melanjutkan perjalanan menyusur jalan-jalan sekitar istana. Jalan-jalan tersebut merupakan rumah bagi banyak hotel dan hostel yang menaungi para pelancong dan backpacker seperti kami.
 
Kami menikmati matahari tenggelam dengan duduk di pinggir sungai yang ada di seberang istana. Rasanya menenangkan sekali, meskipun hiruk-pikuk warga riuh di sekitar kami.
 
Malam hari, waktu yang tepat untuk menghabiskan waktu menikmati suasana dengan musik pengiring di restoran, kafe, atau pub yang dikunjungi turis.
 
Selama beberapa jam kami menghabiskan waktu, sebelum akhirnya kembali ke hostel, ke peraduan, hingga pagi menjelang kepergian kami dari Phnom Penh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com