JAKARTA, KOMPAS.com - Belanda dikenal banyak membuka perkebunan kakao pada zaman penjajahan Hindia Belanda. Namun ternyata bukan Belanda yang membawa kakao ke Tanah Air.
"Walaupun cokelat berkembang pesat dari abad 19 sampai 20, sebenarnya budidaya kakao di Indonesia sudah ada dari tahun 1560. Spanyol membawa ke Filipina, negeri koloninya, kemudian dari Filipina menyebar sampai ke Minahasa (Sulawesi Utara)," jelas sejarawan kuliner sekaligus dosen Departemen Sejarah Universitas Padjajaran, Fadly Rahman, di acara Diskusi Media ‘Serba Serbi Cokelat’ dari Mondelez International di Jakarta, Kamis (2/08/2018).
Jenis kakao yang masuk pertama kali ke Indonesia adalah Kakao Criollo dari Venezuela. Saat itu Venezuela yang juga menjadi koloni Spanyol menjadi penghasil kakao terbesar di dunia. Venezuela memasok setengah biji kakao di dunia.
"Saat itu Belanda masih fokus ke tanaman kopi dan teh," jelas Fadly.
Baca juga: Intip Potensi Cokelat Indonesia yang Tak Kalah dari Kopi
Baru ketika tanaman kopi dan teh rusak akibat penyakit, Belanda mulai beralih fokus untuk membudidayakan kakao pada 1880. Belanda membudidayakan jenis kakao Forastero yang juga berasal dari Venezuela.
Sampai 1938 ada 29 perkebunan kakao di Hindia Belanda, yang pada akhirnya setelah merdeka perkebunan kakao dinasionalisasi menjadi milik negara Indonesia.
Perkembangan cokelat di Indonesia
Masifnya budidaya kakao di Hindia Belanda membawa efek konsumsi cokelat di masyarakat. Pada abad ke-20, Fadly menjelaskan ada kepercayaan di Hindia Belanda bahwa minum cokelat dapat meningkatkan kesehatan.
"Kalau dilihat dari iklan-iklan zaman dulu, cokelat lebih identik sebagai minuman daripada camilan seperti sekarang. Cokelat juga menjadi simbol dari status sosial," jelas Fadly.
Ia memperlihatkan iklan dari merek cokelat produksi Amsterdam 'Tjoklat'. Tampak seorang perempuan Melayu berkemben dan bersanggul duduk bersimpuh mempersembahkan sebakul buah kakao.
Iklan tersebut disebutkan Faldy membuktikkan bahwa cokelat menjadi simbol status sosial.
Pada masa kolonial juga, Indonesia pernah menjadi salah pemasok kakao terbesar di dunia. Dari merek Tjoklat saja, ada 63 juta cokelat batangan diproduksi per tahun. Nama merek 'Tjoklat' juga diambil dari Bahasa Melayu, asal dari kakao Hindia Belanda.
Baca juga: Kisah Petani yang Baru Minum Cokelat Setelah Lebih dari 30 Tahun Merawat Kebun Cokelat
Pasca kemerdekaan, aneka merek cokelat lokal berkembang di Tanah Air. Cokelat lantas tak hanya dapat dinikmati kaum elit, tetapi semua kalangan masyarakat hingga saat ini. Tentunya dengan berbagai varian harga yang sesuai dengan komposisi cokelat.
Selera cokelat juga berganti bentuk sejak era tersebut, dari yang tadinya cairan diminum kini menjadi camilan yang dikunyah.
Sampai saat ini Indonesia menjadi pemasok biji kakao ke tiga terbesar di dunia. Namun konsumsi cokelat masyarakat Indonesia terbilang rendah, hanya 500 gram per kapita, setiap satu tahun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.