KOMPAS.com - “Bzzzt....di sini 1182 sedang turun-turun air terjun... Rekan ada yang sedang naik-naik kah?”
Begitu bunyi pesan yang disampaikan Bang Yos, supir mobil angkutan kami, kepada mobil lain yang akan melintas melalui alat komunikasi ‘mobile rig’ yang terpasang di kendaraannya.
1182 adalah plat nomor mobil berbadan besar ini, sedangkan “air terjun” merupakan sebutan daerah yang telah disepakati warga lokal dan supir-supir kendaraan pengangkut. Percakapan seperti ini biasa terdengar dalam perjalanan menuju Pegunungan Arfak.
Pegunungan Arfak merupakan suatu kabupaten yang berjarak 90 kilometer dari pusat kota Manokwari, atau sekitar empat jam dengan menggunakan kendaraan. Kabupaten ini terletak di atas pegunungan yang bernama sama.
Untuk mengenali tempatnya cukup mudah, karena gagahnya Pegunungan Arfak dapat terlihat dari pusat kota. Barisan gunung yang menjulang tinggi seakan melengkapi pemandangan kota Manokwari dari hari ke hari.
Hal ini dikarenakan medan yang dihadapi untuk mencapai Kabupaten Pegunungan Arfak merupakan punggungan terjal serta lembahan curam. Jalanan pun masih belum teraspal, alias tanah merah yang sudah pasti licin ketika hujan turun.
Di beberapa tempat, bahkan kendaraan dihadapkan pada medan satu lajur, dimana sisi sebelah kirinya merupakan jurang yang cukup dalam. Salah perhitungan sedikit, bisa-bisa kendaraan terperosok masuk ke dasarnya. Benar-benar menegangkan!
Di beberapa ruas jalan menuju Kabupaten Pegunungan Arfak, kendaraan diharuskan untuk melintasi sungai, dikarenakan belum adanya akses jembatan yang dibangun.
Selain mobil four wheel drive dengan kondisi prima, dibutuhkan juga sopir yang benar-benar handal. Nah, di sinilah peran angkutan umum menuju Pegunungan Arfak menjadi sangat penting.
Jangan dulu membayangkan angkutan umum ke Pegunungan Arfak seperti angkutan umum pada umumnya di kota yang terkesan seadanya dan tidak terawat. Kendaraan yang digunakannya saja bisa dibilang ‘wah’ karena terkenal bandel.
Tiap mobil dilengkapi dengan mobile rig sebagai alat komunikasi antar kendaraan yang melintas.
Beberapa kali, alat ini juga digunakan supir untuk meminta pertolongan ketika terjadi masalah di perjalanan, seperti mogok atau terperosok jurang.
“Sa (saya) biasa kasih penumpang harga Rp 200.000 per kepala”, begitu kata Bang Yos dengan logat Papua-nya. Biasanya, angkutan akan jalan jika sudah terisi 8-10 orang.