Akibatnya, situs-situs adat dan emas adat yang tersimpan rapi di dalam rumah adat itu ikut hangus dilalap api.
Tanda-tanda apakah ini bagi dunia pariwisata di Pulau Flores, NTT?
Kerugian material yang dialami warga setempat bersama dengan aset budaya dan rumah tradisional ini tentu bukan kerugian kecil.
Belum lagi pemulihan dan pembangunan kembali rumah adat membutuhkan waktu sangat lama karena kerugiannya sangat besar yakni 27 rumah tradisional.
Kampung tradisional Gurusina merupakan kampung yang sangat tersohor di seluruh dunia karena lokasi kampungnya berada di lereng Gunung Inerie.
Ratusan wisatawan asing dan Nusantara selalu membeli paket perjalanan wisata khusus ke kampung tradisional Gurusina.
Bahkan, kampung ini merupakan kampung musik bambu bombardom khas masyarakat Kabupaten Ngada. Musik bambu bombardom pada September 2015 meraih rekor Muri. Kini 27 rumah adat di kampung itu hangus terbakar dan hanya tinggal puing-puing.
Destinasi yang ditawarkan bagi wisatawan asing dan Nusantara di Kampung tradisional Gurusina adalah keunikan rumah adat, benda-benda kuno, tempat melaksanakan berbagai ritual adat, peninggalan batu megalitikum di Flores.
Selain musik tiup bambu bombardom dan seruling menjadi kekhasan tersendiri bagi kampung tradisional Gurusina.
Bahkan, kampung itu terkenal dengan kuliner makanan khas warga Ngada, kain tenun khas Ngada dan berbagai produk-produk lokal yang diwariskan leluhur masyarakat perkampungan tradisional Gurusina.
Gililawa dan Gurusina
Uniknya peristiwa kasus kebakaran obyek wisata itu berawal dengan huruf G, yakni Gililawa Darat dan Gurusina. Dua kasus kebakaran ini berada di kawasan Pulau Flores bagian Barat.
Dua kasus kebakaran obyek wisata ini merupakan destinasi utama di Pulau Flores, NTT. Memang lokasinya sangat berbeda serta kekhasan obyek wisatanya.
Gililawa Darat adalah kawasan padang savana yang menjadi spot foto pre-wedding serta menjelajahi padang savana setelah wisatawan menyelam menikmati panorama bawah laut Taman Nasional Komodo.