Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Deko Ipung Le Sempe", Tradisi Ramah Lingkungan di Kolang Flores

Kompas.com - 27/08/2018, 16:02 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

LABUAN BAJO, KOMPAS.com — Warga Kolang di kawasan Lembah Poco Kuwus memiliki tradisi menghormati dan menghargai alam semesta. Salah satu dari sekian tradisi itu adalah “Deko Ipung Le Sempe”. Ini merupakan tradisi warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur yang masih bertahan.

Di kawasan Lembah Poco Kuwus, Gunung Kuwus terdapat sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terpanjang. Nama DAS itu adalah Wae Impor. Mengapa orang Kolang menyebut Sungai Wae Impor? Mungkinkah sungai itu diimpor? Saat ini masih ditelusuri asal mula nama Sungai Wae Impor tersebut.

DAS Wae Impor memiliki banyak kolam dan sejumlah air terjun kecil. Ada kolam berukuran besar, sedang dan kecil. Kolam, dalam dialek Kolang adalah "tiwu". Di Sungai Wae Impor hidup ikang, ipun, pake, katak, kuhe, udang, tuna, belut dan berbagai jenis binatang melata.

Baca juga: Turis Eropa Menari Sanggu Alu, Lipa Songke, dan Congkae Sae di Flores

Biasanya saat musim kemarau dengan debit air kecil antara Juni-Agustus, warga dari kampung Ranggu, Tado, Suka dan warga yang tinggal tak jauh dari DAS Wae Impor selalu ke kolam-kolam di sungai itu untuk menangkap berbagai binatang melata yang biasa dimakan.

Salah satu warisan leluhur orang Kolang adalah tradisi “Deko Ipung Le Sempe”, tradisi yang ramah lingkungan. Mengapa ramah lingkungan? Karena tradisi ini menangkap binatang melata dengan peralatan-peralatan yang bersumber dari alam itu sendiri.

Tradisi Deko Ipung Le Sempe merupakan tradisi warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur yang tetap lestari.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tradisi Deko Ipung Le Sempe merupakan tradisi warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur yang tetap lestari.
Salah satu peralatan itu berasal dari bambu kecil yang dalam dialek Kolang disebut bambu helung. Bambu helung adalah bambu yang sangat halus dan lembut. Biasanya alat ini digunakan untuk alat tiup seruling atau suling.

Baca juga: Tiga Kampung Adat yang Memukau di Lembah Jerebuu Flores

Kalau seandainya tidak ada bambu helung ini maka warga biasanya mengambil bambu berukuran sedang yang masih muda, lalu dianyam. Bambu helung dianyam dari beberapa buah bambu kecil lalu disatukan.

Tradisi “Deko Ipung Le Sempe” apabila diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia maka “deko” berarti tangkap, "ipung" berarti ipun, "le" berarti dengan.

Sedangkan "sempe" berarti sebuah alat tradisional yang terbuat dari bambu helung yang dianyam secara vertikal, dimana bagian atasnya bulat besar membentuk sebuah lingkaran dan bagian bawahnya berbentuk bulat kerucut atau bulat runcing.

Baca juga: Wisatawan, Perhatikan Hal Ini saat Berkunjung ke TN Komodo

Jadi “Deko Ipung Le Sempe" adalah cara menangkap binatang melata di sungai dengan peralatan bambu halus yang ramah lingkungan.

Tradisi Deko Ipung Le Sempe merupakan tradisi warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur yang tetap lestari.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tradisi Deko Ipung Le Sempe merupakan tradisi warga Kolang, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur yang tetap lestari.

Warisan Leluhur Orang Kolang

Kolang merupakan nama sebuah etnis di Kabupaten Manggarai Barat. Leluhur orang Kolang sangat menghormati dan menghargai alam semesta sebagai sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup di dunia ini.

Orang Kolang sangat ramah dengan lingkungan sekitarnya dan ramah terhadap makhluk-makhluk lain dengan berbagai ritual yang diupacarakan.

Kehidupan orang Kolang tidak terlepas dari bercocok tanam, antara lain ladang dan persawahan.

“Deko Ipung Le Sempe” merupakan tradisi ramah terhadap makhluk-makhluk melata yang hidup di air maupun di lahan persawahan dan juga di DAS Wae Impor dan sungai-sungai lain di kawasan Kolang.

Tradisi ini ramah lingkungan karena warga yang menangkap binatang melata hanya menangkap binatang yang berukuran besar seperti ikang, ipung, kuhe, tuna, dan pake. Sementara telur, ikang, kuhe, tuna, pake dan ipung dengan ukuran sedang dan kecil tidak ditangkap dan apabila terjerat dalam wadah sempe maka warga wajib mengembalikan ke kolam, tiwu.

Dua warga Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018), berdiri di puncak Watu Pengang.ARSIP UPENK KURNIAWAN Dua warga Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018), berdiri di puncak Watu Pengang.
Kebiasaan itu sudah diketahui warga yang pergi menangkap binatang melata di sungai untuk tidak menangkap binatang melata yang sedang bertelur dan berukuran kecil demi kelangsungan binatang melata itu di kemudian hari.

Cara Memasang Sempe di Tiwu

Biasanya warga memasang sempe di aliran sungai yang berarus deras, bahasa setempat menyebutnya wae ola. Kalau pergi menangkap secara perorangan maka sempe diletakkan di aliran arus deras pada pagi hari dan pada sorenya pergi untuk melihatnya.

Apabila secara berkelompok maka semua orang masuk di kolam dan mengarahkan binatang melata itu ke aliran arus air yang deras. Semua binatang melata itu berlari mengikuti aliran arus deras tersebut dan masuk dalam alat penangkap tersebut. Satu dan dua orang menjaga di sekitarnya.

Semua orang berada di kolam itu mengeruhkan airnya sehingga semua binatang melata yang berukuran besar lari menuju aliran arus air yang deras. Mereka biasanya seharian berada di Sungai Wae Impor untuk menangkap binatang melata yang bisa dimakan.

Biasanya dari satu kolam ke kolam lainnya sampai wadahnya digunakan penuh dan selanjutnya di bagi secara merata bagi setiap anggota kelompok. Ada keadilan dalam pembagian dari hasil tangkapan tersebut.

Dua warga Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018), berdiri di puncak Watu Pengang.ARSIP UPENK KURNIAWAN Dua warga Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018), berdiri di puncak Watu Pengang.
Sebagiannya juga bisa langsung dimasak atau dipanggang di pinggir kolam tersebut untuk menu makan siang. Biasanya anggota kelompok sudah mengetahui aturan-aturan lisan demi sebuah keadilan.

Anggota kelompok juga mengetahui bahwa kelangsungan hidup binatang melata harus terus berkembang di hari-hari mendatang dan juga menjaga agar binatang melata itu tidak punah.

Hal-hal yang lain yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok adalah anggota kelompok dilarang membawa uang. Biasanya sebelum berangkat menuju ke kolam, anggota kelompok saling bertanya agar tidak membawa uang.

Jika ada uang di saku celana maka uang itu harus disimpan di rumah sebab ada kepercayaan orang Kolang bahwa apabila membawa uang maka apa yang dicari tidak membuahkan hasil. Jadi pergi menangkap binatang melata di kolam harus polos dengan tidak membawa uang di saku celana. Ada kejujuran sebelum berangkat bagi setiap anggota kelompok.

Tetapi kalau ada anggota kelompok yang sembunyi-sembunyi membawa uang di saku celana maka usaha untuk menangkap binatang melata yang bisa dimakan membutuhkan waktu lama dan kadang-kadang tidak membuahkan hasil.

Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018) sebagai salah daya tarik pariwisata di lembah tersebut. ARSIP UPENK KURNIAWAN Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018) sebagai salah daya tarik pariwisata di lembah tersebut.
Jika mereka mengetahui tanda-tanda tidak ada binatang melata di kolam maka sesama anggota kelompok menanyakan kembali aturan tak tertulis tersebut. Jika ada yang menyimpan uang maka uang itu harus diletakkan di tempat paling jauh.

Geliat Pariwisata Bangkitkan Keunikan di Kampung-kampung

Geliat pariwisata di Flores Barat pasca Sail Komodo membangkitan gairah-gairah generasi muda yang tersebar di kampung-kampung. Kunjungan wisatawan asing dan Nusantara ke Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat kini semakin meningkat.

Semakin dikenalnya binatang komodo ke seluruh dunia membuka mata generasi milenial untuk mengangkat dan mempublikasi keunikan-keunikan tradisi dan ritual yang terjaga baik dan masih asli yang ada di kampung-kampung.

Melalui media sosial, generasi milenial terus mengeksplore keunikan-keunikan tradisi dan ritual untuk menggaet wisatawan minat khusus baik mancanegara maupun Nusantara.

Generasi milenial dengan membaca berbagai berita tentang keunikan lain di seluruh Indonesia menginspirasi mereka untuk mengangkat dan mempublikasikan di ranah media sosial seperti facebook dan membagikan juga foto-foto melalui media lain seperti whatsapp dan instagram.

Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018) sebagai salah daya tarik pariwisata di lembah tersebut. ARSIP UPENK KURNIAWAN Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018) sebagai salah daya tarik pariwisata di lembah tersebut.
Dua warga Ranggu yang rajin mempublikasi keunikan-keunikan di lembah Ranggu adalah Upenk Kurniawan dan Encyk Mandi.

Ranah akun facebook Upenk Kurniawan dan Encyk Mandi selalu mengupload keunikan-keunikan di lembah tersebut seperti sawah lodok di belakang gedung Gereja Ranggu, keunikan matahari terbit dan terbenam dari lembah tersebut.

Selain itu mereka juga mengupload tradisi Deko Ipung Le Sempe di Sungai Wae Impor yang berlimpah kekayaan binatang melata untuk dikonsumsi.

Selain sawah lodok, ada juga legenda Watu Pengang, mendaki ke Poco Kuwus serta berbagai air terjun. Keunikan panorama di lereng-lereng bukit selain itu ada juga batu ajaib di tengah kampung lembah Ranggu.

Yuvenalis Aquino Kurniawan yang disering disapa Upeng dan memiliki akun facebook Upenk Kurniawan kepada KompasTravel, Sabtu (25/8/2018) menjelaskan, kawasan lembah Ranggu memiliki keunikan-keunikan alamnya serta tradisi dan ritual yang masih asli.

Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018) sebagai salah daya tarik pariwisata di lembah tersebut. ARSIP UPENK KURNIAWAN Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu, Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat Flores, Nusa Tenggara Timur, Jumat (24/8/2018) sebagai salah daya tarik pariwisata di lembah tersebut.
Menurut Kurniawan, selain tradisi Deko Ipung Le Sempe ada juga cerita-cerita mistis sebuah lubang raksasa yang tembus ke kolam Tiwu Peka dengan belut raksasa.

“Kadang-kadang hal ini biasa-biasa saja bagi warga setempat. Namun apabila dipublikasikan secara terus menerus akan menggaet wisatawan asing dan Nusantara untuk mengeksplor kekayaan alam tersebut. Bagi seorang petualang sangat cocok untuk mengeksplor lembah Ranggu dengan berbagai keunikan-keunikan yang dimiliki,” jelasnya.

Cara Menuju Lembah Ranggu

Bagi wisatawan yang ingin menjelajahi kekayaan alam dan budaya Lembah Ranggu serta mendaki gunung tertinggi di Flores Barat, Anda berangkat dari Labuan Bajo menggunakan sepeda motor atau kendaraan roda empat menuju ke Lembor.

Sebelum masuk Lembor, wisatawan asing dan Nusantara dipandu orang lokal belok kiri ke arah Orong. Dari Orong menuju arah Timur sambil menikmati panorama dan padang savana dengan berbagai hewan ternak, seperti kerbau dan sapi milik warga setempat.

Selanjutnya menuju ke Kampung Dadar dan belok kiri menuju ke Lembah Ranggu. Kiri kanan jalan penuh dengan hamparan persawahan milik warga setempat.

Warga Ranggu sering mengupload keunikan-keunikan di lembah tersebut seperti sawah lodok di belakang gedung Gereja Ranggu, keunikan matahari terbit dan terbenam dari lembah yang berada di Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.ARSIP UPENK KURNIAWAN Warga Ranggu sering mengupload keunikan-keunikan di lembah tersebut seperti sawah lodok di belakang gedung Gereja Ranggu, keunikan matahari terbit dan terbenam dari lembah yang berada di Kecamatan Kuwus, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Jika wisatawan datang dari timur atau Kota Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai, Anda bisa menyewa kendaraan roda dua dan empat menuju ke arah barat. Setiba di perempatan Cancar, jalan lurus menuju ke Kota Golowelu, ibukota Kecamatan Kuwus.

Saat tiba di Kota Golowelu, belok kiri menuju ke Kampung Hatarara, Suka dan menuju ke Kampung Dadar hingga terus ke Lembah Ranggu. Selanjutnya silakan menjelajahi sepuasnya kekayaan alam dan tradisi di Lembah Ranggu.

Mau jalan-jalan gratis ke Jerman bareng 1 (satu) teman kamu? Ikuti kuis kerja sama Kompas.com dengan Scoot lewat kuis JELAJAH BERLIN. Ada 2 (dua) tiket pesawat PP ke Jerman, voucher penginapan, Berlin WelcomeCards, dan masih banyak lagi. Ikuti kuisnya di sini. Selamat mencoba!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com