FAKFAK, KOMPAS.com - Situs Tapurarang di Distrik Kokas Fakfak Papua Barat menyimpan lukisan cap tangan manusia berwarna merah darah. Cap tangan itu tersebar di dinding-dinding tebing di tepi laut selat yang menghubungkan Distrik Kokas dan Pulau Arguni. Untuk menuju Situs Tapurarang hanya bisa diakses menggunakan perahu milik nelayan setempat.
Kompas.com berkesempatan melihat situs tersebut Sabtu (25/8/2018) dengan menumpang perahu milik Sahroni, nelayan setempat yang tinggal di Pulau Arguni. Nama Tapurarang diambil dari bahasa masyarakat setempat yang berarti lukisan cap tangan darah.
"Kalau masyarakat di sini menyebutnya Selat Perahu karena banyak perahu nelayan yang melintas. Jadi lukisan cap tangan itu bukan hanya di satu titik tapi menyebar di beberapa titik. Adanya di dinding tebing yang curam, "kata lelaki yang akrab dipanggil Oni.
Di sana tak hanya gambar telapak tangan, melainkan juga gambar hewan seperti ikan, buaya, dan kelabang.
Saat Kompas.com berkunjung, kondisi air sedang pasang sehingga kami bisa melihat langsung lukisan berwarna merah darah tersebut dari dekat.
Jika dilihat seksama, warna merah lukisan tersebut sama sekali tidak terlihat memudar. Padahal, diduga lukisan kuno tersebut sudah ada sejak ribuan tahun silam.
"Jika pas surut kita hanya bisa melihatnya dari jauh kalau memaksa mendekat long boat kita akan terdampar," jelas Oni.
Menurutnya, beberapa kali rombongan wisatawan asing terlihat datang untuk melihat lukisan tangan tersebut. Mereka berangkat dari dermaga Distrik Kokas.
Lelaki yang sudah tinggal selama 30 tahun di Pulau Arguni tersebut mengaku tidak mengetahui cerita tentang asal muasal Tapurarang. Roni mengatakan lukisan tersebut sudah ada sejak bumi diciptakan, mengutip dari cerita orang tua.
"Kita tidak pernah bertanya detail kepada orang tua-tua dulu. Katanya lukisan ini sudah ada bersamaan dengan dibuatnya bumi," kata Oni.
Namun, tidak ada satu orang pun yang menolong nenek. Mereka lebih memilih menyelamatkan diri ke tebing-tebing yang curam dan membiarkan nenek tersebut tewas mengenaskan.
Arwah nenek yang marah tersebut kemudian mengutuk orang-orang yang menyelamatkan diri menjadi lukisan di tebing termasuk juga hasil tangkapan serta hewan peliharaan mereka.
"Namun untuk kebenarannya kita tidak tahu. Itu hanya cerita masyarakat sini, Kami benar benar mensakralkan wilayah tersebut. Tidak pernah kita otak atik apalagi merusak. Tidak, Tidak boleh itu," kataya.