Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertemu Yaki, Si Hitam Langka di TWA Batu Putih

Kompas.com - 05/09/2018, 12:05 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

BITUNG, KOMPAS.com - Bertemu hewan-hewan liar merupakan salah satu keasyikan saat berkunjung ke taman nasional atau kawasan konservasi lainnya. Jika menjelajah Sulawesi Utara, Anda bisa bertemu yaki yaitu monyet hitam yang langka.

Pagi itu, Kamis (31/8/2018), KompasTravel berada di rimbunnya hutan Taman Wisata Alam (TWA) Batu Putih Bitung, Sulawesi Utara. Sekitar dua jam lagi, yakni pukul 08.00 Wita, akan dilaksanakan puncak perayaan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2018.

Beberapa penggiat lingkungan dari beberapa taman nasional berniat mencari hewan-hewan langka di TWA ini sebelum acara mulai. Tarsius, spesies monyet paling kecil, adalah salah satu hewan yang paling dicari kala itu.

Lama blusukan ke pinggir hutan, tak juga membuahkan hasil.

"Gak ada yang tau nij di mana (tempatnya) tarsius?," ujar salah satu anggota dari TN Komodo.

Karena keterbatasan pengetahuan, kami yang hanya rombongan kecil beranggotakan lima orang pun menyerah, keluar untuk menuju lokasi acara.

Suasana Taman Wisata Alam Batu Putih yang berbatasan dengan pantai, Bitung, Sulawesi Utara, Kamis (30/8/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Suasana Taman Wisata Alam Batu Putih yang berbatasan dengan pantai, Bitung, Sulawesi Utara, Kamis (30/8/2018).
Tak disangka, beberapa menit saja kami sampai di camping ground tempat acara, sosok monyet hitam ikut keluar membuntuti kita.

"Nah kan, 'premannya' keluar," ujar Ridwan, penggiat asal Makassar sambil menujuk yaki.

Terlihat tiga yaki di belakang yang bergelantungan dari ranting ke ranting. Hewan langka itu pun sontak menjadi tontonan wisatawan yang ada di lokasi acara.

Ketiganya silih berganti berteriak seolah memanggil kawanannya untuk keluar. Beberapa wisatawan mengambil langkah cepat untuk swafoto dengan jambul yaki yang khas.

Yaki atau Macaca nigra merupakan hewan endemik Sulawesi Utara, salah satunya hidup di TWA Batu Putih. Yaki memiliki postur sama dengan monyet kebanyakan. Bulunya hitam pekat, memiliki jambul, dan pantatnya yang berwarna merah muda.

Salah satu wisatawan mencoba memberi makan yaki dengan pisang. Polisi hutan (Polhut) TWA yang memantau langsung sigap menghalau pisang yang dilempar tersebut.

"Jangan dikasih makan! Hewan liar tidak boleh dikasih makan sama wisatawan, nanti manja dia, kebiasaan," tutur polhut itu dengan tegas.

Yaki, salah satu hewan endemik Sulawesi Utara yang ada di Taman Wisata Alam Batu Putih, Bitung, Kamis  31/8/2018).KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Yaki, salah satu hewan endemik Sulawesi Utara yang ada di Taman Wisata Alam Batu Putih, Bitung, Kamis 31/8/2018).
Ia menjelaskan selain khawatir hewan dilindungi itu salah makan, juga untuk menjaga perilaku liarnya agar tetap bisa hidup di alam bebas.

Ia lebih sepakat jika ada wisatawan yang kehilangan makanan di tenda karena diambil Yaki, daripada harus memberi makan hewan-hewan dengan sengaja.

"Oh pantas kemaren sore banyak yang ilang pepaya di tenda, pas lagi acara," ungkap seorang peserta yang merasa kehilangan sembari tertawa.

Tidak berapa lama, jumlah yaki menjadi lima. Beberapa anggota kelompoknya turut keluar hutan.

Meski liar, hewan ini biasa melihat manusia di alam, seperti Polhut yang sedang patroli. Sehingga tidak ekstrem saat menjadi bahan tontonan orang. Hanya saja Randi, salah satu polhut, melarang wisatawan anak-anak terlalu riuh ramai berteriak karena bisa membuat yaki stress dan agresif.

Beberapa yaki bahkan melompat ke punggung wisatawan. Mereka yang terbiasa berinteraksi dengan hewan di tempat kerjanya sudah tidak khawatir, dan malah menikmati ketika kepalanya dipijat oleh yaki.

"Tenang, tenang, jangan panik. Biasa saja geraknya. Kalau mau foto dulu mendingan, mumpung dipeluk yaki," ucap Randi kepada wisatawan yang pundaknya dihinggapi yaki.

Potret keseruan saat bertemu yaki ternyata tidak berjalan lurus dengan kondisinya di alam ini. Populasi Macaca nigra ini terus menurun hingga 80 persen dalam kurun waktu 30 tahun.

Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan sambutan dalam acara Jambore Nasional Konservasi Alam dalam rangka peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2018 pada 28-31 Agustus 2018 di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, Kecamatan Ranowulu, Bitung.KOMPAS.com/MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan sambutan dalam acara Jambore Nasional Konservasi Alam dalam rangka peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2018 pada 28-31 Agustus 2018 di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, Kecamatan Ranowulu, Bitung.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat pidato mengatakan penurunan populasi satwa endemik Sulawesi Utara ini karena perburuan yang masih marak dan hilangnya habitat hutan.

"Oleh karena itu, saat ini statusnya menjadi satwa yang dilindungi dan menjadi simbol dari peringatan HKAN kali ini," tutur Siti Nurbaya dalam sambutan HKAN, Bitung, Kamis (31/8/2018).

Bagi Anda yang ingin coba keseruan bertemu hewan-hewan unik Indonesia seperti yaki, bisa berkunjung ke berbagai Taman Wisata Alam ataupun Taman Nasional yang menjadi habitat berbagai hewan unik Indonesia. Perjumpaan dengan mereka bisa menjadi pengalaman unik saat perjalanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com