Selanjutnya dari Nangaroro jalan lurus sampai di kawasan Nangapanda. Nangapanda sudah masuk Kabupaten Ende yakni kampung perbatasan antara Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Ende.
Melintasi Nangapanda, kita bisa melihat bagian kanan jalan saat dari arah Barat dengan pantai batu biru. Batu biru selalu dipakai untuk bahan-bahan bangunan dan diekspor ke luar negeri. Namun batu biru itu tak pernah habis.
Batu ini selalu ada setiap saat walaupun diambil warga setiap hari untuk dijual. Ini merupakan satu keheranan demi keheranan di kawasan Pulau Flores.
Siapapun yang berwisata ke Pulau Flores selalu mengungkapkan kekaguman demi kekaguman dan tak bosan untuk mengunjungi kembali Pulau Flores.
Akhirnya mobil memasuki kota Ende. Kota ini terkenal dengan sebutan Kota Pancasila karena pendiri bangsa dan presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno pernah diasingkan oleh Belanda di pulau terpencil itu.
Saat diasingkan kolonial Belanda, Soekarno menemukan lima mutiara indah dari Pulau Flores yang selanjutkan dijadikan dasar Negara Indonesia yakni Pancasila.
Saat memasuki Kota Pancasila, saya mulai merenungkan kisah-kisah Soekarno yang tidak menolak Belanda untuk diasingkan ke Flores. Permenungan demi permenungan muncul dalam pikiran dan hati nurani saya terhadap kehebatan Soekarno melewati masa kelam dan masa kegelapan di Kota Ende zaman itu.
Zaman itu belum ada listrik, belum ada jalan-jalan yang bagus. Pertanyaan saya dalam hati, apakah Soekarno atau Bung Karno mengalami stres saat tiba pertama di Pelabuhan Ende dengan keadaan yang serba terbatas? Bagaimana cara Bung Karno dan keluarga mengelola kehidupan yang serba terbatas di Kota Ende saat itu?
Kedatangan saya ke Ende diundang Taman Bacaan Pelangi untuk meliput peresmian Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di Indonesia Timur yang didirikan Nila Tanzil.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.