Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Heko Genda, Musik Suling Khas Ende

Kompas.com - 26/09/2018, 13:15 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

ENDE, KOMPAS.com — Belum lengkaplah berkunjung ke Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) apabila tidak mendengarkan heko genda, musik suling khas Kampung tradisional Teondua, Desa Zozo Zea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende.

Kamis (13/9/2018), KompasTravel mendengarkan sendiri heko genda, musik khas Ende di Flores. Liputan kali ini berbeda dengan liputan sebelumnya di Kabupaten Ende.

Hari itu heko genda dibawakan masyarakat Nangapanda untuk menyambut Pendiri Taman Bacaan Pelangi sekaligus Perpustakaan Ramah Anak, Nila Tanzil dan Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Ende, Cornelis Wara bersama dengan pejabat teras lainnya di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Ende.

Baca juga: Turis Eropa Menari Sanggu Alu, Lipa Songke, dan Congkae Sae di Flores

Hari itu Taman Bacaan Pelangi sekaligus Perpustakaan Ramah Anak dan Pemerintah Daerah Kabupaten Ende meresmikan Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di Indonesia Timur yang dilaksanakan di Taman Bacaan Pelangi Sekolah Dasar Katolik Nangapanda I, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda.

Sesungguhnya heko genda jarang ditampilkan di muka publik, namun kali ini warga Nangapanda menampilkannya untuk menyambut tamu yang berbuat nyata bagi peningkatan sumber daya manusia di Pulau Flores pada umumnya dan khususnya di Kabupaten Ende melalui Taman Bacaan Pelangi.

Pemain musik Heka Genda dari Kampung tradisional Teondua, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018) menyambut rombongan Pendiri Taman Bacaan Pelangi, Nila Tanzil dan Pemda Ende saat peresmian Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda 1. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Pemain musik Heka Genda dari Kampung tradisional Teondua, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018) menyambut rombongan Pendiri Taman Bacaan Pelangi, Nila Tanzil dan Pemda Ende saat peresmian Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda 1.
Taman Bacaan Pelangi yang didirikan Nila Tanzil sudah menanamkan minat baca anak-anak usia sekolah dasar di seluruh Indonesia Timur. Bukan hanya di kawasan perkotaan melainkan Taman Bacaan Pelangi juga didirikan di kampung-kampung yang hanya dijangkau kendaraan roda dua maupun di pulau-pulau terpencil yang hanya dijangkau perahu motor, seperti di Pulau Rinca, Papagarang di kawasan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Baca juga: Tiga Kampung Adat yang Memukau di Lembah Jerebuu Flores

Untuk mengungkapkan kegembiraan dan hormat kepada pendiri Taman Bacaan Pelangi itu maka warga Nangapanda menyambut kedatangan mereka di depan pintu gerbang Sekolah Dasar Katolik Nangapanda I dengan iringan musik heko genda.

Hari itu rombongan Ibu Nila Tanzil datang dari arah Timur dengan mobil travel yang disewanya. Memasuki komplek Sekolah Dasar Katolik Nangapanda I, pemusik heko genda sudah menunggu sambil meniup musik seruling, heko dan genda, gendang.

Baca juga: 5 Fakta Menarik tentang Wae Rebo di Flores

Rumba semacam gendang berbentuk bulat yang biasa ditabuhkan. Dari kejauhan rombongan mendengar musik heko genda. Semua rombongan yang didalamnya juga ada wartawan nasional sangat kagum dengan suara heko genda yang dimainkan pemusik dari Nangapanda.

Pemain musik Heka Genda dari Kampung tradisional Teondua, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018) menyambut rombongan pendiri Taman Bacaan Pelangi, Nila Tanzil dan Pemda Ende saat meresmikan Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda I. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Pemain musik Heka Genda dari Kampung tradisional Teondua, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018) menyambut rombongan pendiri Taman Bacaan Pelangi, Nila Tanzil dan Pemda Ende saat meresmikan Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda I.

Sambut dengan Kain Selendang Ende

Panitia peresmian Taman Bacaan Pelangi sekaligus Perpustakaan Ramah Anak sudah siap menyambut Nila Tanzil dan Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Ende, Cornelis Wara bersama dengan jajarannya. Hari itu Asisten I mewakili Bupati Ende, Marsel Y Petu yang berhalangan hadir karena sedang tugas ke luar daerah.

Selanjutnya dua perempuan yang ditugaskan mengalungkan kain tenun selendang kepada Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Ende, Cornelis Wara dan Ibu Nila Tanzil, Pendiri Taman Bacaan Pelangi di Indonesia Timur.

Selesai pengalungan penari dan pemain musik heko genda menghantar rombongan menuju ke tempat acara peresmian di halaman sekolah Dasar Katolik Nangapanda I. Setiba di pintu gerbang SDK Nangapanda I, kaum perempuannya menjemput rombongan dengan tarian khas setempat.

Hermanus Seto dan Arcadeus Siku, dua pemain heko genda kepada KompasTravel, Kamis (13/9/2018) menjelaskan, "heko" adalah bahasa lokal warga Ende yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia adalah suling. Ini merupakan alat tiup tradisional yang diwariskan leluhur orang Ende.

Dan "genda" yang biasa disebut rumba sejenis alat tabuh bulat seperti gendang, namun rumba ini berbentuk bulat, kalau gendang berbentuk bulat vertikal.

Pendiri Taman Bacaan Pelangi Republik Indonesia, Nila Tanzil menerima pengalungan dari panitia peresmian Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda I, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Pendiri Taman Bacaan Pelangi Republik Indonesia, Nila Tanzil menerima pengalungan dari panitia peresmian Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda I, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018).
Jadi "heko genda" adalah musik tiup yang dipadukan dengan alat tabuh untuk upacara adat, penyambutan tamu-tamu istimewa, penyambutan imam baru apabila pentahbisan imam. Musik ini adalah multifungsi dalam berbagai ritual adat maupun upacara-upacara kenegaraan, peresmian dan lain sebagainya.

Seto dan Siku menjelaskan, musik tradisional ini merupakan warisan leluhur orang Ende di Nangapanda. Memainkan musik ini harus secara kelompok. Pemainnya bisa 15-25 orang apabila ada upacara besar di wilayah ini maupun di Kabupaten Ende.

Wihelmus Gaso, warga dari Kampung Teondua kepada KompasTravel menjelaskan musik heko genda sudah sering tampil di tingkat Kabupaten Ende saat acara hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tahunnya. Dulu pernah ditampilkan di Maumere, ibukota Kabupaten Sikka saat peresmian air bantuan dari Ausaid dari Australia.

“Saat peresmian Taman Bacaan Pelangi di SDK Nandapanda I musik ini ditampilkan sebagai rasa bangga dan kegembiraan dari warga setempat bagi lembaga yang memberikan perhatian bagi peningkatan minat baca anak kami di Nangapanda. Saat peresmian Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 ada tujuh buah genda dan lima pemain musik heka,” katanya.

Ketua Heko Genda kampung tradisional Teondua, Bernadus Jania dan Sekretarisnya, Klemens Enu menjelaskan musik heko genda biasa ditampilkan saat ritual Nggua Ka Uwi atau ritual makan ubi.

Saat ritual itu dilangsungkan ada banyak lagu yang dimainkan dengan alat tiup heko, suling. Selain itu di tengah kampung tradisional Teondua ada Watu Tumbu Musu, batu leluhur. Biasanya pemain musik heko genda memainkan di sekeliling batu tersebut.

Pemain musik Heka genda dari kampung tradisional Teondua, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018) menyambu Pendiri Taman Bacaan Pelangi Indonesia, Ni Tanzil dan Pemda Ende saat meresmikan Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda 1. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Pemain musik Heka genda dari kampung tradisional Teondua, Desa Ndorurea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (13/9/2018) menyambu Pendiri Taman Bacaan Pelangi Indonesia, Ni Tanzil dan Pemda Ende saat meresmikan Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda 1.
Heko genda merupakan musik khas warga di kampung Teondua serta beberapa anak kampung di Kecamatan Nangapanda. Warisan leluhur ini tetap dirawat dan dijaga kelestariannya serta keaslian dari musik ini dengan alat-alat yang ramah terhadap alam karena semua peralatannya berasal dari alam di sekitar Nangapanda,” jelasnya.

Pendiri Taman Bacaan Pelangi sekaligus Perpustakaan Ramah Anak di Indonesia Timur, Nila Tanzil kepada KompasTravel di Hotel Grand Wisata Ende, Kamis (13/9/2018) menjelaskan, dirinya jatuh cinta pada Indonesia Timur bermula dari keunikan alam bawah laut di Taman Nasional Komodo.

"Ikan parimanta yang ada di bawah laut di Taman Nasional Komodo memikat saya untuk lebih mencintai Indonesia Timur," katanya.

Tanzil menjelaskan, keindahan alam, budaya dan manusia di Indonesia Timur menantang dirinya untuk berbuat sesuatu bagi pengembangan dan kemajuan di Indonesia Timur.

“Saya tergugah dan terpanggil dengan melihat dan mendengarkan kisah anak-anak di pelosok Indonesia Timur yang minim bahan-bahan bacaan buku yang berkualitas. Bahkan, ada anak-anak usia sekolah belum bisa membaca. Minat baca buku anak-anak Indonesia Timur masih belum bisa bersaing dengan anak-anak di luar Indonesia Timur. Saya prihatin dengan kondisi anak-anak di pelosok Indonesia Timur yang belum terpenuh hak-hak mereka dalam mengakses buku bacaan berkualitas yang disedikan di perpustakaan sekolah. Ada perpustakaan sekolah namun belum difungsikan dengan baik,” katanya.

Tanzil menjelaskan, pergolakan batin untuk membantu anak-anak Indonesia Timur terus terjadi dalam dirinya. Sepulang dari menyelam di Raja Ampat, Papua Barat, Nila Tanzil memutuskan berhenti berkarya di korporasi.

Kaum Perempuan Ende menyambut Pendiri Taman Bacaan Pelangi Indonesia dan Pemda Ende, Kamis (13/9/2018) saat meresmikan Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda I.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kaum Perempuan Ende menyambut Pendiri Taman Bacaan Pelangi Indonesia dan Pemda Ende, Kamis (13/9/2018) saat meresmikan Taman Bacaan Pelangi yang ke-100 di SDK Nangapanda I.
Dia fokus untuk pengembangan dan peningkatan minat baca buku anak di Indonesia Timur dengan mendirikan Taman Bacaan Pelangi pertama di Kampung Roe, Manggarai Barat, Flores, NTT tahun 2009.

“Memutuskan antara bekerja di korporasi dengan gaji yang lumayan besar dengan terjun di karya sosial dan kemanusiaan sangat berat awalnya. Antara pikiran dan perasaan selalu muncul pertimbangan apakah bisa terwujud niat baik untuk membantu anak-anak sekolah di Indonesia Timur. Perlahan tapi pasti karena kerja sama semua pihak dan penyandang dana maka Taman Bacaan Pelangi sudah mendirikan 104 Taman Bacaan Pelangi di Indonesia Timur. Perjuangan yang tidak mudah dan pengorbanan yang tidak kenal lelah demi sumber daya manusia di Indonesia Timur yang bisa bersaing dengan anak-anak sekolah dari daerah lain maupun luar negeri di masa yang akan datang,” kata Nila Tanzil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com