Kegiatan seruput kopi setiap Minggu pagi sudah empat kali digelar dengan antusias warga dan wisatawan lumayan.
"Ini salah satu cara kami mendukung Visit Wisata Bengkulu 2020. Wisatawan boleh juga ikut menyumbangkan makanan (rubo-rubo dalam bahasa Lembak) sambil berbagi cerita," tambahnya.
Program kopi dan teh gratis selain promosi wisata menurut Dedi juga sebagai bentuk latihan masyarakat adat Lembak untuk menyambut wisatawan.
"Kami melibatkan warga agar warga ramah terhadap wisatawan. Ke depan danau ini akan menjadi destinasi wisata andalan selain pantai di Bengkulu," kata Dedi.
Dedi mengisahkan Neron dalam kebiasaan masyarakat adat Lembak adalah minum kopi dan teh sambil ngobrol.
Dahulu, menurut Dedi, Neron berasal dari nama seseorang di masyarakat adat Lembak. Neron ahli pembuat gula merah dari kelapa. Setiap hari ia sisihkan air nira kelapa untuk membuat gula merah dan air nira manis untuk diminum.
"Jadi warga dulu kalau mau minum sambil ngobrol ke rumah Neron hingga saat ini Neron di Lembak identik dengan minum kopi atau teh sambi bercerita atau silahturahmi," jelasnya.
Mengapa Kopi?
Dahulu saat Inggris menjajah, warga adat Lembak dipaksa menanam paksa kopi. Masyarakat tidak boleh mencicipi buah kopi. Kecuali warga menjadikan daun muda kopi sebagai teh dicampur gula merah.
Lalu terkenal juga istilah Neron Seketep. Yakni menikmati daun kopi yang direbus seperti teh lalu minumnya sambil menggigit gula merah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.