Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suka Duka Bersepeda di Copenhagen...

Kompas.com - 17/10/2018, 08:18 WIB
Ana Shofiana Syatiri

Penulis

COPENHAGEN, KOMPAS.com - Buat para pelancong yang datang ke Copenhagen, Denmark, katanya tak sah kalau tak menjajal keliling kota dengan bersepeda. Secara, kota ini dikenal dunia sangat ramah dengan pengendara sepeda.

Termasuk saya. Sejak baru tiba di Bandara Copenhagen, Minggu 14 Oktober 2018, saya ingin segera mewujudkan keinginan bersepeda di kota ini. Keinginan saya ini baru terwujud pada Selasa (16/10/2018) pagi waktu Copenhagen. (Jakarta lebih cepat 5 jam daripada Copenhagen)

Saya dan Dilo, teman saya, janjian bertemu di lobi hotel pada pukul 07.15. Padahal, pada pukul 07.00, matahari masih malu-malu menampakkan diri. Suhu udara pun dingin, kisaran 11 derajat celcius kalau saya lihat di aplikasi ponsel saya.

Nah, untuk bersepeda di sini, saya perlu persiapan yang beda dibanding bersepeda di Jakarta. Saya harus pakai baju lengan panjang, plus jaket, dan celana yang hangat. Ini demi melawan angin dan dinginnya udara pagi di luar sana. 

Baca juga: Wisata ke Denmark Cocok untuk Pecinta Sepeda

Harga sewa sepeda

Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).
Kami pun menyewa sepeda milik hotel. Untuk sewa satu sepeda seharian, kita harus mengeluarkan kocek 125 krone, atau kalau dirupiahkan sekitar Rp 312.500 (1 Krone = Rp 2.500).

Saat browsing mengenai sewa sepeda di Copenhagen, ada juga sewa sepeda Donkey Republic. Enaknya, sepeda ini dilengkapi dengan layar GPS. Sehingga, dijamin tidak nyasar. 

Baca juga: Kuliner dan Budaya Indonesia Dipromosikan di Denmark

Proses penyewaan ini mewajibkan untuk mengunduh aplikasi di ponsel. Semua proses dilakukan secara online. Sepeda pun bisa di-unlock melalui aplikasi tersebut. Dan enaknya, penyewa bisa mengakhiri penyewaan di lokasi drop off yang tersedia di banyak titik. Sewanya 100 krone per hari. 

Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).KOMPASCOM/ANA SHOFIANA SYATIRI Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).

Oleh karena beda tipis, 25 krone, dengan sewa di hotel, kami memilih sewa sepeda hotel. Dalam hati saya langsung teringat menyewa sepeda seharian di Gili Trawangan yang cuma Rp 50.000 seharian, atau sewa motor di Bali yang juga hanya Rp 50.000 seharian, he-he-he….

Tapi harus dimaklumi, Denmark adalah salah satu negara dengan biaya hidup tinggi di dunia. Ya, anggap aja pengalaman. Kan katanya, pengalaman lebih berharga daripada uang. Katanya loh yaaa…

Baca juga: Mau Menginap di Rumah LEGO di Denmark? Ikuti Kontesnya

Kondisi sepeda ukuran orang Eropa

Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).
Setelah urusan bayar sewa sepeda selesai, kami diberi kunci yang sesuai dengan nomor sepeda. Puluhan sepeda terparkir di depan hotel dan dalam keadaan terkunci.

Oh iya, karena ukuran tubuh kami tidak setinggi orang-orang Eropa, kami harus menyesuaikan tinggi jok sepeda.

Sumpah, sepeda mereka tinggi-tinggi melebihi sepeda jengki di Kota Tua. Sudah posisi jok paling rendah pun, kaki saya tetap masih jinjit untuk menyentuh tanah. Nasib badan setinggi 160 cm.

Kring… kring… kalau laju pelan, jangan gowes di kiri

Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Bersepeda di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).
Dalam kondisi cuaca yang masih temaram dan dinginnya udara, kami berdua mulai mengayuh sepeda. Tujuannya, hendak ke Tivoli Gardens yang terletak di kawasan Vesterbrogade. 

Tivoli Gardens merupakan taman hiburan di pusat Copenhagen yang menyediakan wahana permainan, musikal, balet, dan konser musik.

Kalau melihat di Google Maps, jarak dari hotel ke sana hanya 3,5 Km dan bisa ditempuh dalam waktu 13 menit.

Keluar dari kawasan hotel, kami melintasi Jalan Raya Kalkbrænderihavnsgade/O2. Kendaraan roda empat masih sepi, tetapi para pesepeda sudah banyak yang berseliweran. 

Kayuhan mereka kencang-kencang. Sementara saya, duh… pelan benar. Saya baru sekali kayuh, mereka sudah dua atau tiga kali kayuh. Walhasil, saya dilewati terus oleh mereka. 

Baca juga: Kuliner dan Budaya Indonesia Dipromosikan di Denmark

Christiania Bike.KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Christiania Bike.
Belum lagi rasa nyut… nyut… yang terasa di kaki saya yang mengayuh sepeda. Makin pelan saja laju sepeda saya karena kaki kadang memilih diam, tak bergerak karena pegal. Harap maklum, saya jarang olahraga.

Oh iya, sekadar mengingatkan, berbeda dengan Indonesia yang menggunakan jalur kiri, di Denmark semua pengendara harus di jalur kanan.

Begitu juga dengan jalur sepeda. Jalur sepeda ada di posisi paling kanan. Terlihat jelas tandanya, bahkan ada lampu lalu lintas khusus sepeda di setiap persimpangan.

Nah, jika kayuhan kita pelan, sebaiknya melajulah di sebelah paling kanan. Kalau kecepatan pelan posisi sepeda di sebelah kiri, dijamin akan terdengar bunyi kring… kring… kring… sebagai kode diminta minggir ke kanan. Ini pengalaman pribadi saya gowes di Copenhagen yang memiliki track sepeda sepanjang 375 kilometer.

Jangan lupa petunjuk peta

Tanda jalur sepeda dan orang di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Tanda jalur sepeda dan orang di Kota Copenhagen, Denmark, Selasa (16/10/2018).
Sepanjang jalan menuju Tivoli Gardens, kami dipandu oleh Google Maps. Itu pun masih suka nyasar. Entah mengapa, Google maps suka mengubah rute yang membuat kami jadi bingung.

Sepanjang jalan, berkali-kali kami menengok Google Maps di ponsel. Tentu saja sambil berhenti dan turun dari sepeda.

Agak membingungkan ketika berada di persimpangan jalan atau perempatan, sementara kita harus belok ke kiri atau ke kanan. Syukurnya, banyak yang bersepeda sehingga bisa juga menjadikan mereka sebagai pemandu belok.

Baca juga: Saat Walikota Seoul Bersepeda dengan Turis Indonesia

Berdasarkan penelusuran di google, saat ini, terdapat lebih dari 1.800 sepeda yang “berkeliaran” di jalan-jalan Ibu Kota Denmark ini. Tak hanya sepeda yang dikayuh, juga sepeda listrik yang membikin kaki tidak terlalu pegal. Jadi, jangan khawatir salah jalan.

Selain itu, yang memudahkan, jalur khusus sepeda sangat jelas. Ada di sebelah paling kanan jalur, dan terdapat gambar sepeda di jalurnya. Saat di persimpangan, jalur sepeda akan diberi warna biru, terkadang juga ada lampu lalu lintas khusus pengendara sepeda.

Nah, untungnya bersepeda, masih bisa menggunakan trotoar untuk melintas. Pada saat bingung mencari jalan, saya dan Dilo lebih memilih turun dari sepeda dan menuntunnya. 

Dengan begitu, kami bisa memangkas jarak daripada harus berputar di persimpangan depan, yang jaraknya lebih jauh dibandingkan jika kami menuntun sepeda ke persimpangan yang sebelumnya.

Pemandangan sekitar

Pemandangan kota Copenhagen, Denmark.KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Pemandangan kota Copenhagen, Denmark.
Sepanjang perjalanan dari penginapan menuju Tivori Gardens, yang tampak adalah pemandangan kota yang menarik. Bangunan-bangunan kuno yang terawat khas Eropa menjadi keasyikan sendiri untuk saya kagumi.

Saya dan Dilo sempat berhenti beberapa kali di tempat yang menurut kami menarik untuk menjadi background foto. Cekrik... pose yang keren biar tidak boleh ketinggalan saat jelajah kota macam ini.

Baca juga: Asyiknya Bersepeda Saat Hujan Salju di Belgia!

Selain itu, ada kami juga melihat taman-taman yang luas dengan daun-daun kuning yang berguguran di pinggir jalan raya. Kebetulan, Oktober ini masih musim gugur sebelum masuk dingin. Walau terlihat tak bersih, tetapi daun-daun yang berguguran itu menjadi keindahan tersendiri di mata saya.

Tetapi, kami hanya melewati saja karena jalan masuk ke taman tersebut harus dicari. Taman dikelilingi oleh pagar sehingga orang tidak bisa masuk dengan mudah.

Beberapa perbaikan jalan atau pengerjaan proyek juga kami lintasi. Syukurnya, hal itu tidak mengganggu lalu lintas, meski proyeknya berada di jalan raya.

Tempat parkir sepeda yang tersedia di setiap sudut Kota Copenhagen, Denmark.KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Tempat parkir sepeda yang tersedia di setiap sudut Kota Copenhagen, Denmark.
Selain itu, di setiap gedung yang kami lintasi, pasti terdapat tempat parkir sepeda. Sepeda yang parkir bukan hanya belasan, tetapi puluhan.

Jika ada pengendara sepeda hendak berbelok parkir, mereka akan memberi kode dengan lambaian tangan, agar pengendara sepeda di belakangnya tidak mendahului.

Semakin siang, kendaraan roda empat seperti bus dan mobil pribadi kian banyak yang lalu lalang. Namun keberadaan mereka dijamin tidak menganggu pengendara sepeda di jalur sepeda.

Bahkan ketika hendak belok di persimpangan, pengendara mobil lebih mengutamakan pengguna sepeda. Jadi berasa lebih aman.

Setelah mengayuh sepeda yang menurut Google Maps adalah sejauh 3,7 Km, akhirnya kami tiba di Rivoli Gardens. Jam di tangan menunjukkan sekitar pukul 08.00. 

Baca juga: Belanda Segera Berlakukan Larangan Pakai Ponsel saat Bersepeda

Ternyata, kami menempuh jarak itu memakan waktu 45 menit, meleset tiga kali lipat dari perkiraan Google Maps. Makin sedih, ternyata Rivoli Gardens masih digembok pintu besinya, alias masih tutup.

Rasa nyut-nyut di paha dan kaki yang mengayuh sepeda pun kian terasa. Terbayang 3,7 Km lagi harus saya tempuh untuk menuju tempat saya menginap. Nasib…

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com