Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menganyam Asa Ibu-ibu Flores Timur hingga Dikenal Wisman

Kompas.com - 18/10/2018, 07:06 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

LARANTUKA, KOMPAS.com - Salah satu daerah yang memiliki kerajinan tradisional anyaman ialah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejak puluhan tahun lalu tangan-tangan terampil mamak-mamak di sana mengkreasikan daun lontar menjadi berbagai perkakas rumah tangga.

Salah satu ciri khas kerajinan anyaman dari daerah ini mengguanakan pucuk daun lontar yang baru berusia tiga bulan. Daun tersebut menghasilkan warna kuning muda dengan permukaan yang halus tetapi kuat.

Anda bisa dengan mudah menemukan berbagai perkakas hasil anyaman tersebut di rumah-rumah warga, ataupun di pasar tradisional. Seperti wadah makanan, tempat hidangan, tas, topi, pajangan, juga tikar.

Kerajinan itu pun jadi komoditi yang diperjualbelikan di Flores Timur dan berbagai pulau-pulau sekitarnya. Namun, ternyata hal tersebut tidak kunjung mengangkat masalah ekonomi, dan kesehatan di daerah penghasilnya.

Pemandangan dari Flores Timur, NTTKOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Pemandangan dari Flores Timur, NTT
Saat itu, kekurangan gizi di kalangan ibu-ibu dan anak masih cukup banyak ditemukan. Penyebabnya ialah kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan, alhasil timbul berbagai masalah kesehatan.

"Banyak kekurangan gizi, ibu dan anak-anak kecil terutama. Ada yang lagi hamil kekurangan gizi, karena sulit untuk makan, tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi mereka sendiri. Lapangan kerja di Flores juga cenderung sulit pada saat itu," tutur Hanna Keraf, yang ditemui saat DBS Daily Kindness Trip, di Flores Timur, NTT, Kamis (11/10/2018).

Hal ini yang membuat tiga perempuan asal Flores pulang ke tanah kelahirannya, setelah mengenyam pendidikan di tiga negara berbeda. Ialah Azalea Ayuningtyas, Hanna Keraf, dan Melia Winata, mereka menemukan potensi anyaman sebagai kerajinan lokal yang bernilai ekonomi.

"Anyaman di sana kan sudah turun-temurun, kalau diolah dirapikan lagi bisa jadi produk khas yang bernilai tinggi, bahkan lebih dari suvenir atau oleh-oleh Flores Timur," tutur Hanna Keraf.

Hanna Keraf salah satu founder DuAnyam sedang menjelaskan berbagai produk hasil kreasi DuAnyam berbahan anyaman lontar, yang dipamerkan di sekretariatnya Solor, Flores, NTT, Jumat (12/10/2018).KOMPAS.com/MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Hanna Keraf salah satu founder DuAnyam sedang menjelaskan berbagai produk hasil kreasi DuAnyam berbahan anyaman lontar, yang dipamerkan di sekretariatnya Solor, Flores, NTT, Jumat (12/10/2018).
Ketiganya memulai usaha sejak tahun 2014, mencari desa-desa yang terdampak kekurangan gizi, tetapi berpotensi membuat anyaman. Salah satunya di Desa Duntana, Kecamatan Titehena, Flores Timur.

Lewat sosok Hemiliana Nirong Tukan (35), ia mengumpulkan satu persatu kader penganyam, untuk membuat Komunitas Du'Anyam. Nama Du’Anyam berasal dari bahasa daerah Flores, yaitu Du’a yang berarti Ibu dan Anyam yang dapat diartikan sebagai Ibu Anyam.

Permasalahan pun timbul, karena mayoritas penganyam ialah wanita berusia lanjut, sekitar di atas 40 tahun.

"Mereka menganggap aktivitas menganyam itu kerjaannya orangtua, yang sudah tidak produktif, yang muda gengsi untuk menganyam," tutur Hemiliana, saat dikunjungi di Desa Duntana.

Banyaknya pohon lontar yang jadi bahan baku utama di kampungnya membuat Hemiliana tidak patah arang menawarkan pekerjaan tersebut. Penolakan dan penangguhan sudah jadi makanannya sehari-hari saat itu.

"Ada aja yang nolak dulu, sudah biasa, ada yang tidak yakin, banyak yang keluar juga karena gak bisa belajar anyam itu," katanya.

Proses suwir, produksi kerajinan anyaman lontar, di Rumah Anyam DuAnyam Wulublolong, Flores TImur, NTT, Jumat (12/10/2018).KOMPAS.com/MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Proses suwir, produksi kerajinan anyaman lontar, di Rumah Anyam DuAnyam Wulublolong, Flores TImur, NTT, Jumat (12/10/2018).
"Satu tahun pertama, jangankan untung. Banyak yang hopeless karena tidak terjual, kualitas produk masih jelek, banyak yang keluar. Kita saling meguatkan mencari pembeli-pembeli, bahkan kita yang beli sendiri," tutur Hanna.

Tiga tahun berjalan, Du'Anyam pun kian mendapat pengakuan dan berkembang pesat. Lebih dari 12 desa di Flores Timur, dan total 31 desa di NTT dengan 500-an perajin telah berpartisipasi memproduksi anyaman untuk Du'Anyam.

Dengan puluhan jenis karya anyaman, mulai tikar, keranjang, dekorasi ruagan, sandal, tas, dan lain-lain, Du'Anyam bisa menembus pasar ekspor ke berbagai negara.

"Sampai saat ini paling besar untuk produk pure lontar pesanan dari Amerika, 270 buah keranjang besar yang menghabiskan empat gulung daun lontar besar, atau lima-enam gulung daun lontar kecil," tutur Hanna.

Salah satu hasil kreasi DuAnyam berbahan anyaman lontar, dipamerkan di sekretariatnya Solor, Flores, NTT, Jumat (12/10/2018).KOMPAS.com/MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Salah satu hasil kreasi DuAnyam berbahan anyaman lontar, dipamerkan di sekretariatnya Solor, Flores, NTT, Jumat (12/10/2018).
Sedangkan yang menggunakan bahan campuran non lontar, pesanan paling besar dari ajang Asian Games 2018, sebanyak 16.300 unit.

"Sekarang ibu-ibu punya penghasilan lebih, bisa ditabung untuk pendidikan anak, untuk beli sesuatu," tutur Marni, Ketua Rumah Anyam di Watublolong, Solor, Flores Timur kepada KompasTravel.

Ia juga mengatakan seiring eksistensi Du'Anyam di kalangan wisatawan, media konvensional, dan media sosial, anak muda di Flores Timur banyak yang berminat menekuni anyaman, dan bergabung ke Du'Anyam.

Pada April 2018, Du’Anyam memperkenalkan serangkaian koleksi anyaman Flores secara internasional melalui ajang Salone Del Mobile di Milan, Italia. Mereka memperkenalkan keranjang anyaman tiga dimensi asal Flores yang hampir punah.

Ragam hasil kreasi DuAnyam berbahan anyaman lontar, dipamerkan di sekretariatnya Solor, Flores, NTT, Jumat (12/10/2018).KOMPAS.com/MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Ragam hasil kreasi DuAnyam berbahan anyaman lontar, dipamerkan di sekretariatnya Solor, Flores, NTT, Jumat (12/10/2018).
Tahun keempat ini setelah penghargaan demi penghargaan datang, bantuan pun turut datang. Salah satunya dari Development Bank of Singapore DBS. 

Du’Anyam merupakan salah satu wirausaha sosial asal Indonesia yang terpilih oleh DBS Foundation dari 14 wirausaha sosial se-Asia yang mendapatkan dana hibah sejumlah Rp 11 miliar melalui program "Social Enterprise Grant Programme".

"Hibah yang diberikan memungkinkan wirausaha sosial untuk menjadi role model bagi lingkungan dan negara mereka, memperbaiki dan meningkatkan bisnis sosial mereka saat ini, agar dapat memberikan dampak sosial yang lebih besar," kata Sharon Issabela, Public Relation and Community Relation DBS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com