Kadar air pun berpengaruh pada mitos-mitos lain. Seperti madu asli tidak bisa tembus tisu, koran, ataupun kertas lainnya.
"Mitos-mitos inilah yang membuat madu hutan sulit dijual di pasar dengan harga layak, karena sudah encer, tembus tisu pula kan," ujarnya.
3. Semakin keruh semakin bagus
Mitos ini justru terbalik 360 derajat dari kebenarannya. Yohanes mengatakan madu yang keruh berarti tercampur dengan zat-zat atau mikroba lain yang ada di dalam sarang madu.
"Biasanya panen dengan peras langsung itu tidak diiris. Semua bagian sarang langsung diperas pas panen, makanya ada larva, polen, nektar, sampai ratu lebahnya mungkin ikut terperas," tuturnya.
Banyak zat di luar madu yang menyatu membuat madu keruh dan dalam waktu minimal enam bulan akan terjadi fermentasi. Hal tersebut menurutnya sangat menurunkan kualitas madu, membuat madu mudah basi, dan merusak ekosistem lebah.
4. Penderita diabetes tidak boleh minum madu
Gula memang menjadi musuh bagi penderita diabetes. Namun kandungan gula tersebut banyak ditemui dalam madu oplosan, atau yang sudah melalui berbagai pengolahan termasuk penambahan gula.
"Gula biasanya ditambahin buat pemanis, penambah volume, pengental madu juga bisa. Itu madu yang sudah tidak murni, banyak campur tangan teknologi dan macam pengolahan," tutur Yohanes.
Menurut Yohanes selama belasan tahun ia memproduksi madu sendiri, tidak ada komplain dari penderita diabetes ataupun larangan dari dokter. Ia percaya jika madu itu asli dari hutan dan murni, tentu akan menyehatkan tubuh.
5. Madu asli tidak beku
"Kalau kadar airnya banyak ya wajar membeku. Kalau sangat kental itu kita pernah dibawah 18 persen airnya, bisa mengkristal tanpa masuk kulkas," kata Yohanes.
Lebah hutan flores, NTT, dapat menghasilkan madu yang sangat kental di periode panen April-November karena suhu kelembapan yang sangat rendah. Sedangkan pada periode lainnya, madu yang dihasilkan akan lebih cair bahkan hingga 22 persen.
"Jadi madu hutan itu sangat fluktuatif kadar airnya," pungkas Yohanes.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.