Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Kolo Kabe di Kampung Mesi Flores

Kompas.com - 25/10/2018, 14:16 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

“Saya sebagai guru muatan lokal di Sekolah Dasar Inpres Mesi memberikan pelajaran secara teori kepada siswa dan siswi dan menerapkan dengan kegiatan langsung kepada siswa dan siswi seperti tradisi Kolo Kabe langsung dilaksanakan di sekolah. Percuma hanya memberikan teori tanpa ada praktik langsung dari teori tersebut, khusus ritual-ritual adat,” jelasnya.

Wenseslaus menjelaskan, Tradisi Kolo Kabe merupakan warisan nenek moyang di Manggarai Timur sebagai awal mulainya musim tanam di seluruh ladang yang berada di masing-masing tanah ulayat. Saat dilangsungkan tradisi itu juga dilanjutkan dengan tapa kolo.

Tapa Kolo artinya masak nasi dengan cara membakar dengan bahan dari bambu. Beras yang sudah di ritual secaraadat dimasukkan dalam lubang bambu muda dan di bakar.

Saat Kolo Kabe ayam warna merah disiapkan untuk ritual adat di persembahkan kepada nenek moyang, alam semesta dan Sang Pencipta.

Menurut Wenseslaus, setiap pemilik ladang melaksanakan tapa kolo di kebun (tapa kolo pean uma) dengan seekor ayam berwarna merah dengan seekor telur.

“Sebelum dilangsungkan Kolo Kabe, terlebih dahulu tua teno Suku Sulit melaksanakan ritual di ujung kampung dengan tapa kolo, di tengah kampung dan di ujung kampung bagian belakang. Semua itu dilangsungkan untuk meminta restu kepada nenek moyang sebagai penjaga kampung dan menghormati, menghargai nenek moyang atas jasa mereka untuk membuka kampung zaman dulu,” jelasnya.

Kolo Massal

Tua adat Suku Ka’e, Marsel Tandang kepada Kompas.com menjelaskan tradisi Kolo Kabe, Sabtu (20/10/2018) dengan menghidangkan 370 kolo (nasi bambu). Warga dari lima rumah gendang membakar (tapa kolo) sebanyak 370 kolo ditengah kampung. Ini tradisi Kolo kabe yang bisa diartikan kolo massal.

“Warga dari lima rumah gendang di wilayah tanah ulayat Suku Sulit sudah menantikan pelaksanaan tradisi Kolo Kabe. Dan saat Tua Teno Suku Sulit membuat rapat dan panitia bersama untuk melaksanakan Kolo Kabe maka warga dari lima rumah gendang sangat gembira dan penuh semangat untuk melaksanakannya,” katanya.

Tandang menjelaskan, sebelum mengenal padi dan jagung, nenek moyang di seluruh Manggarai Timur menanam lepang, ngozu, e’lar atau ghela. Namun, begitu masuknya benih padi dan jagung, perlahan-lahan makanan lokal orang Manggarai Timur punah dan hilang dengan perkembangan-perkembangan benih padi dan jagung yang terus membanjiri seluruh petani dengan program yang dilaksanakan pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com