Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asita: Praktik Wisata Murah Rugikan Bali

Kompas.com - 26/10/2018, 19:14 WIB
I Made Asdhiana

Editor

DENPASAR, KOMPAS.com - Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Bali, Ketut Ardana, mengakui praktik wisata murah jelas merugikan Bali.

Karena itu, verifikasi dan sertifikasi diperlukan untuk memberikan kejelasan usaha wisata di Bali kepada tourism di China.

“Sebenarnya jual-beli kepala ini kan sudah ada sejak lama sejak 2001, bahkan terus modusnya berubah. Di sini (Bali) teman-teman tinggal menjalankan saja, di mana permintaan partner dari China, maka ke sana teman Asita di Bali membawanya,” ujarnya kepada Tribun Bali, Selasa (23/10/2018).

 
 
Ia pun mengakui itinerary selama ini dari China memang ditujukan ke toko-toko yang ditengarai mensubsidi para wisatawan China ini.

“Jadi ke obyek wisata itu porsinya sangat kecil sekali. Kalaupun ada paling satu atau maksimal dua. Tapi saya sudah kroscek dengan Bali Liang yang menangani market China memang dibawa ke toko, karena memang package dijual murah dan disubsidi oleh toko ini,” katanya.

 
 
Hal ini pun, menurut Ardana, adalah gambling karena wisatawan juga belum tentu berbelanja di toko tersebut.

Hanya demi mendapatkan kesan ramai, dan mendatangkan wisman China ke toko tersebut.

Wisatawan bermain ayunan di Satria Agrowisata, Jalan Raya Kintamani, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis (6/9/2018). Di sini wisatawan dapat menemukan tempat ngopi sekaligus belajar seluk beluk kopi. ARSIP FORWAPAR Wisatawan bermain ayunan di Satria Agrowisata, Jalan Raya Kintamani, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis (6/9/2018). Di sini wisatawan dapat menemukan tempat ngopi sekaligus belajar seluk beluk kopi.
Intinya perintah itu tidak bisa ditolak, karena memang menjadi jadwal yang telah ditetapkan oleh travel agent dari China yang menjadi rekanan Asita di Bali.

Menurut Ardana, semua anggota Asita legal dengan jumlah sekitar 60-an anggota yang menangani pasar China.

“Sebenarnya anggota kami sudah gerah dengan cara seperti ini. Dan sudah tidak bisa lagi bekerja seperti ini. Kendalanya adalah hingga saat ini belum ada penindakan dan regulasi yang sangat jelas mengatur tentang itu. Harapan kami ke depannya ada penindakan tegas karena asosiasi tidak bisa intervensi,” tegasnya.

Langkah Moratorium

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati dalam Forum Group Discussion mengenai pariwisata Bali dengan industri pariwisata Kabupaten Badung di The Trans Resort Bali menyatakan dirinya tak punya kapasitas untuk menginvestigasi persoalan pariwisata Bali yang dijual murah kepada wisatawan China atau istilah jual per kepala.

“Saat ini isu jual kepala menjadi isu yang sangat mengemuka di Bali. Tentu saya tidak bisa diam. Perlu ada tindakan dari Asita dan stakeholder lainnya, tapi tidak kapasitas saya menginvestigasi masalah tersebut,” tegasnya.

Wisatawan mancanegara (wisman) mengunjungi kawasan Geopark Batur di Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Kamis (19/7/2018). Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menargetkan devisa 1 miliar dollar AS dan jumlah kunjungan 1.102.500 wisman dari 11 geopark Indonesia hingga tahun 2019.ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA Wisatawan mancanegara (wisman) mengunjungi kawasan Geopark Batur di Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Kamis (19/7/2018). Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menargetkan devisa 1 miliar dollar AS dan jumlah kunjungan 1.102.500 wisman dari 11 geopark Indonesia hingga tahun 2019.
Mengenai jual kepala itu dianggap merupakan trik-trik dalam dunia pariwisata. Namun jika sudah sampai menjatuhkan, lanjut Wagub Bali, katakanlah produk yang dijual dan produk yang diterima tidak sesuai tentu menjatuhkan nama Bali.

“Pertama tentu langkah kita moratorium terlebih dulu untuk mengendalikan suplai. Ini adalah celah luar biasa kita dapat tekanan luar biasa ketika suplai kita berlebihan. Kalau kita bilang harganya 400 ditawar 200 kita tidak kasih, terus di tempat lain 350 itu yang pertama. Kedua jenis produk yang dijual jangan terlalu mengikuti kemauan pasar. Artinya pasar seperti China yang murah tidak harus mengikuti itu,” ujarnya. (Tribun Bali)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com