JAKARTA, KOMPAS.com - Pendaratan darurat pesawat memungkinkan terjadi di air, seperti danau, sungai ataupun laut. Selain itu mungkin juga di darat, seperti lapangan bahkan perkebunan.
Dalam pelatihan awak kabin Garuda Indonesia di Garuda Indonesia Training Centre (GITC), di Duri, Jakarta Barat, dua kemungkinan tersebut disimulasikan kepada calon awak kabin saat masa pendidikan.
KompasTravel pun sempat mengikuti simulasi pendaratan darurat di air (wet drill) dan pendaratan di darat (dry drill), Senin (10/9/2018).
"Pesawat punya dua kemungkinan terburuk, yaitu mendarat darurat di air atau di darat. Keduanya punya prosedur dan alat masing-masing," jelas Hari Herlambang, Senior Manager General Support and Training Garuda Indonesia di GITC.
Sebelum pesawat mendarat darurat, penumpang dan awak kabin diperintahkan merunduk dengan tetap mengenakan sabuk pengaman. Sampai ada perintah "evacuate" dari pilot dan awak kabin, barulah beranjak dari kursi.
Anda tidak perlu menggunakan pelampung saat mendarat darurat di darat. Jika terlanjur digunakan, jangan sampai dikembungkan, karena akan mempersulit gerakan saat meluncur keluar pesawat.
Dalam keadaan kabin yang minim cahaya dan asap yang pekat, Anda harus menemukan pintu darurat, dengan cara mengikuti garis lampu di sisi bawah kursi.
Setelah sampai pintu darurat, akan ada bantalan seluncur yang menembung keluar. Anda diminta untuk loncat dan berseluncur. Namun perhatikan posisi tangan, harus bersilang memegang pundak, atau lencang depan seperti berbaris.
"Loncat satu kaki saja tenang aja santai pelan-pelan gak apa-apa. Tangan di bahu menyilang," tutur Koko, salah satu instruktur.
Ia pun meminta penumpang untuk meluncur tanpa membawa barang apapun terutama tas, karena khawatir menghambat.
"Kalau sudah di bawah langsung lari cari tempat yang luas, jangan sampai numpuk. Di belakang kalian ada banyak yang antri evakuasi," tambahnya.
Dari simulasi yang KompasTravel ikuti, lebih baik pelampung sudah digunakan saat keadaan genting, dan diharuskan merunduk.
Hal itu mempersingkat evakuasi, dibanding penumpang harus mencari pelampung saat keadaan pesawat sudah gelap dan diharuskan keluar kurang dari 90 detik.
"Pelampung juga harus paham betul cara pakainya, keluar harus sudah kalungin pelampung," kata Ridwan, salah satu instruktur wet drill.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jalan-jalan ke Tempat Pelatihan Pilot dan Pramugari Garuda Indonesia", https://travel.kompas.com/read/2018/09/11/110900427/jalan-jalan-ke-tempat-pelatihan-pilot-dan-pramugari-garuda-indonesia.
Penulis : Muhammad Irzal Adiakurnia
Editor : Wahyu Adityo Prodjo
Penumpang bisa mengembungkan pelampung begitu sampai di permukaan air, atau sesaat sebelum loncat dari pesawat. KompasTravel merasakan jika pelampung dikembangkan saat berada di dalam pesawat, akan sangat mengganggu ruang gerak, dan sulit melihat jalan.
Setelah menjumpai pintu darurat yang sudah terbuka, penumpang bisa langsung loncat ke permukaan air tanpa menggunakan bantalan. Berbeda dengan di darat yang menggunakan bantalan seluncur.
Dengan mengembungkan pelampung sesaat sebelum lompat, atau saat di permukaan air, penumpang akan terapung dengan aman.
Langkah selanjutnya ialah menunggu dibukanya perahu-perahu dari bantalan pesawat oleh awak kabin. Penumpang bisa berenang untuk berkumpul di perahu karet tersebut untuk menunggu bantuan evakuasi selanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.