Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelami Jejak Laut Dangkal nan Eksotis di Hulu Cileungsi Bogor

Kompas.com - 06/11/2018, 21:04 WIB
Fikria Hidayat

Editor

KOMPAS.com - Bujangga Manik adalah seorang resi pengembara, bangsawan Kerajaan Sunda, dan penulis yang cermat mencatat nama-nama geografi sepanjang rute ziarahnya di Pulau Jawa dan Bali pada tahun 1500-an awal. Dalam catatannya Bujangga Manik menulis bahwa dia menyeberang Ci Leungsi:

Datang ka Kadukanaka,
meu(n)tas aing di Cileungsi,
nyangkidul ka Gunung Gajah.

Tiba di Kadukanaka,
aku menyebrang Ci Leungsi
berjalan ke selatan menuju Gunung Gajah.

(Kisah Bujangga Manik: Jejak Langkah Peziarah, dalam J. Noorduyn dan A. Teeuw, Tiga Pesona Sunda Kuna, Bandung: Pustaka Jaya, 2009).

Nama Sungai Cileungsi berarti sudah ada jauh sebelum tahun 1.500-an. T Bachtiar, geograf kelana anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung, menafsirkan Cileungsi berasal dari kata leungsing, sejenis lintah, yang dulu banyak terdapat di sungai tersebut. Penamaan daerah Tatar Sunda umumnya berdasar kepada karakteristik daerah, keadaan rona bumi, tumbuhan, atau binatangnya.

Berbeda dengan tafsiran masyarakat Sunda di kawasan Sungai Cileungsi saat ini, yang menyebut Cileungsi itu akronim dari culang-cileung sisi cai, corat-coret di pinggir sungai.

Baca juga: Menjelajahi Gua Sunyi di Hulu Cileungsi


Cileungsi kini

Banyak orang mengenal Sungai Cileungsi yang berada di batas timur Jakarta dan bermuara di Bekasi, hanya sungai tercemar, tempat pembuangan limbah rumah tangga dan pabrik. Kenyataannya memang demikian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut ada 54 pabrik yang beroperasi di sepanjang Sungai Cileungsi.

Fakta kerusakan itu ada di kawasan muara. Sekarang mari berkelana naik ke hulu Sungai Cileungsi yang paradoks. Di kawasan hulu masih ada kehidupan yang lebih baik, walaupun pasti tidak sealami ketika Bujangga Manik dulu pernah ke sini.

Kawasan hulu Cileungsi membelah dua kawasan yaitu Kecamatan Sukamakmur dan Babakan Madang di Kabupaten Bogor. Jarak sebenarnya cukup dekat dari Ibu Kota Jakarta. Dari Tol Jagorawi, yaitu dari Gerbang Tol Sentul Selatan menuju hulu Cileungsi di Leuwi Hejo berjarak hanya 17 kilometer, selanjutnya silakan trekking semampunya menyusuri pinggir sungai lebih ke hulu menuju Leuwi Cepet, Leuwi Lieuk, Curug Baliung, atau terus ke atas lagi.

Topografi hulu Cileungsi berupa perbukitan bergelombang, punggungan memanjang, dan lembah yang curam dengan dasar aliran sungai yang menoreh bagian batuan yang lemah, kemudian arusnya berbelok bila menemukan batuan yang lebih keras dan sulit dikikis. Di aliran sungai itulah yang kini berkembang wisata alam, yaitu di leuwi atau lubuk, bagian yang terdalam di sungai.

Pada musim kemarau atau ketika curah hujan rendah dan sedang, air sungai masih bening alami, sedikit dibalut kehijauan akibat refleksi pepohonan. Kedalaman beberapa leuwi saat debit air maksimal bisa mencapai maksimal 7 meter, tentu sangat eksotis untuk diselami.

Geotrek Matabumi menyeberangi Leuwi Cepet, hulu Sungai Cileungsi di Babakan Madang, Bogor, Sabtu (27/10/2018).KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Geotrek Matabumi menyeberangi Leuwi Cepet, hulu Sungai Cileungsi di Babakan Madang, Bogor, Sabtu (27/10/2018).

Formasi jatiluhur

T Bachtiar dalam buku panduan untuk peserta Geotrek Matabumi ke Gua Garunggang dan hulu Cileungsi di Babakan Madang, Bogor, Sabtu (27/10/2018), menyebut kalau sepanjang aliran hulu Cileungsi, karena batuan dasarnya lunak, maka tidak terdapat curug atau air terjun yang tinggi, namun banyak terdapat leuwi yang dalam.

Batuan di kawasan hulu Cileungsi mulai terbentuk sekitar 17 juta tahun yang lalu. Kala itu terjadi pengendapan batuan lempung di zona neritik atau perairan laut dangkal dengan kedalaman 200 meter. Di atas endapan lempung itu mengendap lagi secara selaras batu pasir sekitar 15–10 juta tahun yang lalu, kemudian setelahnya mengendap lagi batu gamping yang membentuk kawasan karst Gua Garunggang di hulu Cileungsi. Beberapa kali pengendapan batuan ini membuat rona batuan di hulu sungai sekarang terlihat berlapis-lapis.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com