RUTENG, KOMPAS.com — Menjelajahi perkampungan-perkampungan adat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai dari bagian barat Flores sampai di bagian timur terdapat kampung-kampung tradisional dan kampung-kampung tua dengan usia ribuan tahun.
Salah satu dari sekian perkampungan tradisional di Flores barat adalah kampung adat Todo yang dikenal sebagai pusat peradaban Minangkabau. Orang Flores menyebutnya "Minangkebau".
Tak ada yang membantah tentang penelusuran orang Minangkabau di kampung tradisional Todo, Desa Todo, Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai. Selain itu kampung tradisional ini sebagai pusat kerajaan Manggarai di zaman dulu.
Baca juga: Berkunjung ke Desa Adat Wologai di Flores, NTT
Berbagai kisah lisan dan kisah yang sudah dituangkan dalam berbagai buku sejarah Manggarai, Kampung adat Todo selalu dicantumkan dalam berbagai dokumentasi tertulis karena raja-raja pertama di wilayah Manggarai Raya tinggal dan hidup di kampung itu yang berada di kawasan Lembah Todo.
Deretan nama-nama Raja Manggarai selalu berasal dari Kampung Todo sejak masuknya tokoh Mashur dari Minangkabau ke wilayah Manggarai dan menetap di kampung Todo ratusan tahun yang lalu.
Baca juga: Kukih Serabe, Kuliner Khas Kaum Perempuan di Flores Barat
Selama ini saya hanya mendengar kisah raja-raja Manggarai yang berasal dari kampung adat Todo dan saya belum pernah mengunjungi perkampungan itu sebelumnya.
Akhirnya saya bisa mengunjungi perkampungan tradisional Todo bersama rombongan dosen program doktoral bagian resources management Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta akhir Oktober 2018.
Disambut Tarian Sepa dan Lopa
Hari itu, Selasa 2 Oktober 2018, rombongan beranjak dari penginapan mereka di kota dingin Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Pertama, rombongan itu mengunjungi Sekolah Menengah Atas Katolik Setia Bakti Ruteng. Hari itu rombongan menyewa bus Gunung Mas.
Setiba di pintu gerbang sekolah itu, Kepala Sekolah SMAK Setia Bakti, Sr. Irmina Bezo, SSPS bersama dengan guru dan ratusan siswa dan siswi di sekolah tersebut memadati pintu gerbang. Sejumlah penari sudah siap menyambu tamu khusus dari Universitas Binus Jakarta pagi itu.
Baca juga: Rasa dan Aroma Kopi Manggarai Memikat Dosen Binus Jakarta
Tarian Sepa dan Lopa dipentaskan untuk memberikan penghormatan dan penghargaan kepada rombongan atas kunjungan khusus itu di lembaga pendidikan tersebut. Sejumlah penari dari sekolah itu menari di depan halaman kantor Kepala sekolah untuk menyambut tamu yang berkunjung di sekolah tersebut.
Usai mementaskan tarian Sepa dan Lopa khas SMAK Setia Bakti Ruteng, seorang tua adat yang sudah dipercayakan sekolah memegang seekor ayam jantan putih untuk melaksanakan ritual “kepok kapu manuk” kepada rombongan tersebut.
Suguhan Kopi Manggarai
Ritual adat sesuai tradisi orang Manggarai dan pementasan tarian khas sekolah itu selesai, selanjutnya rombongan masuk ke ruangan Kepala Sekolah SMAK Setia Bakti. Selanjutnya, ritual adat Kepok juga dilangsungkan di dalam ruangan tersebut untuk menyambut tamu yang masuk sebagai tamu khusus lembaga pendidikan saat itu.
Semua dosen Universitas Binus Jakarta yang berkunjung ke Manggarai Raya adalah penyuka kopi Nusantara sehingga saat disuguhkan kopi manggarai dengan aroma dan rasa yang berbeda dari rasa dan aroma kopi dari wilayah lain di Indonesia. Suguhan minuman kopi dinikmati oleh seluruh rombongan tersebut.
Kepala Sekolah SMAK Setia Bakti Ruteng, Sr. Irmina Bezo, SSPS kepada Kompas.com mengungkapkan, terima kasih banyak atas kunjungan dari rombongan dosen Universitas Binus Jakarta ke lembaga pendidikan yang dipimpinnya.
“Ini kunjungan yang sangat bermakna bagi lembaga pendidikan SMAK Setia Bakti Ruteng. Yang hadir adalah dosen dari program doktor di Universitas tersebut yang memberikan semangat kepada siswa dan siswi dan guru-guru di lembaga pendidikan ini,” jelasnya.