JAKARTA, KOMPAS.com – “Kita nanti lihat sunrise di Bukit Mentigen. Lokasinya tak terlalu jauh dari penginapan,” kata saya kepada rekan seperjalanan sebelum tertidur pulas.
Malam itu, bintang bertaburan di langit seperti gula yang terserak di atas meja. Kami melemparkan angan-angan bisa melihat surya muncul di langit Bromo yang cerah ke alam mimpi.
(Baca juga: Bukit Mentigen, Lokasi Lihat Sunrise Gunung Bromo Tanpa Naik Hardtop)
Suhu dingin serasa menusuk tulang begitu saya melangkahkan kaki keluar pintu penginapan sekitar pukul 04.45 WIB. Sempat ada keraguan untuk berburu pesona matahari terbit di punggung perbukitan Gunung Bromo, Jawa Timur di tengah musim kemarau.
Namun, keindahan Gunung Bromo yang siap membius mata tentu bisa mengalahkan keraguan.
Derap langkah wisatawan lain di desa berketinggian sekitar 2.200 meter di atas permukaan laut sudah mulai terdengar.
(Baca juga: Berita Foto: Indahnya Matahari Terbit di Gunung Bromo dari Bukit Mentigen)
“Naik mobil saja,” kata rekan saya untuk menghindari serangan dinginnya suhu pagi hari.
Saya perkirakan suhu waktu itu sudah jatuh ke titik 10 derajat Celcius.
Semua punya tujuan dan harapan yang sama dengan saya, yaitu mengejar pesona matahari terbit di area Gunung Bromo.
(Baca juga: 5 Destinasi Wajib Saat Pertama Kali Berkunjung ke Bromo)
Sekitar 10 menit dari penginapan, kami tiba di lapangan parkir Bukit Mentigen. Di sana, para pengojek terlihat sudah bersiaga menunggu wisatawan.
“Mari saya antar, Mas,” kata seorang pengojek yang belakangan saya ketahui bernama Rudi.
Jam sudah menunjukkan pukul 05.05 WIB. Cakrawala sudah mulai berganti warna. Biru dan pink telah mewarnai langit meski matahari belum muncul.
(Baca juga: 4 Spot Terbaik Melihat Matahari Terbit di Bromo)
Dari lapangan parkir, saya mesti menempuh perjalanan tambahan sekitar 20 menit bila berjalan kaki. Akhirnya saya mengambil pilihan menggunakan ojek ke titik pengamatan matahari terbit Bukit Mentigen. Lumayan cukup untuk memangkas waktu perjalanan menjadi 5 menit.