Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Ghan Woja Suku Saghe di Flores Barat

Kompas.com - 19/11/2018, 09:04 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com — Suku Saghe di Kampung Saghe, Desa Ranakolong, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT memiliki warisan leluhur yang terus dilaksanakan dan dipertahankan di Mbaru Meze suku tersebut.

Bahkan, di era teknologi canggih saat ini dengan maraknya tradisi-tradisi dari luar tidak melunturkan tua-tua adat dan warga Suku Saghe untuk melestarikan dan melaksanakan ritual adat tersebut.

Setiap tahun ritual tua ini terus dilaksanakan oleh tua-tua adat dan warga Suku Saghe. Bahkan saat ritual adat ini dilangsungkan, warga Suku Saghe yang berada di Kota Borong atau kota-kota lain di Pulau Flores harus hadir.

Ghan Woja dalam bahasa Kolor di bagian selatan dari Kabupaten Manggarai Timur merupakan bahasa kiasan yang diwariskan leluhur dari suku tersebut.

Warga Suku Saghe sedang menuju ke Mbaru Gendang atau Rumah adat Saghe untuk melaksanakan ritual ghan woja, Desa Ranakolong, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Jumat (2/11/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Warga Suku Saghe sedang menuju ke Mbaru Gendang atau Rumah adat Saghe untuk melaksanakan ritual ghan woja, Desa Ranakolong, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Jumat (2/11/2018).
"Ghan" artinya makan, "woja" artinya padi. Jadi ghan woja merupakan tradisi makan nasi baru yang berasal dari padi. Selain itu tradisi Ghan woja sebagai syukuran panen tahunan oleh seluruh anggota suku.

Di samping itu bahasa kiasan ini menandakan bahwa seluruh warga dalam suku mengakhiri tahun lama dalam musim tanam di ladang-ladang dan lahan kering sekali memulai masa tanam padi, jagung, kacang-kacangan di tahun baru dalam kalender pertanian orang Manggarai Timur, khususnya di kawasan selatan.

Dalam dialek tua-tua adat Suku Saghe “Sakil kiwan manga, tu’a kiwan weru" yang berarti tinggalkan tahun lama dan menjemput tahun baru dalam kalender pertanian.

Selain itu, apabila ada warga suku yang meninggal dunia dalam tahun lama maka dilangsungkan ritual yang sama sebagai tanda perpisahan dengan warga suku dan Mbaru Meze, (mbaru gendang). Bahasa Kolor menyebutnya “Morit wikor bakok atau Sakil ata mata” atau selesai urusan bagi orang mati dalam suku dan oleh keluarganya.

Demikian dijelaskan Kepala Suku Saghe, Alexander Djala kepada KompasTravel di Ranakolong, Jumat (2/11/2018).

Tua-tua adat Suku Saghe di depan Mbaru Gendang atau rumah adat Saghe untuk melaksanakan ritual Kedha Rugha Manuk atau ritual injak telur bagi istri dari anak laki-laki dari suku tersebut sebagai tanda sah sebagai anggota suku Saghe, Jumat (2/11/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tua-tua adat Suku Saghe di depan Mbaru Gendang atau rumah adat Saghe untuk melaksanakan ritual Kedha Rugha Manuk atau ritual injak telur bagi istri dari anak laki-laki dari suku tersebut sebagai tanda sah sebagai anggota suku Saghe, Jumat (2/11/2018).
Menurut Djala, setiap tahun ritual ghan woja di Mbaru Gendang Suku Saghe menghimpun seluruh warga sambil melaksanakan warisan leluhur dalam lingkaran tahun tanam dalam kalender pertanian orang Manggarai Timur.

“Warga Suku wajib melaksanakan ritual ini setiap tahun untuk mensyukuri hasil panen di tahun lama, baik panen bagus maupun gagal. Sekaligus dalam ritual itu meminta restu Sang Pemilik Alam Semesta, leluhur Suku Saghe dan alam itu sendiri agar apa yang ditanam di tahun baru berlimpah hasilnya. Jika warga Suku Saghe tidak melaksanakan ritual ini di Mbaru Gendang maka di tahun baru itu dalam kalender tanam dilarang menanam padi, jagung dan lain sebagainya di lahan kering dan ladang wilayah ulayat Suku Saghe,” jelasnya.

Djala menjelaskan, ritual-ritual adat yang diwariskan leluhur Suku Saghe sangat bersentuhan dengan alam semesta. Alasannya, yang diwariskan secara lisan bahwa alam memberikan kemurahan dan rezeki bagi kelangsungan hidup manusia termasuk warga Suku Saghe.

Kaum perempuan yang sudah menikah dengan laki-laki dari Suku Saghe sedang berbaris untuk melaksanakan tradisi kedha rugha manuk di pintu masuk Mbaru gendang atau rumah adat Suku Saghe sebagai tanda sah sebagai anggota Suku, Jumat (2/11/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kaum perempuan yang sudah menikah dengan laki-laki dari Suku Saghe sedang berbaris untuk melaksanakan tradisi kedha rugha manuk di pintu masuk Mbaru gendang atau rumah adat Suku Saghe sebagai tanda sah sebagai anggota Suku, Jumat (2/11/2018).
Jadi segala pekerjaan yang bersentuhan dengan pertanian lahan kering selalu bersentuhan dengan alam semesta. Saat ritual ghan woja itu, aturan-aturan lisan adat harus ditaati oleh seluruh warga Suku.

“Saat ritual itu dilangsungkan nama leluhur Suku Saghe diinformasikan secara terus menerus agar generasi penerus Suku Saghe tidak melupakan nenek moyangnya. Nama-nama leluhur dituturkan dalam ritual dengan seekor ayam,” katanya.

Fransiskus Ndolu, tua adat Suku Saghe kepada KompasTravel di kediamannya di Kampung Waekolong, Jumat (2/11/2018) menjelaskan tradisi ghan woja bisa diterjemahkan sebagai tahun baru adat. Hal ini juga menandakan batas tahun lama dan menerima tahun baru dalam kalender adat pertanian orang di kawasan Selatan dari Manggarai Timur.

Sejumlah telur ayam yang sudah diinjak kaum perempuan yang menikah dengan lelaki Suku Saghe sebelum masuk Mbaru Gendang atau rumah adat Suku Saghe sebagai tanda sah sebagai anggota Suku Saghe, Jumat (2/11/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Sejumlah telur ayam yang sudah diinjak kaum perempuan yang menikah dengan lelaki Suku Saghe sebelum masuk Mbaru Gendang atau rumah adat Suku Saghe sebagai tanda sah sebagai anggota Suku Saghe, Jumat (2/11/2018).
“Bahan-bahan untuk sesajian kepada leluhur adalah ayam warna merah dan babi warna hitam. Semua bahan untuk persembahan saat ritual adat wajib kumpul dari anggota Suku Saghe. Sebelum dilaksanakan ritual ghan woja, warga Suku Saghe dilarang tanam padi, jagung dan jenis lainnya di lahan kering dan ladang. Ritual ghan woja harus dilaksanakan di Mbaru Gendang atau rumah adat Suku Saghe,” jelasnya.

Yang unik dan langka, lanjut Ndolu, saat ritual adat ghan woja juga dilangsungkan ritual kedha rugha manuk (injak telur ayam kampung) bagi istri dari anak-anak laki-laki Suku Saghe yang belum melaksanakannya.

Saat ritual ghan woja, istri dari anak laki-laki sudah menyatu dan sah sebagai warga mbaru gendang (rumah adat) Suku Saghe, walaupun secara pribadi sudah melaksanakan kedha rugha manuk di rumah masing-masing orangtua mereka. Artinya juga bahwa para istri bisa injak dan masuk dalam rumah adat.

Tua-tua adat Suku Saghe sedang torok manuk atau tutur adat di  Mbaru Gendang atau rumah adat Saghe untuk menyambut kaum perempuan yang sah menjadi anggota Suku Saghe, Jumat (2/11/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Tua-tua adat Suku Saghe sedang torok manuk atau tutur adat di Mbaru Gendang atau rumah adat Saghe untuk menyambut kaum perempuan yang sah menjadi anggota Suku Saghe, Jumat (2/11/2018).
Jika ini belum dilaksanakan bahwa para istri yang sudah menikah dengan anak laki-laki dari Suku Saghe belum bisa masuk rumah adat (mbaru gendang) saat ritual adat ghan woja dan ritual lainnya.

“Ritual adat ghan woja 2018 ini ada 11 istri yang sudah menikah dengan anak laki-laki Suku Saghe melaksanakan ritual kedha rugha manuk di pintu masuk rumah adat (mbaru gendang) Suku Saghe. Jadi ritual ini menandakan bahwa segala keperluan adat di Suku Saghe wajib diikuti di tahun mendatang,” katanya.

Ndolu menjelaskan, makna lain dari tradisi ghan woja apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah tradisi pergantian tahun tanam dari yang lama ke yang baru. Tradisi ini wajib dilaksanakan oleh anggota keluarga Suku Saghe.

Kalender Adat Pertanian

Ndolu melanjutkan, warisan leluhur Suku Saghe yang terus dilaksanakan adalah ritual ghan woja sebagai awal dari masa kalender adat pertanian yang dimulai dari Agustus di tahun berjalan sampai Maret di tahun berikutnya.

Seorang istri yang sah menjadi anggota Suku Saghe memperoleh tetesan darah ayam sebagai tanda penghargaan dan penghormatan kepada kaum perempuan yang menikah dengan lelaki Suku Saghe, Jumat (2/11/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang istri yang sah menjadi anggota Suku Saghe memperoleh tetesan darah ayam sebagai tanda penghargaan dan penghormatan kepada kaum perempuan yang menikah dengan lelaki Suku Saghe, Jumat (2/11/2018).
Jadi bulan Agustus dimulai dengan ritual ghan woja, kali ini agak terlambat karena kondisi alam berubah yang dipengaruhi pemanasan global.

Saat ritual ghan woja itu dibahas ritual selanjutnya, seperti tradisi kolo kabe, ndetok atau basang nii (berkat benih) dan kebun untuk pau nii (menanam benih).

Tradisi kolo kabe tidak bisa dilaksanakan apabila ada anggota keluarga Suku Saghe yang melaksanakan tradisi paki raga (ritual adat dengan menyembelih seekor kerbau) bagi orang yang sudah meninggal dunia saat upacara kenduri.

Merawat Tradisi di Mbaru Gendang

Jumat (2/11/2018), seluruh keluarga berdatangan dari Kampung Mesi, Waekolong dan kampung tetangga menuju ke mbaru gendang atau rumah adat Suku Saghe di bukit Saghe. Konon dikisahkan kampung ini merupakan pertama leluhur orang Saghe yang datang dari wilayah Congkar-Pembe di wilayah utara dari Manggarai Timur ribuan tahun silam.

Sesajian adat kepada Sang Pencipta Kehidupan, alam semesta dan leluhur yang dialas dengan daun sirih di Watu Nurung atau watu leluhur Suku Saghe di rumah adat atau Mbaru Gendang Saghe, Jumat (2/11/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Sesajian adat kepada Sang Pencipta Kehidupan, alam semesta dan leluhur yang dialas dengan daun sirih di Watu Nurung atau watu leluhur Suku Saghe di rumah adat atau Mbaru Gendang Saghe, Jumat (2/11/2018).
Selanjutnya leluhur pertama orang Saghe, Ndoe- Ndoke dan keturunannya sempat berpindah ke kampung poas, lalu kembali ke kampung Saghe hingga mendirikan rumah adat (mbaru gendang).

Kampung itu berada diatas bukit dengan benteng pertahanan di sekelilingnya untuk menjaga keberlangsungan anggota keluarga dari gangguan pihak luar.

Hari jumat itu seluruh keluarga berkumpul dengan membawa bahan-bahan untuk ritual adat ghan woja, seperti ayam, babi, beras, kayu api dan telur ayam kampung. Hari ini penuh persaudaraan dalam ikatan Suku Saghe.

Tua-tua adat Suku Saghe berkumpul untuk melaksanakan ritual adat di dalam rumah adat untuk mensyukuri atas tahuan yang sudah lewat kepada Sang Pencipta Kehidupan, alam semesta dan leluhur sekaligus meminta restu bagi tahun yang berjalan dalam musim tanam di lahan kering dan ladang.

Kepala Suku Saghe, Alexander Djala sedang melaksanakan ritual di watu naga tana (batu leluhur) Suku Saghe untuk minta restu kepada Sang Pencipta, alam semesta dan leluhur Saghe, Jumat (2/11/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kepala Suku Saghe, Alexander Djala sedang melaksanakan ritual di watu naga tana (batu leluhur) Suku Saghe untuk minta restu kepada Sang Pencipta, alam semesta dan leluhur Saghe, Jumat (2/11/2018).
Semua persiapan sudah beres maka tua adat Suku Saghe, Alexander Djala, Bernadus Jabur dan sejumlah tua adat duduk berjejer di rumah adat dan melangsungkan ritual dengan memegang seekor ayam sementara seluruh anggota Suku Saghe duduk melingkar di dalam rumat adat untuk mengikuti seluruh proses ritual tersebut.

Tokoh Muda Suku Saghe yang berkiprah di Jakarta, Yanuarius Y Sarnis kepada KompasTravel, Jumat (16/11/2018) menjelaskan, idealnya, tradisi ghan woja di seluruh Manggarai Timur ini bisa dilestarikan.

Caranya, menurut Yanuarius, dengan mengangkat nilai syukur atas hasil panen yang dimasukkan dalam program pastoral Keuskupan Ruteng dan pemerintah setempat melalui dinas yang mengurus budaya bisa mengakomodir hal ini sebagai kegiatan resmi daerah.

Kalau bisa dibuatkan hari khusus yang dimasukkan dalam kalender pendidikan tentang kearifan lokal.

Sebelas butir telur ayam kampung yang siapkan untuk ritual kedha rugha manuk atau injak telur ayam di depan pintu masuk Mbaru Gendang atau rumah adat Suku Saghe, Jumat (2/11/2108). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Sebelas butir telur ayam kampung yang siapkan untuk ritual kedha rugha manuk atau injak telur ayam di depan pintu masuk Mbaru Gendang atau rumah adat Suku Saghe, Jumat (2/11/2108).
“Yang saya tangkap tradisi ghan woja ini ada kaitan dengan acara weri mata nii (tanam benih padi dan jagung) atau acara di awal musim tanam. Tradisi ghan woja sebagai acara syukur atas panen tahunan. Mungkin dikonfirmasi lagi kepada tua-tua adat Suku Saghe dan suku lainnya bahwa sebenarnya kita juga punya kalender sendiri sebelum kita mengenal kalender masehi,” katanya.

Yanuarius menjelaskan, nilai-nilai budaya yang melambangkan identitas orang Manggarai Timur terus diangkat dan dipublikasi secara luas karena budaya khas orang Manggarai Timur tidak kalah dengan budaya luar. Memang referensi tertulis dari tradisi ini sulit diperoleh atau mungkin belum ada.

Namun yang unik dalam tradisi orang Manggarai Timur adalah saat tradisi ghan woja, batas-batas tanah adat biasanya disebutkan saat pau manuk (tutur adat dengan ayam) dan juga dituturkan sejarah leluhur dan keturunan dalam satu suku tersebut.

Kaum perempuan Suku Saghe menuju ke rumah adat atau Mbarung Gendang Saghe untuk melaksanakan ritual ghan woja dalam kalender adat untuk pertanian, Jumat (2/11/2018).KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kaum perempuan Suku Saghe menuju ke rumah adat atau Mbarung Gendang Saghe untuk melaksanakan ritual ghan woja dalam kalender adat untuk pertanian, Jumat (2/11/2018).
“Sebaiknya budaya ini terus diangkat ke publik melalui media massa sehingga seluruh orang di Indonesia mengetahui keberagaman tradisi dan budaya dari seluruh pelosok Nusantara,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Travel Update
4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com