Serupa lautan, pesisir Anggi Gida pun menampakkan gradasi warna biru tua hingga pirus yang menghipnotis.
Jika hendak memandang keduanya dari ketinggian, wisatawan bisa minta diboyong sopir ke puncak Bukit Kobrey. Di puncak bukit yang membelah kedua danau itu, terpacak papan penunjuk lokasi “Welcome to Anggi” dengan latar panorama danau yang amat permai dibidik kamera.
Baca juga: Bukit Kobrey, Spot Menikmati Danau Anggi Giji di Pegunungan Arfak
Tak perlu risau soal komunikasi dengan warga lokal. Hampir seluruhnya mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara baku, diwarnai dialek khas timur Indonesia.
Umumnya, penduduk setempat akan dengan senang hati menawari rumahnya sebagai tempat bermalam, terlebih jika wisatawan telah cukup intens berinteraksi. Namun, wisatawan juga tetap perlu memastikan di awal perbincangan ihwal kesepakatan harga bermalam.
Kebanyakan warga lokal masih tinggal di rumah adat mereka, yakni Rumah Kaki Seribu. Rumah yang disebut Igkojei Ibeiya dalam penamaan setempat ini disusun dan ditopang oleh bilah-bilah kayu yang tak terhitung jumlahnya.
Kontruksi rumah itu membuat antigempa dan sanggup mengisolasi panas di tengah kepungan suhu di angka 8-13 derajat Celsius.
Penghuni rumah kerapkali menyalakan api unggun di rumah bagian samping yang juga dipakai sebagai area beristirahat untuk berdiang. Kabar buruknya, kepulan asap api unggun tersebut bakal memenuhi rumah di tengah lelap.
Untuk keperluan bersih-bersih, sejumlah rumah dilengkapi dengan toilet di bagian belakang. Jika rumah yang wisatawan tumpangi tidak memiliki toilet, maka kembali ke alam merupakan satu-satunya jalan keluar.
Hal unik yang akan wisatawan temukan selama membaur dengan warga lokal ialah suku-suku yang tinggal berdekatan namun tak saling memahami bahasa masing-masing.
Anggota masing-masing dari keempat subsuku Sougb, Moilei, Hatam, dan Meiyah, akan saling berbincang dalam bahasa Indonesia. Ini sebabnya warga lokal Pegaf hampir seluruhnya fasih berbahasa Indonesia.
Sebelum meninggalkan Pegaf, jika beruntung, wisatawan akan diberikan noken hingga cawat atau panah sekalipun, tergantung kadar kedekatan dengan tuan rumah.
Bahkan, warga lokal tak segan mengajak wisatawan melakukan tari tumbuk tanah sebagai penanda persahabatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.